Secarik Surat Sufi dikirim oleh Ibnu Atahaillah as-Sakandary kepada salah seorang sahabatnya: “Manusia dalam membalas anugerah itu terbagi tiga: Pertama, gembira terhadap anugerah, bukan gembira pada Sang Pemberi dan Pencipta anugerah, namun hanya terbatas gembira pada wujud nikmatnya anugerah. Dan manusia ini tergolong orang-orang yang alpa. Ini relevan dengan firman Allah Swt, “Hingga ketika mereka bergembira terhadap apa yang diberikan, maka tiba-tiba Kami ambil seketika.” (Al-An’aam 44)
Kedua, golongan orang yang gembira pada anugerah, dari segi Pemberi dan Penganugerahnya, hal ini termasuk dalam firmanNya, “Katakan (Muhammad) dengan anugerah Allah dan rahmatNya, maka dengan (melalui) hal itulah hendaknya mereka bergembira. Itu lebih baik disbanding apa yang mereka kumpulkan (baik amal maupun ibadahnya).” (Yunus 58).
Ketiga, orang yang gembira pada Allah Swt, sama sekali gembiranya bukan pada wujud lahiriyahnya nikmat, maupun makna batin tersembunyi dibalik nikmat itu. Namun lebih sibuk memandadang Allah Swt dibanding yang lain, sehingga ia tidak menyaksikan kecuali hanya pada Allah Swt. Inilah yang disebut dalam ayat: “Katakan (Muhammad) Allah (saja), lalu biarkan mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (Al-An’aam; 91).
Allah Swt telah memberi wahyu kepada Nabi Dawud as, “Wahai Dawud, katakan kepada para Shiddiqun (Wali), “hanya padaKu saja mereka harus bergembira, dan hendaknya mereka bersenang-senang dengan dzikir padaKu.”
Semoga Allah Swt, menjadikan kegembiraan kita dan anda, hanya padaNya dan menjadikan kita tergolong kaum yang faham, dan tidak menjadikan kita termasuk kaum yang lalai. Hendaknya pula kita dijadikan penempuh jalan orang-orang yang taqwa, berkat anugerah dan kemuliaanNya.” Surat itu ditulis oleh beliau, untuk mengingatkan kita semua, dan muhasabah kita, apakah kita tergolong kelompok pertama yang senantiasa alpa, terjebak pada materialisme anugerah, hedonisme nikmat atau bahkan terpuruk dalam hijab kebendaan yang terus menutupi kita dari Sang PenciptaNya?
Survey publik memang mengungkapkan, mayoritas manusia terjebak pada kegembiraan, sorak sorai, jika wujud anugerah ada di depan matanya. Bila kita berada di wilayah tipudaya seperti itu, sesungguhnya kita harus segera menyadari, bahwa jebakan wujud anugerah bisa menimbulkan kufur nikmat, terhijab dalam lapisan siksa materialisme dan hedonisme. Sebuah siksaan yang mengerikan, bukan? Allah Swt membuka pintu-pintu anugerahNya, tetapi umumnya manusia lebih bergembira memasuki pintu-pintu siksaNya. (KHM Luqman Hakim).
No comments:
Post a Comment