Ekstase adalah puncak kesadaran ruh(ani) manusia di atas kesadaran fisik (otak) dan kesadaran jiwa. Saat seseorang bisa mengalami ekstase, di situlah kebenaran ditampakkan dan kondisi pikiran dan jiwa kita terasa “suwung alias kosong” dan kemudian menerima petunjuk langsung dari-Nya. Lantas, seperti apa sebenarnya ekstase tersebut?
Muhammad SAW selain sebagai utusan Allah, juga sebagai manusia biasa seperti Anda dan saya. Selain sifat-sifatnya yang mulia, tubuh fisiknya juga ringkih seperti kita. Bila sebuah tombak mengenai gigi biasanya gigi itu tanggal atau rompal. Bila kena sabetan pedang, tubuh juga berdarah-darah. Ini manusiawi yang juga dialami oleh nabi penutup tersebut.
Cukup menarik untuk membahas tentang bagaimana kondisi Rasulullah saat dia ekstase. Meskipun pikiran dan jiwa terasa kosong, namun ternyata kesadaran tidak menghilang karena Rasulullah mampu untuk menceriterakan kembali apa yang dialaminya (mirip dengan metode raga sukma). Hal ini berbeda dengan sebagian besar manusia saat kesadaran ruhnya terbangun namun fisiknya tertidur. Walhasil, manusia biasanya jarang mengingat kejadian-kejadian yang dialaminya saat bermimpi. Padahal, mimpi adalah wahana atau sarana kita untuk terkoneksi dengan dunia gaib.
Kesaksian Aisyah RA, isteri Rasulullah: “Aku pernah melihat saat wahyu selesai diturunkan pada hari Senin di musim dingin yang sangat hebat, begitu dinginnya cuaca ternyata beliau malah bercucuran keringat” Itulah keadaan fisik Rasulullah saat ekstase hingga menerima wahyu. Apa yang sebenarnya dialami oleh Rasulullah saat ekstase?
“Yang paling sulit keadaaanya yaitu seperti bunyi lonceng yang gemerincing dan Malaikat datang menyerupai wujud seorang pria dan berbicara padaku (untuk menyampaikan ayat-ayat kitab suci). Aku paham apa yang dikatakannya,” ujar Rasulullah SAW sebagaimana Hadits yang diriwayatkan HR Bukhari, Al Hakim, Baihaqi.
Kejadian sebenarnya tentu saja lebih dahsyat dari pengandaian ini. Namun kita sedikit banyak mendapatkan informasi betapa berat orang yang ekstase dan mengalami kesaksian akan kebenaran tersebut. Tirai selubung ruh dibuka dan kita menyaksikan sebuah KEBENARAN yang dibawa oleh Para Malaikat. Kenapa harus ada Malaikat untuk menyampaikan kebenaran? Menurut saya, malaikat adalah perantara yang memudahkan manusia untuk menerima petunjuk-petunjuk Tuhan.
Berbeda dengan kitab teles (alam semesta) yang juga merupakan petunjuk-petunjuk Tuhan yang bersifat pasif dan tidak langsung, malaikat menyampaikan pertunjuk Tuhan kepada manusia secara langsung sehingga sifatnya aktif. Bila alam semesta ini adalah petunjuk Tuhan, maka hal ini perlu ditafsirkan terlebih dulu oleh akal budi dan hati nurani yang merupakan suara guru sejati manusia. Sementara perintah Tuhan melalui perantara malaikat tidak perlu ditafsirkan oleh akal budi dan hati nurani penerima wahyu tersebut.
Kita sekarang ini sudah enak. Hidup di jaman dimana wahyu yang turun sudah sedemikian lengkap dan praktis karena Kitab Suci yang merupakan petunjuk hidup manusia sudah ada. Tinggal apakah kita mau dan bersedia mengamalkan ajaran-ajaran yang ada di dalamnya atau tidak. Namun kita juga tidak boleh melupakan bahwa kita diberi akal budi untuk menafsirkan pergelaran alam semesta ini dengan bijaksana. Dengan akal budi kita kontekstualisasikan ajaran-ajaran agama sehingga kita bisa menangkap HAKIKAT KEBENARAN-NYA. Jadi kulitnya/ bungkusnya/ casingnya boleh berbeda, tapi isinya tetap tidak berubah-ubah dari Nabi Adam hingga saat sekarang.
