Thursday, February 25, 2016

KISAH SUFI TERTINGGAL SUBUH BERJAMAAH DI MASJID

Badiuzzaman Said Nursi merupakan salah satu ulama kebanggaan kaum Muslimin. Sejak usia belia, Said memiliki kualitas ruhani dan pikiran yang cemerlang hingga melampaui pencapain para ulama lain di masanya. Said melalang buana, memuaskan dahaga intelektualitas dan pencarian spiritualnya dengan berguru kepada banyak orang alim. Dalam perjalanan panjang sang Said, ada satu episode yang dijadikan celah oleh orang yang berpenyakit hatinya untuk menyerang sufi Said.

Lantaran sibuk berguru, berdakwah, dan menyelesaikan berbagai persoalan umat, sufi Said Nursi kelelahan, setelah malamnya juga sibuk beribadah. Lelahnya itu berdampak sampai menjelang Subuh hingga sang sufi tertinggal dari shalat Subuh berjamaah di masjid. Bukan kesiangan atau shalat Subuh di luar waktu, Said Nursi hanya tertinggal berjamaah di masjid dekat rumahnya. Ia tetap shalat tepat waktu, di rumahnya.

Oleh mereka yang sakit hati dan iri lantaran kecerdasan Said di berbagai bidang keilmuan, tidak berjamaahnya Said dijadikan sebagai senjata mematikan untuk melakukan serangan. Disebarkanlah berbagai desas-desus hingga fitnah kepada Said. Hingga berhari-hari setelahnya, dalam masa yang lama.

Para murid Said Nursi sempat terpancing dan hendak melampiaskan kemarahannya. Namun, sang sufi berhasil mendinginkan amarah para muridnya hingga persatuan di antara kaum Muslimin senantiasa terjaga di masa itu. “Yang salah adalah diriku. Aku telah mendapatkan dua hukuman sekaligus. Satu, teguran dari Allah. Dua, celaan dari manusia.” ujar sufi Nursi kepada murid-muridnya. Terkait sebab ketertinggalannya dari Subuh berjamaah di masjid, sufi Said Nursi melanjutkan, “Aku tertinggal Subuh berjamaah karena meninggalkan wirid malam yang sudah menjadi kebiasaanku.”

Seperti inilah akhlak orang-orang shalih yang dekat dengan Allah Ta’ala. Kesalahan yang kita anggap kecil bahkan biasa adalah aib sangat besar dalam sejarah kehidupan mereka. Hal itu pun bisa dijadikan pelajaran sangat berharga hingga hikmahnya melintasi zaman, menembus sekat-sekat waktu ratusan tahun sepeninggalnya.

Saatnya berkaca. Berapa usia kita? Bagaimana Subuh dan shalat kita yang lainnya? Adakah malu saat tak bisa berjamaah di masjid? Ataukah kita senantiasa bersengaja meninggalkan jamaah karena satu dan lain alasan yang diada-adakan? Ataukah kita terbiasa kesiangan hingga shalat Subuh sesaat sebelum matahari terbit?

No comments:

Post a Comment