Thursday, March 31, 2016

MAKNA TERSIRAT AL FATIHAH

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w bersabda: “Barangsiapa mengerjakan solat dengan tanpa membaca Ummul-Qur'an (surah al-Fatihah) di dalam solatnya, maka solatnya kurang(tak sah). Diucapkan beliau tiga kali, tidak sempurnalah solatnya.”  

DOSA KECIL DAPAT BERUBAH JADI DOSA BESAR

Imam Al-Ghazali dalam Kitab At-Taubah, Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa ada 6 jenis perbuatan yang membuat dosa kecil berubah menjadi dosa besar:

1) Mengerjakan dosa kecil secara terus menerus hingga menjadi kebiasaan. Tidak disebut dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus. Dan, tak ada dosa besar jika seseorang segera bertobat dan tak mengulangi lagi perbuatannya. Satu kali melakukan perbuatan dosa besar, lalu berhenti melakukannya maka harapan untuk diampuni dosanya oleh Allah lebih besar daripada melakukan dosa kecil yang dilakukan terus menerus. Seperti tetes-tetes air yang terus menerus menjatuhi sebuah batu dalam waktu yang sangat lama. Tentu kelak akan dapat membekas dan melubangi batu tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik amal adalah yang dilakukan terus-menerus walau hanya sedikit.” (HR Bukhari dan Muslim). Orang yang beramal shaleh, meski sedikit demi sedikit namun jika dilakukan terus menerus maka kelak menjadi amal yang besar. Hadis ini juga dapat berlaku sebaliknya. Dosa kecil yang dilakukan berulang-ulang dan terus menerus kelak akan menjadi besar.

AJARAN IKHLAS DARI SULTHANUL-AWLIYA

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: "Wahai saudaraku, hidupmu jangan seperti pasar, yang jika waktunya habis tak seorang pun tinggal di sana. Ketika malam tiba, tak seorang pun berkenan tinggal di sana. Oleh karena itu, bermujahadalah engkau agar tidak akan seperti berjual beli di pasar; kecuali sesuatu yang bermanfaat buat akhirat kelak. Sebab Allah selalu mengawasimu. Tauhidkanlah Allah dan beramallah dengan ikhlas semata karena Dia. Wahai saudaraku, sesungguhnya Allah jua yang memberi rezeki buatmu. Janganlah bersifat kikir terhadap sesama. Pakailah akalmu, bersopan santunlah di hadapan Allah dan di hadapan makhluk-Nya. Janganlah engkau menganiaya sesama dan jangan mencuri hak-hak mereka. Pandai-pandailah menempatkan diri di sisi-Nya.

LIMA DASAR TASAWUF MENURUT IMAM NAWAWI

Al-Imam An-Nawawi Ad-Dimasyqi dalam risalahnya menulis, “Dasar-dasar tasawuf itu ada 5: 

1) Bertakwa pada Allah SWT, baik lahir maupun batinnya. 
2) Mengikuti sunnah Nabi SAW dalam perkataan dan perbuatan. 
3) Berpaling dari mengutamakan manusia, baik di depan maupun di belakangnya.
4) Ridha terhadap pemberian Allah SWT, baik sedikit ataupun banyak. 
5) Kembali dan mengembalikan segalanya kepada Allah SWT, lahir maupun batin. 

WUSHUL (SAMPAI) KEPADA ALLAH MENURUT SYEKH IBNU ATHA’ILLAH

“Wushul (sampai) kepada Allah adalah sampaimu kepada pengetahuan tentang-Nya, karena mustahil Allah disentuh atau menyentuh sesuatu”. (Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam). Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa sampainya kita kepada Allah, seperti diisyaratkan oleh ahli tarekat, adalah sampainya kita kepada penyaksian-Nya dengan mata batin kita. Inilah yang disebut dengan penyaksian langsung atau ‘ilmul-yaqiin terhadap tajalli (penampakan) Allah dan limpahan kasih sayang-Nya.