Jadi ini juga merupakan bentuk WAHYU untuk kita. Yang perlu diperhatikan, meskipun kita diharapkan menggunakan akal budi tapi tetap tidak boleh menghilangkan kemampuan intuitif manusia untuk mendapatkan kebenaran dengan cara langsung mengakses alam gaib karena manusia sudah dari sononya diciptakan memiliki kemampuan supranatural. Bukankah manusia terdiri dari Jasad dan Ruh? Jasad bersifat fisik dan Ruh bersifat metafisik? Ini berbeda dengan jin atau malaikat yang tidak memiliki jasad dan tubuhnya hanya bersifat halus tak terlihat dan tak teraba.
Salah satu kemampuan ruh adalah mendapatkan kebenaran dengan cara ekstase. Ekstase bagi sebagian orang terasa hal yang mudah karena sudah terbiasa untuk olah batin. Namun bagi sebagian orang yang belum pernah mengenal olah batin, ekstase mungkin sebuah keadaan yang mustahil bahkan dianggap mengada-ada. Padahal, bila kita yakin bahwa Rasulullah adalah contoh dan teladan hidup umat muslim maka mau tidak mau kita harus menyimak bagaimana cara beliau untuk mendapatkan pencerahan ruhani melalui ekstase. Sebab dengan ekstase, petunjuk dari Tuhan langsung turun ke diri kita sehingga diri mengalami pencerahan.
Salah satu kesaksian dipaparkan dalam Hadits Shahih Bukhari Muslim. Diriwayatkan Kharijah bin Zaid, Zait Bin Tsabit berkata: “aku duduk di samping nabi Muhammad SAW pada suatu hari sat beliau menerima wahyu. Nabi merasakan KEHENINGAN. Ketika demikian, beliau meletakkan para beliau di atas pahaku. Demi Allah, aku tidak pernah merasakan sesuatu yang lebih berat dari paha Rasulullah. Lalu beliau kembali sadar dan berkata, Tulislah wahai Zait.”
Menurut Zait bin Tsabit, Rasulullah menerima wahyu berupa surat-surat yang jenisnya macam-macam. Bila yang turun tersebut bersifat keras maka beliau mnerimanya dengan susah payah. Apabila yang turun bersifat lembut maka beliau menerimanya dalam keadaan mudah. Hal ini sama dengan kesaksian Ubadah bin Ash Shamit: “bahwa nabi Muhammad SAW saat wahyu diturunkan, beliau merasa susah dan mukanya cemberut”. Ayat-ayat yang “berat” akan memberatkan tubuh Rasulullah, misalnya saat turunnya surat Al Maidah yang tergolong surat yang “berat” maka hampir saja persendian-persendian kaki unta yang dinaiki beliau patah.
Ekstase Rasulullah adalah ekstase yang menghilangnya kesadaran fisik dan hadirnya kesadaran jiwa untuk memasuki kesadaran ruh. Kekasih Allah ini kadang sampai tertidur, namun ruhnya siap menerima kebenaran yang datang kepadanya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Aqil: “Jika seseorang bertanya, ketidaksadaran yang terjadi saat Rasulullah menerima wahyu apakah membatalkan wudhu beliau? Maka jawablah tidak, karena beliau SELALU TERJAGA PADA SAAT TIDURNYA. Kedua matanya terpejam tetapi jiwa dan ruhnya terbangun”.
Namun, kondisi ekstase Rasulullah tidak mesti seperti itu. Kadangkala beliau sadar sepenuhnya dan tiba-tiba dia merasa pusing dan menempeli kepalanya dengan daun inai (pacar)… Nah, inilah berbagai macam situasi yang bisa saja terjadi pada manusia biasa. Kita juga bisa mendapatkan pencerahan dalam kondisi dan situasi apapun. Semuanya tergantung pada kesiapan jasad fisik, mental emosional, dan tentu saja jenis KEBENARAN APA YANG AKAN DITAMPAKKAN OLEH-NYA. Semoga kita semua selalu diberi kemudahan untuk menafsirkan bahasa-bahasa Tuhan yang kadang teramat simbolik dan susah dipahami ini.
ALLAHUMMA LA SAHLA ILLA MA JA’ALTAHU SAHLAW WA’ANTA TAJ’ALUL HAZNA IDZA SYI’TA SAHLA: “Ya Allah, tiada kemudahan kecuali apabila Engkau jadikan mudah. Engkaulah yang menjadikan kesulitan, tapi jika engkau kehendaki maka kesulitan itu menjadi mudah”.
No comments:
Post a Comment