Saturday, February 27, 2016

JANGAN PUTUS ASA KEPADA ALLAH

لَا يَكُنْ تَأَخُّرُ اَمَدِ العَطَاءِ مَعَ الاِلْحَاحِ فِى الدُّعَاءِ مُوْجِبًا لِيَأسِكَ فَهُوَ ضَمِنَ لك الاِجَابَةَ فِيْمَا يَخْتَارُهُ لَكَ لَا فِيْمَا تَخْتَارُ لِنَفْسِكَ وَفِى الوَقْتِ الَّذِى يُرِدُ لَا فِى الوَقْتِ الَّذِى تُرِيْدُ

“Tertundanya pemberian setelah do’a itu dipanjatkan dengan berulang-ulang jangan menimbulkan putus asamu kepada Allah, sebab Allah telah menjamin diterimanya do’a, akan tetapi mengikuti pilihan Allah untukmu bukan mengikuti pilihanmu untuk dirimu dan di dalam waktu yang dikehendaki Allah bukan di dalam waktu yang engkau kehendaki”.

Berdo’a adalah salah satu kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya dan Allah Swt berjanji akan mengabulkan do’a-do’a tersebut sebagaimana firmanNya: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. 40; 60)

Ketika seorang hamba berdo’a kepada Allah, terlebih apabila do’a itu dilakukan secara istiqamah, maka pasti do’a itu akan dikabulkan. Karena Allah sudah berjanji, dan sedikitpun Allah tidak akan mengingkari janji-janji-Nya. Namun demikian, do’a-do’a yang dipanjatkan itu haruslah memenuhi syarat sebagai do’a yang dikabulkan. Rasulullah Saw menegaskan dalam sabdanya:

“Setiap do’a yang dipanjatkan oleh seorang hamba kepada Allah asal tidak tercampur dengan dosa dan memutuskan tali silaturrahmi, do’a itu akan dikabulkan dalam tiga pilihan:

(1) Diturunkan seketika di dunia dalam bentuk pemberian sesuai dengan permintaan;
(2) Dijadikan simpanan di akhirat sebagai kafarat dari dosa-dosanya;
(3) Digantikan sebagai ganti musibah yang tidak jadi diturunkan demi keselamatannya.”
(atau yang searti dengannya).

Oleh karena itu, setelah do’a-do’a tersebut dipanjatkan, hendaknya seorang hamba yakin bahwa do’a-do’anya akan dikabulkan Allah, walau dalam tiga pilihan yang masih dirahasiakan tersebut. Hanya Allah yang Memilih, Menghendaki dan Mengetahuinya. Allah berfirman: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. al-Baqarah; 2/186)

As-Syaikh Ibnu Athaillah Ra meneruskan:

لَا يُشَكِّكَنَّكَ فِى الوَعْدِ عَدَمَ وُقُوْعِ المَوْعُوْدِ وَاِنْ تَعَيَّنَ زَمَنُهُ لِئَلّاَ يَكُوْنَ ذَلِكَ قَدْحًا فِى بَصِيْرَتِكَ وَاِخْمَادًا لِنُوْرِ سَرِيْرَتِكَ

“Jangan sekali-kali meragukan janji Allah karena belum terpenuhinya janji itu walau batas pelaksanaannya sudah sangat dekat, supaya yang demikian itu tidak menjadikan redupnya sinar mata hatimu dan memadamkan cahaya rahasia batinmu”.

Allah Lebih Mengetahui akan keadaan hamba-hamba-Nya, baik urusan dunia, agama maupun akhirat, terlebih urusan rizki-rizki bagi mereka, karena dengan urusan rizki-rizki itu manusia akan menjadi selamat atau tidak. Allah tidak mengingkari janji-Nya bahwa setiap hamba-Nya yang berdo’a dengan benar kepada-Nya pasti dikabulkan. Sebagaimana ditegaskan oleh firman-Nya:

 “Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tapi kebanyakan manusia tak mengetahui”.
 (QS. 30; 6)

Namun demikian, bagi hamba-hamba beriman—berkat kasih sayang-Nya yang dalam kepada mereka—apa saja yang diberikan kepadanya haruslah yang menjadikan mereka lebih baik. dalam hal ini Allah adalah yang lebih mengetahuinya. Allah menegaskan dengan firman-Nya : “Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat”. (QS. 42; 27)

Oleh karena itu, jika ada janji Allah yang seakan-akan belum terpenuhi, padahal menurut pengetahuan dan perasaan seorang hamba yang sedang terdesak, seharusnya saat terpenuhinya janji itu sudah sangat mendesak, bahkan sudah tidak ada waktu lagi untuk tertunda. Meskipun keadaannya demikian, janganlah menjadikan hati seorang hamba ragu kepada Allah .

