Di Masjid Al-Azhar, Mesir, Syaikh Usamah Sayyid Al-Azhari sedang membacakan kitab As-Syama'it Al-Muhamadiyah karya Imam At-Tirmidzi di hadapan para muridnya. Tiba-tiba datang seekor kucing mendekatinya. Bukannya mengusir, Syaikh Usamah malah membelai kucing itu dengan lembut. Merasa diterima dengan baik, 'si meong' makin leluasa. Dia melompat ke atas mejanya Syaikh Usamah lalu tidur-tiduran santai. Dia seakan ikut mendengarkan Syaikh Usamah yang masih terus membacakan Hadits-hadits mengenai keutamaan Rasulullah SAW.
Sesaat kemudian, pengajar ilmu Hadits di Universitas Al-Azhar itu menghentikan pembacaan Hadits. Ia ganti mengisahkan rekan sejawatnya, Imam Abu Barakat Ad Dardir yang juga mengajar di Masjid Al -Azhar. Saat itu ulama Malikiyah ini menyaksikan ada muridnya yang mengusir seekor kucing yang memasuki halaqah. Entah mengapa, Imam Ad-Dardir sedih dengan kejadian itu. Hingga akhirnya dia bangkit dari kursi lantas mengambil kucing itu dan meletakkannya di sampingnya. Tak hanya itu, dia juga memberi makan hewan itu dengan bekal makanan yang dia bawa.
Di hari selanjutnya, setiap mengajar Imam Ad-Dardir memberikan makanan bekalnya untuk kucing hingga kucing-kucing lain pun berdatangan. Untuk selanjutnya, setiap Imam Ad-Dardir masuk ke Masjid Al-Azhar kucing-kucing pun berdatangan dan berkumpul di kakinya hingga jumlahnya 100 ekor lebih. Syaikh Usamah juga menyampaikan bahwa di masa Dhahir Baibres berkuasa di Mesir, perwakafan berupa penyediaan air minum di kota- kotanya sangat digalakkan. Bukan hanya untuk manusia, bahkan tempat minum untuk hewan-hewan pun dibangun bertingkat. Bangunan yang tinggi untuk binatang semisal kuda dan keledai, yang di bawahnya untuk anjing, dan yang paling bawah untuk kucing, Apa yang terlihat dari perilaku Syaikh Usamah dan apa yang ia kisahkan mengenai akhlak para ulama terhadap hewan juga terlihat dari para ulama klasik lainnya. Akhlak itu diabadikan dalam kitab-kitab biografi dan sejarah. Berikut ini kisah-kisah para ulama saat berinteraksi dengan binatang.
TlDAK MEMUTUSKAN HARAPAN ANJING
Suatu saat, Imam Ahmad bin Hanbal memperoleh kabar bahwa ada seseorang di wilayah Wara' an Nahar (Asia Tengah) yang memiliki Hadits tsulastiyat (Hadits yang antara orang yang mengeluarkan dan Rasulullah SAW ada tiga perawi). Tersebab itu, Imam Ahmad memutuskan melakukan perjalanan mencari orang tersebut.
Tiba di tempat, Imam Ahmad bertemu dengan seorang syaikh yang sedang memberi makan seekor anjing. Imam Ahmad pun menyampaikan salam dan syaikh tersebut membalas dengan salam pula. Namun setelah menjawab salam, ia kembali sibuk memberikan makanan kepada anjing. Setelah syaikh itu selesai memberi makanan pada anjing, Imam Ahmad bertanya,"Sepertinya Anda lebih memperhatikan anjing tersebut daripada saya?" Syaikh menjawab,"Iya, telah sampai kepadaku sebuah Hadits dari Abu Az-Zanad dari AI-Nraj dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa memutuskan harapan siapa yang menaruh harapan kepadanya, maka Allah akan memutuskan harapannya dari-Nya di hari Kiamat dan dia tidak masuk surga: Dan negeri kami ini bukanlah negeri yang dihuni oleh anjing, sedangkan anjing ini datang kepadaku, maka aku takut memupuskan harapannya:' Mendengar jawaban itu, Imam Ahmad menyatakan,"Hadits tersebut cukup bagi saya:' Beliau pun kembali pulang. (Ghidza’ AlAlbab, As-Safarini)
ANJING PUN BERHAK ATAS JALAN
Perilaku mulia terhadap hewan juga ditunjukkan oleh Imam Abu Ishaq As-Syirazi. Suatu saat ia berjalan bersama para sahabatnye. Di tengah perjalanan terlihat seekor anjing berjalan berlawanan dengan arah rombongan. Salah seorang dari mereka menghardik anjing tersebut. Menyaksikan peristiwa itu, Imam Abu Ishaq memberi nasihat kepada sahabatnya itu, "Apakah engkau tidak tahu, bahwa baik saya maupun anjing itu memiliki hak atas jalan ini?" {Al-Majmu, An-Nawawi}
