Corak pemikiran Ibnu Atha’illah dalam bidang Tasawuf sangat berbeza dengan Para Tokoh Sufi yang lain. Ia lebih menekankan nilai Tasawwuf pada Makrifat. Adapun pemikiran-pemikiran tersebut adalah seperti berikut:
PERTAMA, tidak dianjurkan kepada Para Muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka. Dalam hal pandangannya mengenai pakaian, makanan, dan kenderaan yang layak dalam kehidupan yang sederhana akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah dan mengenal rahmat Ilahi. “Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur. Dan berlebih-lebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman. Manusia sebaiknya menggunakan nikmat Allah SWT dengan sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya,” kata Ibnu Atha’illah.
KEDUA, tidak mengabaikan penerapan Syari’at Islam. Ia adalah salah satu Tokoh Sufi yang menempuh jalur Tasawwuf hampir searah dengan Al-Ghazali, yakni suatu Tasawwuf yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Mengarah kepada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs), serta pembinaan moral (akhlak), suatu nilai Tasawwuf yang dikenal cukup moderat.
KETIGA, zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia kerana pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati selain daripada Tuhan. Dunia yang dibenci Para Sufi adalah dunia yang melengahkan dan memperhamba manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku syahwat, berbagai keinginan yang tak kunjung habis, dan hawa nafsu yang tak kenal puas. “Semua itu hanyalah permainan (al-la’b) dan senda gurau (al-lahwu) yang akan melupakan Allah. Dunia semacam inilah yang dibenci Kaum Sufi,” ujarnya.
KEEMPAT, tidak ada halangan bagi Kaum Salik untuk menjadi kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimiliknya. Seorang Salik boleh mencari harta kekayaan, namun jangan sampai melalaikan-Nya dan jangan sampai menjadi hamba dunia. Seorang Salik, kata Atha’illah, tidak bersedih ketika kehilangan harta benda dan tidak dimabuk kesenangan ketika mendapatkan harta.
KELIMA, berusaha bertindak apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha menghubung antara kekeringan spiritual yang dialami orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami Para Salik.
KEENAM, Tasawwuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah. Bagi Syeikh Atha’illah, Tasawwuf memiliki 4 aspek penting yakni berakhlak dengan akhlak Allah SWT, sentiasa melakukan perintah-Nya, dapat menguasai hawa nafsunya serta berupaya selalu bersama dan berkekalan dengan-Nya secara sunguh-sungguh.
KETUJUH, dalam kaitannya dengan Makrifat Al-Syadzili, ia berpendapat bahwa Makrifat adalah salah satu tujuan dari Tasawwuf yang dapat diperoleh dengan 2 jalan; 'mawahib', iaitu Tuhan memberikannya tanpa usaha dan Dia memilihnya sendiri orang-orang yang akan diberi anugerah tersebut; dan 'makasib', iaitu Makrifat akan dapat diperoleh melalui usaha keras seseorang, melalui ar-riyadhah, zikir, wudhu, puasa ,solat sunnah dan amal salih lainnya.
No comments:
Post a Comment