Sebagian ahli ibadah telah berhasil meninggalkan hawa nafsunya secara total. Ruh meraka telah terpikat dengan alam malakut. Mereka menikmati keindahan hidup. Melupakan segala kondisi yang terjadi di dunia, baik berupa kesulitan-kelapangan, kemuliaan-kehinaan, kenistaan-kenikmatan, dan panas-dingin kehidupan.
Semua kondisi ini pasti dialami mereka selama di dunia. Tapi, mereka bisa mencegahnya dengan cara tidak menyibukkan diri di dalamnya dan tidak meninggalkan tujuan yang ingin mereka capai. Hawa nafsu mereka telah terkendali dari merasakan semua kesenangan itu. Bahkan, mereka mau memerangi segala hal demi mengecap kenikamatan dalam taqarrub kepada Allah SWT. Jadi, mereka mampu meredam gejolak hawa nafsu mereka demi menaati Allah.
Pada saat itulah tubuh mereka terasa ditarik ke alam malakut dan ruh mereka dibawa, sedangkan pandangan mereka menatap tajam kepada-Nya. Kalbu mereka menuju Raja Yang Mahatinggi. Kapan pun diseru, mereka akan memenuhi-Nya.
Hal ini bisa terjadi karena dalam diri mereka telah tertanam dan bersemayam rasa cinta kepada Allah SWT. Perasaan ini disebut cinta karena ia bermuara pada kalbu. Dan, kalbu merupakan pangkal segala gerak tubuh.
Hari-hari mereka dipenuhi dengan munajat kepada Allah. Di akhirat kelak, mereka hanya mengharapkan ampunan Allah dan surga-Nya. Di dalam surga, mereka hanya berharap bertemu dan melihat-Nya, serta mendengar firman-Nya dengan limpahan ridha dari-Nya. Keridhaan Allah merupakan bagian terbesar yang begitu indah. Keridhaan Allah itu sudah cukup sebagai bentuk penghormatan untuk mereka.
Allah SWT berfirman, “Berbahagialah! Ucapan (penghormatan)dari Tuhan yang Maha Penyayang.” (QS Yasin [36]:58). Saat berbicara, tidak ada penghalang antara mereka dan Allah SWT. Disarikan dari kitab Manazil al-‘Ubbad min al-‘Ibadah, karya Imam Hakim At-Tirmidzi (W. 320 H).
No comments:
Post a Comment