Siap Menerima Kenyataan

Bagaimanapun keadaan yang akan dan sedang terjadi, hati seorang hamba yang beriman hendaknya tetap yakin serta siap menghadapinya, bahwa apa saja yang dikehendaki Allah pastilah yang terbaik untuk dirinya. Supaya matahati dan cahaya rahasia batin tidak menjadi redup dan padam. Sebab, ketika ujian-ujian hidup itu sudah cukup menurut pandangan Allah, dan ketika seorang hamba telah melewatinya dengan nilai yang baik, maka problematika kehidupan dan bahkan konflik-konflik horizontal yang telah berlalu, sesungguhnya merupakan proses masuknya ilmu pengetahuan dalam hati yang tinggi nilainya. Itulah ilmu rasa, ilmu pengetahuan yang dapat mematangkan jiwa manusia. Ilmu pengetahuan yang mampu menebalkan keyakinan, membakar lapisan kabut hati sehingga menjadikan matahati seorang hamba semakin cemerlang dengan Nur Ma’rifat kepada Allah.

Hanya dengan cara seperti itulah Allah memperjalankan kehidupan para hamba pilihan-Nya dan bahkan para nabi dan rasul-Nya. Diperjalankan dengan realita kehidupan yang sesungguhnya, menghadapi kesulitan dan tantangan serta goncangan-goncangan hidup yang berat: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS. al Baqarah; 214) Namun demikian, ketika keadaan benar-benar telah mendesak baru pertolongan-Nya diturunkan, karena sungguh sedikitpun Allah tidak akan mengingkari janji-Nya.

MARI MENGENAL SYAITAN

Kata syaitan (setan) terambil dari akar kata syathana, yang berarti “jauh” karena yang bersangkutan jauh dari rahmat Tuhan. Ada juga pendapat yang menyatakan, bahwa kata itu terambil dari akar kata syaatha, yang berarti “terbakar” boleh jadi karena ia akan terbakar di neraka dan juga membakar hati dan fikiran untuk berbuat hal2 yg dilarang oleh Allah sehingga hati tidak menjadi tenang ( terbakar ). Atau dari kata syatha, yang berarti “tepi”, karena ia berada di tepi. Ini bersumber dari konsep bahwa segala yang baik berada di tengah dan yang di tepi ( ekstrem kiri atau kanan ) adalah buruk.

Syetan adalah Sifat yang mengajak kepada keburukan dengan  gambaran yg disenangi oleh hawa Nafsu… Ia tidak terbatas pada jin atau makhluk halus, tetapi juga boleh jadi manusia. QS al-An’am (6) : 112 menjelaskan bahwa “setan dan jin dan manusia saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk memperdaya.”

Atas dasar ini, ulama merumuskan bahwa setan adalah: “Segala makhluk Tuhan yang durhaka kepada-Nya dan mengajak kepada kedurhakaan. Bahkan ulama menegaskan bahwa Al-Quran tidak hanya menggunakan kata syaitan untuk jin dan manusia, tetapi juga binatang yang melapaui batas dalam sikap / kelakuannya.. Kata syaitan juga digunakan untuk sifat yang buruk bukan pelakunya. Al-Raghib al-Asfahaniy, seorang pakar bahasa, mengutip hadis Nabi SAW yang menyatakan bahwa: ”Dengki adalah setan, marah adalah setan.” Sehingga pada akhirnya ia berpendapat bahwa syetan merupakan nama bagi segala yang buruk dari sifat manusia. Bisikan baik yang didengar hati manusia bersumber dari malaikat. Bila buruk, sumbernya setan. Namun, boleh jadi juga ia datang dari diri manusia. Dalam surat Yusuf (12) : 53, Al-Quran menyatakan :

”Sesungguhnya nafsu manusia adalah pendorong kepada kejahatan ( inna al-nafsu la ammarah bi al-su’..

Ulama-ulama tasawuf membedakan antara bisikan setan dan bisikan buruk hati manusia.. Ini berbeda dengan setan. Setan, bila gagal merayu pada satu kejahatan/keburukan, akan berpindah pada kejahatan/keburukan yang lain, yang lebih rendah. Tetapi tidak pernah berhenti, atau puas. Karena itu, begitu berhasil, ia akan pindah kepada yang lain. Sehingga, manusia menjadi setan sepertinya. Atau, dengan kata lain, durhaka kepada Tuhan, dan mengajak orang lain kepada kedurhakaan.Iblis adalah termasuk komunitas Jin, karena ia membangkang perintah Allah maka disebut dengan Iblis. Ia bukanlah dari golongan Malaikat. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah..

