Di kalangan santri, dunia wirid dan kalimah thayyibah sudah tidak asing lagi. Ada satu pertanyaan yang sering muncul dari para santri soal perlu atau tidaknya Hizib atau wirid itu diwirid dengan Guru. Habib Luthfi bin Yahya dari Pekalongan memberikan jawaban bahwa Hizib boleh saja dibaca tanpa ijazah Guru. Tapi akan lebih mulia (afdlal) jika Hizib dibaca dengan ijazah dan bimbingan dari Guru yang ahli. Sebab sejak awal dirancang oleh para waliyullah untuk kalangan tertentu dan mempunyai kemampuan lebih. Dan dalam bacaan Hizib terkandung “dosis tingkat tinggi”.
Orang awam tidak bisa memahami kadar dosis itu karena dalam Hizib terkandung banyak sirr (rahasia). Misalnya ada bacaan ayat al-Qur’an yang tidak terkait dengan bacaan do’a sebelumnya, padahal semestinya itu sangat terkait dari asbabun nuzulnya.
Dalam Hizib terkandung makna ismul a’dzam (nama keagungan Allah) yang dibuat secara khusus oleh para waliyullah. Dan Hizib disusun bukan karena keinginan pengarang (muallif), sebab Hizib adalah ilham dari Allah. Dan adapula Hizib yang langsung didapatkan dari Rasulullah SAW seperti Hizib Bahr-nya Al Imam Al Habib Abul Hasan Ali Asy Syadzili. Sehingga Hizib itu mempunyai fadlilah dan khasiyat yang luar biasa.
Bagi Habib Luthfi, pengamal Hizib juga ada syarat usia yang harus dipenuhi. Sebab para pengamal Hizib biasanya selalu dihadapkan berbagai ujian. Ada yang hatinya mudah panas, sehingga cepat marah. Ada yang membentuk kehebatan dan membuat orang lepas kontrol dan merasa diri paling hebat atau benar. Ada yang rejekinya panas dan menguap tanpa bekas dan ada pula yg berantakan kondisi rumah tangganya.
Maka lebih afdlal Hizib memerlukan ijazah dari ulama atau guru yang sangat mumpuni dalam arti mempunyai sanad ijazah Hizib yang bersambung dan paham dosis Hizib. Selain itu dibutuhkan guru yang membimbing agar menjadi orang shaleh dan istiqamah mendampingi dari efek negatif membaca Hizib.
Itulah pentingnya ilmu yang berdasar arahan guru dan pentingnya santri dekat dengan ulama, kyai, pemberi ijazah Hizib agar hidup bertambah barokah dan istiqamah.
Maka perintah duduk bersama para ulama dan mendengarkan kata bijak dari ahli hikmah menjadi tauladan yang patut selalu dijalani. Dari ulam dan ahli hikmah ini akan lahir nasehat dan kebijaksanaan hidup di dunia dan akhirat
Macam Wirid
Definisi wirid disini mencakup berbagai doa atau kalimat yang dibaca di berbagai kesempatan baik setelah sholat atau dikala punya hajat penting dan sebagainya. Perlu diketahui pembagian wirid agar kita sendiri bisa mengira-ngira apa fungsi, dosis dan waktu yang afdhol dalam mengamalkan wirid tersebut. Ada dua jenis wirid/hizib yang dibagi berdasarkan asalnya :
1. Ma'tsur, di ambil dari al-Qur'an atau Hadits Nabi SAW secara literal , doa doa ini terdapat dalam Al-Quran seperti doa sapu jagad (robbana atina dst), atau doa iktirof (robbana dzolamna anfusana dan seterusnya). Dalam hadits Nabi kita bisa membaca berbagai macam doa di dalam karya Al-Imam An-Nawawi Ad-Dimasyqi yakni Al-Adzkar An-Nawawiyah.Wirid jenis ini lebih utama daripada wirid yang bukan ma'tsur.
2. Ghoir Ma'tsur, wirid ini hasil racikan dan eksperimen namun substansinya tetap mengacu kepada Al-Quran atau hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam. Hizib termasuk kategori ini, karena terdapat berbagai ‘rahasia’ di balik hizib ini, maka perlu pembimbing atau mursyid yang berlisensi sekaligus berpengalaman, hizib ibarat obat yang diracik oleh para guru mursyid karena dosisnya yang khusus namun biasanya cukup berat, tidak dianjurkan bagi para pemula untuk mengamalkan tanpa bimbingan dan ijazah seorang Mursyid.Pada umumnya wirid atau hizib ini diperoleh langsung dari Nabi secara ghaib walaupun secara fisik Nabi sudah wafat tetapi pada hakekatnya beliau masih hidup.
No comments:
Post a Comment