Rasulullah Saw, bersabda, “Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadhan bulan ummatku.” Tiga bulan yang berturut-turut penuh berkah, yang diawali dengan bulan Allah, Rajab. Tiga bulan berturut ini, mengandung banyak hikmah dan makna: Bagaimana Allah Swt, mencintai hamba-hambaNya, bagaimana Rasul Saw, mendidik ummatnya, dan bagaimana ummatnya mengamalkan pengetahuannya. Sebuah proses Tarbiyah Ruhiyah (pendidikan ruhani) yang menjadi dasar semua pendidikan manusia di muka bumi.
Bagaimana indahnya kalimat para Sufi ini: Rajab meninggalkan kehampaan, Sya’ban mengamalkan dan memenuhi janji kepada Tuhan, Ramadhan untuk membenarkan dan pembersihan. Rajab bulan Taubat. Sya’ban bulan Cinta. Ramadhan bulan Taqarrub. Rajab, bulan kemuliaan, Sya’ban bulan bakti. Ramadhan bulan nikmat. Rajab bulan ibadah, Sya’ban bulan Zuhadah (zuhud), Ramadhan bulan pembekalan (ziyadah). Rajab, bulan terlipatkan pahala kebajikan, Sya’ban, penghapusan segala keburukan, Ramdhan, bulan kita menunggu limpahan kemuliaan. Rajab bulan para hamba di barisan depan. Sya’ban, bulan mereka yang ada di tengah-tengah. Dan Ramadhan adalah bulan pertaubatan ahli maksiat.
Dzun Nuun Al-Mishry ra, mengatakan: Rajab, untuk meninggalkan bencana-bencana. Sya’ban untuk memanfaatkan ketaatan. Ramadhan menunggu limpahan kemuliaan kemurahanNya. Siapa yang tidak meninggalkan bahaya dan tidak menggunakannya untuk ketaatan, dan tidak menunggu kemurahan anugerahNya, ia tergolong mereka yang sia-sia. Rajab ini bulan menanam. Sya’ban bulan menyiram. Ramadhan bulan panen raya. Masing-masing memanen apa yang ditanam. Diberi sesuai apa yang diperbuat. Siapa yang menyia-nyiakan hari tanam, akan kehilangan hari panen, dan ia berada dalam kehampaan.
Rajab dikhususkan untuk ampunan dari Allah Ta’ala. Sya’ban dikhususkan untuk pertolongan dari Allah Ta’ala. Dan Ramadhan dikhususkan untuk pelipatgandaan kebajikan dan Lailatul Qadar dengan turunnya Rahmat. Dan hari Arafah dikhususkan untuk penyempurnaan agama. Apa yang mesti kita siapkan untuk semua itu? Kita hanya bisa menyiapkan diri untuk menjalankan kehambaan kita dengan benar: Rasa hina, fakir, lemah dan tak berdaya di hadapanNya, lalu kehambaan kita menjadi hamparan bagi penegakan Sifat RububiyahNya, dengan mengaitkan diri (ta’alluq) padaNya: Hingga mulia bersamaNya, kaya dan cukup bersamaNya, mampu bersamaNya dan kuat bersamaNya. Allahu Akbar.
No comments:
Post a Comment