TIDAK MERENDAHKAN HEWAN
Bukan hanya tidak boleh menyakiti secara fisik, bahkan melakukan perbuatan yang bertujuan merendahkan hewan pun dikecam oleh ulama. Imam Tajuddin As-Subki mengisahkan,"Suatu saat aku duduk di beranda rumah kami dan datanglah seekor anjing. Lalu aku mengatakan,'Paling buruk adalah anjing anaknya anjing: Ayahku (Syaikh AI-Islam Taqiyuddin As Subki) pun menegurku dari dalam rumah. Dan aku pun menjawab, 'Bukankah benar kalau anjing adalah anak anjing?' Beliau mengatakan, 'Iya, (tapi) tidak boleh ada unsur penghinaan:'(Al-lthaf As-Sadah AlMuttaqin, Az Zabidi)
MENGGUNTING BAJU AGAR TIDAK MENGGANGGU TIDUR KUCING
Mengorbankan pakaian demi kenyamanan istirahat seekor kucing dilakukan oleh Syaikh Ahmad bin Ali Rif'ah, ulama besar penganut mazhab Syafie yang dikenal karena zuhud dan akhlaknya. Suatu saat, seekor kucing tidur di kantung baju ulama ini, sedangkan waktu shalat telah tiba. Dari pada menyuruh pergi sikucing, Syaikh Ahmad memilih menggunting kantong bajunya agar kucing yang sedang tidur itu tidak terusik. Setelah itu baru ia beranjak melaksanakan shalat.
Dan setelah melaksanakan shalat, Syaikh Ahmad mendapati si kucing telah terjaga. Ia kemudian menyambung kembali kantung itu pada bajunya dengan menjahit. Usai menjahit,ia mengomentari keadaan bajunya, "Nah, tidak ada yang berubah kan!"Akhlak mulia Syaikh Ahmad dalam memperlakukan hewan juga terlihat di beberapa kejadian lainnya. Syaikh Ya'kub bin Quraz merupakan sahabat Syaikh Ahmad. Pada suatu musim dingin Syaikh Ya'qub ingin menemui Syaikh Ahmad. Tetapi, ia mendapati sahabatnya itu sedang berwudhu seraya memanjangkan tangan. Anehnya, Syaikh Ahmad membiarkan tangannya tidak bergerak dalam waktu yang lama.
Syaikh Ya'qub mencoba mendekat kepada Syaikh Ahmad. "Wahai Ya'qub, engkau telah mengganggu makhluk yang lemah ini;' kata Syaikh Ahmad. Merasa heran, Syaikh Ya'qub pun bertanya, "Siapa dia?" Syaikh Ahmad menjawab,"Nyamuk kecil, ia memakan rezekinya dari tanganku, lalu terbang karena kedatanganmu:' Pada kesempatan lain, Syaikh Ya'Qub pernah memperhatikan Syaikh Ahmad berbicara,"Wahai makhluk yang diberkahi, aku tidak tahu kalau engkau menyertaiku, aku telah membuat engkau jauh dari negerimu:' Ketika Syaikh Ya'kub mengamati, ternyata seekor belalang menempel di baju Syaikh Ahmad. Dan ia merasa bersalah karena rasa kasih sayangnya terhadap makhluk itu. (Thabaqat As Syafieyah Al-Kubra, As-Subki)
BURUNG MENDAPAT JATAH MAKANAN DARI BAITUL MAL
Tidak hanya para ulama, khalifah Islam pun memperhatikln nasib burung-burung di wilayahnya. Umar bin Abdul Aziz memperoleh laporan bahwa harta di baitul mal berlebih. Khalifah Abdul Aziz kemudian mengirim utusan untuk menyeru kepada khalayak, "Barangsiapa menjadi pegawai negara dan belum memiliki rumah, ia bisa membangun rumah dari harta baitul mal. Barangsiapa menjadi pegawai negara dan belum memiliki kendaraan, maka ia bisa membeli kendaraan dari baitul mal. Dan barang siapa menjadi pegawai negara dan memiliki tanggungan hutang, maka ia bisa melunasinya dari baitul mal:' Namun, setelah semua itu dilakukan temyata masih ada sisa dari harta baitul mal, Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk membagikannya kepada para faqir dari kalangan ahlul kitab hingga mereka tercukupi.
Sampai di situ kelebihan harta baitul mal masih belum habis. Khalifah Umar bin Abdul Aziz lalu memerintahkan, "Ini adalah anugerah dari Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Maka, sebarkanlah gandum di puncak-puncak gunung hingga tidak ada yang mengatakan, 'Ada burung kelaparan di negeri umat Islam:’ (Al-Amwal, Imam Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam).
No comments:
Post a Comment