Ada seorang tamu yang bertanya kepada Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, “Habib saya minta diceritakan kisah Rasulullah Saw walaupun sedikit saja”. Maulana Habib Luthfi terdiam. Kemudian tamu bertanya kembali, Apakah perasaan rindu kepada Rasulullah Saw nyata atau halusinasi? Maulana Habib Luthfi menjawab, perasaan itu nyata, itu hubungan antara Rasulullah saw dengan umatnya. Bukan halusinasi.
Kemudian sambil terisak menahan tangis, bertanya kepada Habib Luthfi bin Yahya, Apakah Rasulullah saw tahu dinamika dan detail kehidupan yang dijalani oleh umatnya? Maulana Habib Luthfi bin Yahya menjawab : “Kalau tidak tahu dunia ini akan hancur. Rasulullah saw dengan ijin Allah menjaga kehidupan umat manusia, menjaga bumi ini. Jangankan Nabi saw, para walipun tahu. Oleh sebab itu para wali sentiasa memohon kepada Allah untuk menghindarkan musibah dari manusia dan memberikan segala kebaikan bagi kehidupan manusia di bumi”.
Maulana Habib Luthfi bin Yahya melanjutkan, “kerana kasih sayang Nabi kepada umatnya, umat mudah sekali bertemu dengan Rasulullah saw (melalui mimpi maupun secara langsung). Bahkan, lebih mudah bertemu Nabi saw daripada bertemu para wali, wakil-wakil Nabi di bumi ini”. Kemudian Maulana Habib Luthfi bin Yahya membaca beberapa bahagian dari kitab Sa’adat darain, yang disusun oleh Syeikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani.
“Diantara manfaat terbesar membaca Shalawat kepada Nabi Saw adalah dapat melihat Nabi saw dalam mimpi. Dan akan terus meningkat kualitas mimpinya seiring semakin banyaknya shalawat yang dibaca, sampai bisa melihat Nabi saw dalam keadaan terjaga. Nabi saw bersabda, “Siapa saja yang melihatku dalam mimpi, maka ia telah melihatku secara nyata (hak)”. Jika ingin bertemu Nabi Saw maka hidupkanlah waktumu dengan memperbanyak shalawat.
Dalam ada beberapa hadis lain tentang mimpi bertemu Nabi, yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, diantaranya hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar: “Siapa saja yang melihatku dalam mimpi, maka ia telah melihatku secara nyata, kerana sesungguhnya syaithan tidak dapat menyerupaiku”. Dalam hadis lain riwayat Abu Hurairah, “Siapa saja yang melihatku dalam mimpi, maka ia telah melihatku secara nyata, kerana sesungguhnya syaithan tidak dapat menyerupaiku”. Hadis ketiga diriwayatkan oleh Thariq bin Asyim RA.
Menurut ulama, hadis ini berlaku secara umum, baik dahulu ketika Rasulullah saw masih hidup, maupun saat ini, ketika Rasulullah saw sudah wafat. Lalu apakah ini berlaku bagi mukmin ahli maksiat yang bermimpi melihat Nabi Saw? Menurut ulama, berlaku secara umum baik yang bermimpi orang yang taat maupun mukmin yang tidak taat. Mukmin yang tidak taat yang bermimpi bertemu Nabi saw menjadi pertanda ia akan mendapatkan petunjuk untuk melakukan ketaatan. Nabi saw bersabda, “kalian yang akan dimasukan kedalam surga, akan diberi taufiq untuk beramal baik, meskipun hanya tinggal selangkah lagi ke neraka.
Hadis-hadis ini menjadi kabar baik dari Nabi saw untuk umatnya diakhir zaman. Sebagaimana disampaikan Nabi saw, diakhir zaman kelak ada umatnya yang secara suka cita mengeluarkan sedekah, dan beramal kebaikan dengan harapan bisa bertemu Nabi saw. Nah, hadis-hadis tadi menjadi pelipur lara bagi umat yang ingin melihat Nabi. Dan Nabi menyatakan, bahwa mereka yang melihat Nabi dalam mimpi, akan berjumpa dengan Nabi dalam keadaan terjaga.
Dikisahkan suatu ketika, Ibn Abbas bermimpi bertemu Nabi, Ibn Abbas ingat sabda Nabi tentang orang yang melihat Nabi dalam mimpi. Kemudian Ibn Abbas menceritakan mimpinya kepada Shafiyah istri Nabi saw. Shafiyah memberikan jubah dan cermin yang pernah digunakan Nabi saw. Pada saat Ibn Abbas bercermin, yang Nampak dalam cermin adalah wajah Nabi saw, bukan wajahnya”.
Habib Luthfi menambahkan, melihat Nabi secara langsung bisa dengan dua kondisi, bisa dengan yaqdztan, bisa dengan thariq kasyf. Melihat Nabi dengan thariq kasyf, terjadi seketika, seperti saat berhadapan dengan orang lain, saudara, guru, atau orang lainnya, tiba-tiba yang tampak dari wajah orang lain itu adalah wajah mulia Nabi saw. Seperti kasus, Ibn Abbas bercermin dengan cermin Nabi saw, akan tetapi yang tampak dalam cermin bukan wajah ibn Abbas melainkan wajah mulia Nabi Muhammad saw.
Terakhir Maulana Habib Luthfi mengatakan, untuk menjaga hubungan dengan Nabi saw adalah dengan memperbanyak shalawat kepada Nabi. Dan shalawat adalah tali silaturahim kita kepada Rasulullah saw. (Tsi).
No comments:
Post a Comment