Dan ketika kami katakan kepada para Malaikat bersujudlah kalian kepada Adam, maka bersujudlah mereka semua kecuali Iblis adalah dia dari golongan Jin maka dia durhaka dari perintah Tuhannya”. (QS. al-Kahfi 18:50), jadi Setan itu Sifat. Setan bukan sosok makhluk tersendiri, tapi hanyalah sifat dan sebutan bagi setiap Pembangkang dari golongan Jin dan Manusia.. Dan sebagai musuh bagi setiap orang beriman. Terkadang Allah menyebut Iblis dalam al-Qur’an dengan sebutan Setan. Allah berfirman, “Dan demikianlah kami jadikan bagi setiap Nabi itu musuh, yaitu Setan-Setan (dari jenis) Manusia dan (dari jenis) Jin”. (QS. al- An`am 6:112)..

Nyatalah bahwa Setan merupakan Kata Sifat bukan Jenis Makhluk. Dan Iblis merupakan dari golongan Jin yang Membangkang, selanjutnya disebut Rajanya Setan (Pembangkang).. Setan/Syaitan = Sifat Buruk / Jauh dari Kebenaran (bisa menjangkiti manusia & jin) Iblis = Golongan Jin yang membangkang kepada Allah..

Perbedan tafsir ulama tentang iblis adalah ada yang mengatakan bahwa iblis sebagian dari jin yang fasik ( dalam surat alkahfi ayat 50) dan ada juga pendapat ulama yang mengatakan iblis adalah bahagian dari malaikat yang fasik ( dalam surat al baqarah ayat 34). Dalam suatu kitab dinyatakan bahwa iblis ahli ibadah, dan tinggal di surga dan ibadah nya lebih baik dari malaikat. Tapi dosanya hanya satu, yaitu tidak mau sujud kepada Adam..

Jin adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dari api. Yang memebedakan jin dengan iblis adalah tugasnya. Tugas jin adalah untuk beribadah kepada Allah seperti yang disebutkan dalam surat Adz dzaariyaat ayat 56 yang artinya “tidaklah diciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada Allah. Setan itu bermakna lebih kepada sifat yang dimilki makhluk Allah. Sehingga semua iblis pasti setan. Sifat setan ini selalu mengajak pada keingkaran kepada Allah SWT.

Pada surat an nas telah disebutkan oleh Allah jenis-jenis setan, yakni :

1. Setan manusia: Setan yang paling berbahaya adalah setan manusia. Setan jenis ini dapat kita lihat sehari-hari dengan nyata. Setan inilah yang kita hadapi sehari-hari yang sering mengajak manusia bermaksiat kepada Allah..

2 Setan Jin: Setan jin adalah setan yang tidak terlihat oleh kasat mata. Karena ada sifat setan pada jin maka dari ada jin kafir dan jin muslim. Jin kafir lah yang selalu mengajak manusia untuk bermaksiat kepada Allah. 

Bisikan dari Iblis : berada di sebelah kiri yaitu selalu bertentangan dengan Allah. Iblis juga membisikkan suatu perbuatan yang baik dengan tujuan :

1. Agar manusia lebih mementingkan perkara yang tidak wajib dan meninggalkan perkara yang wajib..

2. Agar lebih terperosok kepada dosa yang lebih besar. Setan menghasut kepada riya padahal niat awal kita bagus..

Bisikan dari Malaikat : berada di sebelah kanan dan selalu membisikkan perbuatan yang sesuai dengan hukum-hukum Allah.. Nafsu merupakan bisikan yang berada diantara malaikat dan Iblis..

Ciri-ciri dari nafsu sebagai berikut:

1. tidak berfikir akibat dari suatu perbuatan
2. senang akan sesuatu yang indah-indah,
3. nafsu cenderung mengikuti bisikan setan,
4. ketika mendapat musibah nafsu akan ingat kepada Allah sedangkan ketika mendapat nikmat maka lupa kepada Allah..

Bagaimana membedakan apakah bisikan tersebut mudhorot ataupun manfaat dan bertentangan dengan agama atau tidak. Jawabannya, kita harus belajar agama, belajar dan terus belajar agar kita mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak menurut agama. itu salah satunya cara.

“Dan ketika kami katakan kepada para Malaikat bersujudlah kalian kepada Adam, maka bersujudlah mereka semua kecuali Iblis adalah dia dari golongan Jin maka dia durhaka dari perintah Tuhannya”. (QS. al-Kahfi 18:50)..

Setan itu Sifat. Setan bukan sosok makhluk tersendiri, tapi hanyalah sifat dan sebutan bagi setiap Pembangkang dari golongan Jin dan Manusia, dan sebagai musuh bagi setiap orang beriman. Terkadang Allah menyebut Iblis dalam al-Qur’an dengan sebutan Setan. Allah berfirman,

“Dan demikianlah kami jadikan bagi setiap Nabi itu musuh, yaitu Setan-Setan (dari jenis) Manusia dan (dari jenis) Jin”. (QS. (QS. al- An`am 6:112).

Berarti manusia bersifat setan wujud manusia sifat setan maka itu di namakan setan dari golongan manusia .. seperti hal nya syetan dari golongan jin .. Wassalam.

No comments:

Post a Comment