Wednesday, March 30, 2016

AKU CAMBUK KAU, HURUF DEMI HURUF

Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh akan datang suatu zaman atas manusia: 

1. Perut-perut mereka menjadi tuhan-tuhan mereka. 
2. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. 
3. Dinar-dinar (uang) mereka menjadi agama mereka. 
4. Kehormatan mereka terletak pada kekayaan mereka.

Waktu itu, tidak tersisa dari iman kecuali namanya saja. Tidak tersisa dari Islam kecuali ritual-ritualnya saja. Tidak tersisa Al-Quran kecuali sebatas kajiannya saja. Masjid-masjid mereka makmur, tetapi hati mereka kosong dari petunjuk (hidayah). Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di permukaan bumi. Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan menimpakan kepada mereka empat perkara (azab):

1- Kekejaman para penguasa, 
2- Kekeringan pada masa itu,
3- Kezaliman para pejabat, 
4- Ketidakadilan para hakim.”

Maka para sahabat yang mendengar penjelasan Rasulullah pun merasa heran. Mereka bertanya, "Wahai Rasul Allah, apakah mereka ini menyembah berhala?” Nabi SAW menjawab, "Ya! Bagi mereka, setiap dirham (uang) menjadi berhala (disembah)” (HR Bukhari dan Muslim - Hadis Mutafaq’alaih)

2). ENAM NIKMAT MENURUT SAYYIDINA ALI 

Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. mengatakan:

النِّعَمُ سِتَّةُ أَشْيَاءَ الْإِسْلَامُ وَالْقُرْآنُ وَمُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ وَالْعَافِيَةُ وَالسَّتْرُ وَالْغِنَى عَنِ النَّاسِ

“Nikmat itu ada enam macam, yaitu:

1. Islam;
2. Al-Qur’an;
3. Muhammad SAW
4. Kesehatan;
5. Tertutupnya aib; dan
6. Tidak memerlukan bantuan orang lain.”

Karena itu sudah seharusnya bagi kita untuk berikrar setiap hari dengan mengucapkan:

رَضِيْتُ بِاللهِ رَبّاً وَبِالْإِسْلَامِ دِيْناً وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيّاً، وَبِالْقُرْآنِ حَكَماً وَإِمَاماً

“Aku ridha Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku, Muhammad saw. sebagai rasul dan nabi (panutanku), dan al-Qur’an sebagai hakam dan imamku”. Dalam riwayat Anas disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda:

يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلأْ قَلْبَكَ غِنًى وَامْلأْ يَدَيْكَ رِزْقًا يَا ابْنَ آدَمَ لا تَبَاعَدْ عَنِّي فَأَمْلأْ قَلْبَكَ فَقْرًا وَأَمْلأْ يَدَيْكَ شُغْلًا

"Rabb kalian berfirman: “Wahai anak Adam, beribadahlah engkau kepada-Ku dengan sungguh-sungguh, niscaya Aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rezeki, wahai anak Adam janganlah engkau menjauh dari-Ku, niscaya aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan.” (HR. Thabarani dan Hakim). (Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nasha’ihul ‘Ibad).

3). ADA APA DENGAN HATI NURANI?

Bagi kaum sufi, seperti yang dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali, kalbu (qalb) dalam diri manusia merupakan titik pusat pandangan Tuhan pada diri manusia. Bahkan, hal yang menjadi hakikat manusia adalah qalb (kalbu, hati)-nya. Ia adalah zat halus yang bersifat Ilahiah, yang dapat menangkap hal-hal qaib yang bersifat ruhaniah. Dengan kalbu inilah sesunggunya Rasulullah SAW menerima wahyu.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk dan tubuhmu, tetapi Dia memandang hati dan perbuatanmu,” (HR Muslim). Maka, jika akal dapat memahami adanya Tuhan secara rasional, kalbu pun dapat merasakan kehadiran Tuhan dan bahkan merasakan kedekatan dan keintiman dengan Tuhan.

Dalam Al-Quran disebutkan bahwa Allah adalah cahaya langit dan bumi (QS 24:35), cahaya seperti ini pula terdapat dalam kalbu manusia, yang tentu saja berasal dari cahaya Ilahi. Kita mengenal kata “nurani” atau “hati nurani” yang sering dikaitkan dengan hati manusia. Kata “nurani” ini sebenarnya berasal dari kata “nur” yang berarti cahaya. Jadi, istilah yang biasa kita gunakan “hati nurani” itu mengandung pengertian “hati yang bercahaya.”

Hati yang bercahayalah yang mampu membedakan hal baik dan buruk. Lalu, jika seseorang yang memiliki hati nurani ini berbuat dosa dan kesalahan, maka ia akan menggores bekas di hatinya. Seperti bayangan hitam yang menutupi bagian kalbunya. Semakin banyak seseorang melakukan dosa, maka semakin memudarlah cahaya Ilahi di dalam dirinya. Maka, perbuatan yang dilakukan oleh seseorang merupakan tembok pemisah antara dirinya dan Tuhan.

Allah SWT berfirman, “Maka, apakah engkau tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada,” (QS 22: 46).

Rasululah SAW bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh (manusia) terdapat segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, apabila daging itu rusak, maka rusak pulalah seluruh tubuh (manusia). Ingatlah bahwa daging itu adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim).

4). MENGENDALIKAN HAWA NAFSU DENGAN RIYADHAH

Hakim At-Tirmidzi mengatakan: “Hawa nafsu tidak memiliki kelembutan, rasa malu, kesejukan dan ketentraman. Ia mirip binatang ternak yang tak pernah mengangkat kepalanya saat makan, kecuali setelah memenuhi keinginan dan hajatnya di dunia. Maka tak heran jika binatang ternak dicela dalam Al-Quran. Karena itu, para ahli ibadah diperintahkan untuk memeranginya dan mendidiknya dengan upaya riyadhah. Mereka mendidik hawa nafsu hingga tak punya daya upaya.Melalui riyadhah, hati mereka menjadi terpelihara dari tipu daya hawa nafsu. Hawa nafsu pun akan terkungkung dan menjadi patuh kepada mereka”. (Hakim At-Tirmidzi dalam Manazil al-'Ubbad min al-Ibadah). 

5). NASEHAT ASY-SYIBLI UNTUK MALAMMU

Abu Bakar Asy-Syibli mengatakan: “Jika hatimu ingin merasa tenang dan tentram dengan Allah, maka jangan engkau turuti kesenangan hawa nafsumu. Jika engkau ingin dikasihi oleh Allah, maka kasihilah makhluk Allah.”

Abu Bakar as-Syibli juga mengatakan:“Jika engkau sudah merasakan nikmatnya dekat dengan Allah. Niscaya engkau dapat merasakan bagaimana pahitnya jauh dari Allah.” Bagi mereka yang ahli ibadah senantiasa bertaqarrub kepada Allah. oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda dengan do’a: 

اللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ لَذَّةَ النَظْرِ اِلَى وَجْهِكَ الكَرِيْمِ وَالشَوْقَإِلَى لِقَائِكَ

“Ya Allah berikanlah aku nikmatnya memandang wajah-Mu nan Mulia, dan kerinduan untuk bertem dengan-Mu”. (Dikutip dari Kitab Nasha’ihul ‘Ibad karya Imam Nawawi Al-Bantani).

No comments:

Post a Comment