JANGAN SEKADAR COBA-COBA

Allah SWT pernah berfirman kepada Dawud a.s.: “Aku pernah mengajarkan kepada Bani Isra’il bahwa Aku dengan seluruh makhluk-Ku tak ada hubungan nasab sama sekali. Namun, mereka sangat berhasrat untuk berada di sisi-Ku, sehingga Aku  memperkenankan mereka untuk mendapatkan apa yang tak terlihat mata, apa yang tak terdengar telinga, dan apa yang tak pernah terlintas dalam hati manusia. Letakkan Aku di antara kedua belah matamu, lalu lihatlah Aku dengan mata batinmu. Janganlah kamu melihat orang-orang yang akalnya terselubung hijab dengan indera penglihatan yang berada di kepala mereka. Sebab, pandangan akal mereka sudah penuh dengan polusi karena terputus dari pahala-Ku.

RENUNGAN PENERANG JIWA

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Ketika kalbu bertindak sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Nabi., maka ia menjadi dekat kepada Rabb-nya. Dan, ketika ia telah dekat, maka ia akan memperoleh pengetahuan. Kini kalbu dapat membedakan mana yang benar-benar menjadi milik-Nya dan apa yang dituntut darinya; apa yang menjadi milik Allah dan apa yang menjadi milik selain-Nya; apa yang termasuk kebenaran (haqq) dan apa yang termasuk kebatilan. Sebab, seorang Mukmin dianugerahi cahaya yang dengannya dia bisa melihat, demikian pula halnya dengan sang penjuang kebenaran yang dekat dengan Allah (ash-shiddiq al-muqarrab).

BERSERAH DIRI DAN KUATKAN TAUHIDMU

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani qaddasallahu sirrahu, memberi nasihat kepada kita agar berserah diri kepada Allah secara total dan menguatkan keyakinan tauhid. Pengukuhan pada keesaan Allah harus menjadi gairah ruhani para salik. Beliau mengatakan, “Orang yang mengukuhkan keesaan Tuhan akan mengalami penyatuan (man wahhada tawahhada). Orang yang mencari (menuntut ilmu) dan berjuang sungguh-sungguh maka akan mendapatkan (man thalaba wa jadda wajada). Jika seseorang menyerahkan dirinya dan tunduk serta patuh kepada-Nya, maka orang itu akan aman dan selamat (man aslama wa taslama, salima).

PERJALANAN RUHANI PARA PENCARI TUHAN

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menuturkan bahwa Nabi Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Dalam setiap keahilan khusus, engkau harus mencari bantuan dari ahlinya yang memenuhi syarat.” Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, “Ibadah adalah keahlian khusus, dan ahli-ahlinya yang memenuhi syarat adalah mereka yang tulus (mukhlishin) berkenaan dengan pekerjaan mereka, mereka yang berilmu tentang hukum dan yang mempraktikkannya, mereka yang mengucapkan selamat tinggal kepada makhluk-makhluk setelah maʽrifah mereka tentang-Nya, mereka yang lari dari diri mereka sendiri, dari harta dan anak-anak mereka dan dari segala sesuatu selain Tuhan mereka, yang lari dengan kaki hati mereka dan wujud terdalam mereka (asrar) menuju hadirat Rabb Al-Haqq. Allah SWT telah berfirman:

DOSA DAN PENYESALAN MENURUT IMAM AL-GHAZALI

Imam Al-Ghazali mengatakan: “Menghapus dosa maksiat harus dengan menempuh dengan jalan yang berlawanan dengan maksiat. Seperti suatu penyakit yang harus diobati dengan sesuatu yang berlawanan dengan penyakit tersebut. Setiap kegelapan yang menutupi hati karena perbuatan maksiat, hanya bisa dihapus oleh cahaya yang masuk ke dalamnya akibat amal kebaikan yang berlawanan dengan perbuatan sebelumnya (maksiat). Dan, karena semua yang berlawanan itu terdiri dari unsur-unsur yang bersesuaian, maka hendaknya setiap kejahatan dihapus dengan kebaikan sejenis, yang berlawanan sebelumnya. Misalnya, warna putih dapat dihilangkan dengan warna hitam, panas dapat dihapus dengan dingin. Tetapi, janganlah warna putih itu dihapus dengan panas atau dingin.