Istilah Wali Songo terambil dari dua kata - "Wali" dan "Songo". Terminologi "Wali" itu sendiri dalam pengertian bahasa berarti "Lawan" (musuh). Sedangkan pengertian "Wali" menurut ahli hakikat mempunyai dua makna, yaitu barangsiapa yang dipelihara dan dijaga oleh Allah Azza wa Jalla, sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah Azza wa Jalla: "Dan Dia (Allah) yang mengendalikan segala urusan orang- orang shaleh (dengan memberikan pertolongan kepada mereka)".
Adapun pengertian yang kedua adalah bahwa Allah akan melindungi orang- orang yang beribadah serta mentaati-Nya. Jadi, sang hamba bisa melaksanakan semua itu secara berturut- turut tanpa diikuti oleh rasa pembangkangan atau rasa letih. Dan ia pun dicintai oleh Allah, dipelihara serta dijaga oleh-Nya.
Adapun pengertian yang kedua adalah bahwa Allah akan melindungi orang- orang yang beribadah serta mentaati-Nya. Jadi, sang hamba bisa melaksanakan semua itu secara berturut- turut tanpa diikuti oleh rasa pembangkangan atau rasa letih. Dan ia pun dicintai oleh Allah, dipelihara serta dijaga oleh-Nya.
Sementara itu, Syaikh Siti Jenar bin Shalih Al-Jazairi dalam kitab "Jawahir al-Kalamiyah" hal 23, menjelaskan bahwa yang dinamakan "Wali" adalah: "Orang yang makrifat (mengetahui) kepada Allah, makrifat kepada sifat- sifat Allah sekedar yang mungkin. Sentiasa taat kepada Allah serta menjauhi maksiat dan perbuatan- perbuatan buruk, dan berpaling dari dorongan kelezatan nafsu syahwat, serta lahirnya karomah (keramat) ditangannya sebagai kemuliaan dari Tuhannya”. Dari pengertian diatas, maka yang menjadi ciri- ciri dari seorang Wali adalah:
1. Makrifat kepada Allah Azza wa Jalla.
2. Secara istiqamah mengabdikan diri kepada Allah SWT.
3. Zuhud ( meninggalkan dunianya untuk hanya beribadah kepada Allah.
4. Terdapat Karamah.
Ada juga yang mengartikan Wali sebagai seorang pemimpin. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT yang termaktub dalam QS. Al- Maidah ayat 51, yang artinya: "Hai orang- orang yang beriman!, Janganlah kamu sekalian mengangkat orang- orang Yahudi dan orang Nasrani menjadi Wali (pemimpin- pemimpin) kalian, sebab sebahagian diantara mereka itu menjadikan pemimpin terhadap sebahagian yang lainnya. Adapun barangsiapa diantara kamu yang memilih mereka menjadi Wali (pemimpin), maka sesungguhnya kamu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak akan memberi pemimpin kepada orang- orang yang menyeleweng”.
Disamping itu, ada pula yang berpendapat bahwa makna Wali adalah dekat. Misalnya dikatakan "Mewalikan Dia" artinya terdekat dari Dia atau masih kerabatnya. Pendapat bahwa Wali mempunyai makna "dekat" ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW, yang artinya: "Berikan faraid itu kepada orang yang berhak, maka ketetapan faraid itu ialah kepada ahlinya yang berlaku sebagai Wali laki- laki itu (Wali dari mayat yang dimaksud)”.
Menurut hadits diatas, maka Wali adalah kekerabatan yang terdekat. Adapun Wali yang dimaksud oleh kebanyakan orang adalah Wali Allah Azza wa Jalla. Tidak sembarang orang yang pantas mendapat predikat sebagai Wali Alah Azza wa Jalla, sebab Wali Allah adalah orang yang berkesesuaian mengikuti Allah, memiliki ketetapan cinta hanya kepada Allah (mahabbah ila Allah, sebagaimana ajaran tasawuf yang dibawa oleh Rabi'ah Al Adawiyah). Ia memiliki hati yang ikhlas dalam beribadah hanya kepada Allah semata. Jika ia benci kepada sesuatu, maka kebenciannya itu bukan kerana hawa nafsu, bukan kerana apa- apa, melainkan hanya kerana Allah Azza wa Jalla.
Dan apabila ia marah, maka kemarahannya itu juga kerana Allah Azza wa Jalla semata. Adapun yang dilakukannya, semuanya didasarkan atas keikhlasannya dalam menghambakan diri kepada-Nya. Maka, barangsiapa yang memusuhi Wali Allah, maka ia berarti menjadi musuh Allah. Hal ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW, yang artinya: "Barangsiapa yang memusuhi Wali-wali-Ku (orang-orang yang dekat dengan-Ku) berarti menyatakan perang dengan-Ku dan Aku mengizinkan perang kepadanya.
Hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan menjalankan kewajiban-kewajibannya. Dan hamba-Ku yang telah mendekatkan diri kepada-Ku, dengan menjalankan kesunahan-kesunahan, maka Aku mencintainya. Kalau Aku sudah mencintai hamba-Ku, maka Aku adalah pendengarannya apabila ia mendengar. Aku adalah penglihatannya apabila ia melihat. Aku adalah tangannya bila ia menjangkau. Aku adalah kakinya apabila ia berjalan”.
Hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan menjalankan kewajiban-kewajibannya. Dan hamba-Ku yang telah mendekatkan diri kepada-Ku, dengan menjalankan kesunahan-kesunahan, maka Aku mencintainya. Kalau Aku sudah mencintai hamba-Ku, maka Aku adalah pendengarannya apabila ia mendengar. Aku adalah penglihatannya apabila ia melihat. Aku adalah tangannya bila ia menjangkau. Aku adalah kakinya apabila ia berjalan”.
Dari pengertian Wali sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka menjadi jelas bahwa sesungguhnya seorang wali adalah orang yang benar- benar menghambakan diri kepada Allah dengan penuh keikhlasan dan pengabdian, sehingga dari pengabdian itu ia dapat mencapai makrifat kepada-Nya, makrifat kepada sifat- sifat-Nya dan untuk selanjutnya perilaku hidup kesehariannya mencerminkan seorang yang sentiasa menjauhi dunia hanya untuk beribadah. Bahkan, kerana dekatnya ia dengan Sang Khaliq maka muncullah karomah dari dalam dirinya. Itulah cerminan dari sosok Wali Allah Azza wa Jalla, Wali yang benar- benar menjadikan Allah sebagai orientasi pertama dalam hidupnya.
No comments:
Post a Comment