Monday, January 18, 2016

JANGANLAH MEMBANGGA DIRI

Telah berkata Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani. Pada petang hari Ahad yang bertempat di Madrasah pada tarikh 19 Syawal tahun 545 H.

Orang yang membangga diri (al-mura'l) pakaiannya nampak bersih, tetapi hatinya gundah. Ia membenci mubah (mubashat). Malas bekerja. Makan agamanya. Tidak bersifat wira. Makan makanan yang jelas haram. Selalu menyembunyikan sikapnya di hadapan umum. Tidak di hadapan orang-orang khas. Seluruh 'zuhud' dan 'taat'-nya nampak pada lahirnya. Lahirnya ramai, namun batinnya rosak.

Celaka! Jika hanya taat kepada Allah Azza Wajalla dalam hati saja. Tidak disertai dengan tingkah laku nyata. Hal-hal tersebut berkaitan erat dengan hati dan nurani, serta dengan 'dunia dalam". Tukarlah pakaian yang selama ini kamu kenakan. Nanti akan kuambilkan pakaian untukmu dari Allah Azza Wajalla, yang tidak dapat rosak dan tidak memerlukan ganti. Sekali lagi tukarlah! Allah Azza Wajalla akan mengganti pakaianmu itu. Tinggalkan sikap selalu sibuk dengan makhluk dan bersekutu dengan mereka.
Tukarlah pakaian 'syahwat', sombong,ujub, nifak, suka dipuji makhluk, senang disanjung dan senang kepada pemberian segala daya dan kekuatan serta semangat untuk menukarkannya. Letakkan dirimu di hadapan Allah Azza Wajalla. Dengan tiada daya, kekuatan dan tidak bersama apa- apa. Juga dengan tanpa syirik dengan makhluk.

Jika semuanya itu sudah kamu penuhi, tentu akan kamu temui 'kasih sayang" Allah s.w.t. Selalu melimpah padamu. Kurnianya mempersatukanmu. Nikmat dan anugerah-Nya akan memberikan pakaian dan melindungimu, berlarilah kepada- Nya. Rebahkan dirimu di hadapan-Nya. Berlindunglah kepada- Nya, sendirian, tanpa orang lain. Berjalanlah menuju kepada- Nya secara terpisah dari orang lain, sehingga Dia berkenan melindungimu dan mempertemukanmu, kamu dengan kekuatan lahir, dan hatimu. Sehingga seandainya seisi alam ini terkunci bagimu, dan beban berat dipikulkan padamu, semuanya itu tidak akan membahayakanmu, bahkan memeliharamu.

Barang siapa merosak makhluk dengan kekuatan 'tauhidnya", atau memusnahkan dunia dengan kemampuan 'zuhud'nya, serta menolak apa saja selain Allah s.w.t. dengan semangat cintanya, bererti telah sempurna kebaikan dan keberhasilannya dan mendapatkan kebaikan, baik dunia mahupun akhirat. Hendaklah kamu selalu melaksanakan amanat memerangi nafsu, kesenangan dan syaitan-syaitan kamu, sebelum kamu mati. Hendaklah kamu rasakan 'mati khas", sebelum 'mati umum’.

Saudara-saudaraku! Penuhilah! Sebab aku mengajakmu menghadap ke hadirat Allah Azza Wajalla. Aku mengajak kamu ke ambang pintu-Nya dan untuk taat kepada-Nya, bukan kepada dirimu. Orang munafik (hipokrit) tidak mungkin mengajak makhluk ke hadapan Tuhan. Melainkan mengajak menghadap kepada diri mereka. Mereka mencari penghormatan dan pengakuan serta tamak kepada hal-hal duniawi.
Hai orang jahil.

Mula-mula engkau haruslah bergaul dengan para syeikh. Membinasakan nafsu, kesenangan dan segala sesuatu selain Allah Azza Wajalla. Engkau harus selalu menghadap pintu rumahnya, yakni para syeikh. Baru setelah itu pisahkan dirimu dengan mereka. Bersilalah di persadamu sendirian, hanya bersama Allah Azza Wajalla. Jika semuanya itu telah engkau capai, nescaya engkau akan jadi 'ubat' bagi makhluk. 

Menjadi 'petunjuk' yang menuntut mereka, atas lain Allah Azza Wajalla. Selama ini, lisanmu jauh dari dosa, tetapi hatimu jahat. Lisanmu memuji Allah Azza Wajalla, namun, hatimu menentang-Nya. Lahirnya kamu muslim, tetapi batinnya, kamu kafir. Lahirmu bertauhid, namun hatimu musyrik. Zuhudmu hanyalah pada lahirnya saja, agamamu pun demikian. Batinmu hancur lebur bagaikan kamar kecil: lahirnya kukuh, dalamnya busuk. Bagaikan pula pedal ayam pada penimbun baja. Jika kamu demikian, tentu syaitan akan bersemayam dalam hati dan menjadikannya sebagai tempat tinggal.

Orang mukmin mengawal dirinya dengan membangun batinnya. Kemudian baru membangun lahirnya. Sebagaimana orang yang membangun rumah membelanjakan sejumlah wangnya, untuk mengisi rumahnya itu, sebelum pintunya terbuat rapi. Demikianlah. Dimulai dengan izin Allah Azza Wajalla dan keredhaan-Nya. Kemudian beralih kepada sesama makhluk atas izin-Nya. Lebih dulu mengarah kebersihan 'ukhrawi', baru kemudian mengambil hak-hak ‘duniawi'.

No comments:

Post a Comment