"Bukan ketidakjelasan jalan yang dikhawatirkan dari dirimu. Yang dikhawatirkan adalah menangnya hawa nafsu atas dirimu.” (Ibnu Atha’illah As-Sakandari). “Ketidakjelasan jalan” bermakna ketidakjelasan ’ubudiyyah yang dapat mengantarkanmu ke hadirat Tuhanmu saat kau mengalami satu ahwal. Padahal, jalan ’ubudiyyah ini telah dijelaskan syariat. Siapa yang menelaah Al-Qur’an dan sunah maka ia akan mendapatkan bimbingan gamblang dalam meniti jalan itu.
’Ubudiyyah-mu dalam ketaatan adalah dengan menyaksikan karunia ketaan itu. ’Ubudiyyah dalam maksiat adalah dengan ber istigfar dan bertobat. Adapun ’ubudiyyah-mu dalam kenikmatan adalah dengan mensyukuri nikmat tersebut dan ’ubudiyyah dalam cobaan adalah bersabar.
Dalam semua kondisi di atas, yang dikhawatirkan dari dirimu adalah kemenangan hawa nafsu atas dirimu sendiri sehingga ia membutakan matamu sampai kau tidak bisa melihat jalan tujuanmu. Ia bisa membuatmu bersikap sombong dan ’ujub atas ketaatanmu, mendorongmu untuk selalu bermaksiat, mengabaikan nikmat dan tidak mensyukurinya, atau gelisah dan sedih saat menerima musibah.
Bisa jadi makna hikmah di atas adalah yang dikhawatirkan darimu, bukan ketidaktahuanmu tentang mana di antara sekian amal yang harus kau utamakan. Ini akan kau alami jika kau tidak dibimbing oleh seorang syekh atau guru. Yang dikhawatirkan darimu justru adalah saat hawa nafsu mengalahkanmu. Hawa nafsu akan menghalangimu untuk melakukan amalan-amalan tersebut sehingga kau malah mengurungkan niat meniti jalan menuju Tuhan. Bahkan, kau meninggalkan jalan yang semestinya kau gunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Jika kau tidak mengetahui mana yang lebih utama di antara semua amal itu, sebaiknya kau mencari seorang syekh pembimbing agar kau di ajari dan dibimbingnya. (kitab tasawwuf al hikam).
No comments:
Post a Comment