Ilmu tasawuf bisa dianggap sebagai ilmu menata batin. Kalau ilmu fikih mengajarkan syariat atau aturan-aturan secara lahiriah, maka ilmu tasawuf ada untuk menyempurnakannya. Karena ibadah lahiriah kita tidak akan sempurna atau bahkan sia-sia jika hati atau batin kita tidak mendukung kebaikan lahiriah kita. Tentu saja, kita juga harus hati-hati dalam mempelajari ilmu tasawuf karena tidak semua golongan ahli tasawuf mengikuti sunnah Rasulullah s.a.w dan menurut Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dalam salah satu kitabnya yg berjudul Sirrul Asrar, golongan ahli tasawuf ada 12.
2). Halawiyah: Golongan Halawiyah adalah salah satu golongan kufur yang memiliki pandangan bahwa melihat tubuh wanita yang cantik dan pria yang tampan bukanlah sesuatu yang haram. Golongan ini juga berpendapat bahwa menari, memeluk, dan mencium merupakan hal yang diperbolehkan (mubah) oleh agama.
3). Haliyah: Golongan ini memiliki syekh yang disebut "Halah", yang artinya adalah orang yang sudah tidak lagi terikat atau diatur oleh syariat. Dan hal ini benar-benar bidáh dan Rasulullah s.a.w tidak pernah mengajarkannya.
4). Auliya’iyah: Golongan ini termasuk kufur karena memiliki anggapan bahwa orang yang sudah mencapai derajat wali tidak lagi punya tuntutan syariat. Selain itu, golongan auliya'iyah berpandangan bahwa wali lebih unggul dari Rasulullah s.a.w karena ilmunya tanpa perantara, sedangkan Rasulullah s.a.w mendapat ilmunya melalui perantara Malaikat Jibril. Dan pandangan seperti itu sangatlah salah karena ilmu tasawuf yang benar menjadikan sunnah Rasulullah s.a.w sebagai pedomannya.
5). Tsamaraniyah: Golongan Tsamaraniyah dianggap kufur karena mereka tidak menganggap adanya halangan dengan kaum wanita. Selain itu, mereka menggugurkan tuntutan "amar" (perintah) dan "nahi" (larangan).
6). Hubbiyah: Golongan ini dianggap menyesatkan karena memiliki anggapan bahwa seseorang yang sudah mencapai derajat mahabbah tidak lagi terikat oleh aturan syariat, sehingga dia boleh tidak menutup aurat.
7). Huriyah: Golongan ini memiliki kesamaan dengan golongan Haliyah. Perbedaannya, golongan Huriyah memiliki pengakuan bahwa orang dalam kelasnya suka bersetubuh dengan bidadari, dan setelah sadar mereka akan mandi. Golongan ini juga termasuk sesat.
8). Ibahiyyah: Golongan Ibahiyyah tidak mengikuti amar makruf nahi munkar, serta menghalalkan yang haram dan membolehkan pergaulan tanpa nikah.
9). Mutakasilah: Golongan ini adalah golongan yang malas dan tidak mau berusaha. Golongan Mutakasilah mengaku sudah meninggalkan dunia, tapi pekerjaannya meminta-minta. Jadi bisa dibilang, secara batin mereka masih mengejar-ngejar dunia. Golongan ini juga berpandangan bahwa mereka kekal.
10). Mutajahilah: Golongan Mutajahilah adalah golongan ahli tasawuf yang sengaja memakai pakaian orang-orang fasik.
11). Wafiqiyah: Golongan ini memiliki anggapan bahwa tidak ada yang makrifat kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Sehingga, golongan ini meninggalkan upaya dalam mencari makrifat.
12). Ilhamiyah: Golongan ini meninggalkan ilmu dan bahkan melarang belajar. Selain itu, golongan Ilhamiyah juga menganggap bahwa Al-Qur'an adalah penghalang, serta menjadikan syair-syair sebagai penggantinya.
Keduabelas golongan ahli tasawuf di atas dikemukakan oleh Sulthan al-Auliya Syekh Abdul Qodir al-Jailani yang hidup pada sekitar abad ke-11 dan ke-12. Sedangkan jaman itu sudah beratus-ratus tahun yang lalu, sehingga bukan tidak mungkin kalau di masa sekarang banyak muncul lagi golongan yang baru, baik yang bercabang dari keduabelas golongan di atas maupun yang benar-benar baru. Dalam Sirrul Asrar, Syekh Abdul Qodir Al-Jailani mengemukakan bahwa ada dua cara untuk menentukan kebenaran tasawuf, yakni secara lahiriah dan batiniah. Secara lahiriah, ajaran tasawuf yang benar akan memegang teguh aturan syariat yang bersumber dari Rasulullah s.a.w. Sedangkan secara batiniah, penilaian ini hanya bisa dilakukan oleh ahlinya yang memiliki derajat yang tinggi.
NB. Tulisan ini mengalami sedikit pengurangan di sana sini. Untuk versi lengkapnya dapat ditemukan di referensi buku terjemahan Sirrul Asrar (Rasaning Rasa) karya Sulthan al-Aulia Syekh Abdul Qodir Al-Jailani yang diterjemahkan oleh K.H. Zezen Zaenal Abidin Zayadi Bazul Asyhab. Referensi: Buku terjemahan Sirrul Asrar wa Mazh-harul Anwar karya Syekh Abdul Qodir Al-Jailani. Penerjemah: K.H. Zezen Zaenal Abidin Zayadi Bazul Asyhab.
No comments:
Post a Comment