Konon, Prabu Brawijaya memilih mengasingkan diri di gunung tersebut lantaran menghindari kejaran anaknya, Raden Patah. Prabu Brawijaya menghindari pertumpahan darah karena menolak mengikuti aliran kepercayaan yang dianut Raden Patah. Beliau juga mendapat wangsit bahwa kejayaan Majapahit dengan kepercayaan Hindu akan pudar, dan diganti dengan kejayaan kerajaan baru yaitu Demak, yang dipimpin putranya, Raden Patah. Keberadaan Prabu Wijaya di Gunung Lawu ditandai dengan adanya batu nisan yang dipercaya sebagai petilasan. Penduduk sekitar menyebutnya Sunan Lawu. Tempat itupun dikeramatkan hingga kini.
Sunan Kalijaga berkata “Namun lebih baik jika Paduka berkenan berganti syariat rasul, dan mengucapkan asma Allah. Akan tetapi jika Paduka tidak berkenan itu tidak masalah. Toh hanya soal agama. Pedoman orang Islam itu syahadat, meskipun salat dingklak-dingkluk jika belum paham syahadat itu juga tetap kafir namanya.” Sang Prabu berkata, “Syahadat itu seperti apa, aku koq belum tahu, coba ucapkan biar aku dengarkan”. Sunan Kalijaga kemudian mengucapkan syahadat, asyhadu ala ilaha ilallah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, artinya “aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Kanjeng Nabi Muhammad itu utusan Allah. “
Sunan Kalijaga berkata banyak-banyak sampai Prabu Brawijaya berkenan pindah Islam, setelah itu minta potong rambut kepada Sunan Kalijaga, akan tetapi rambutnya tidak mempan digunting. Sunan Kalijaga lantas berkata, Sang Prabu dimohon Islam lahir batin, karena apabila hanya lahir saja, rambutnya tidak mempan digunting. Sang Prabu kemudian berkata kalau sudah lahir batin, maka rambutnya bisa dipotong. Sang Prabu setelah potong rambut kemudian berkata kepada Sabdapalon dan Nayagenggong, “Kamu berdua kuberitahu mulai hari ini aku meninggalkan agama Buddha dan memeluk agama Islam. Aku sudah menyebut nama Allah yang sejati. Kalau kalian mau, kalian berdua kuajak pindah agama rasul dan meninggalkan agama Buddha.”
Sabdo Palon Nayagenggong Ternyata Bukan Manusia atau jin Namun Hanya Sebuah Kitab. Saya menambahkan mengenai Sabdo Palon Nayagenggong. Sabda : ucapan/berita/tulisan/ajaran. Palon : Semesta/alam/Dunia Macro cosmos dan Micro cosmos. Nayagenggong: untuk kesejahtearaan, kedamaian dan kesatuan. Saya tidak sependapat Sabdo Palon adalah seorang manusia, sabdopalon adalah sebuah kitab yang dibuat oleh Beliau yang berjulukan Beliau yang kesepuluh. Isi buku tersebut adalah mengupas semua kitab suci yang diturunkan Allah melalui Nabi. Jadi Kitab Sabdopalon adalah kitab tersirat dari segala kitab suci allah. jadi bukan seperti yang beredar sekarang.kita harus waspada terhadap pengadu domba/pemfitnah. Cerita mengenai dialog Prabu Brawijaya V dengan seseorang yang tidak mau masuk Islam adalah dimana Prabu Brawijaya V menerima putra mahkota Majapahit (pengganti Brawijaya V) dimana sang putra mahkota menolak mengganti ayahandanya Brawijaya V dengan alasan Putra mahkota tidak mau kerajaan yang beragama Hindu sebagai agama kerajaan diganti agama kerajaan menjadi agama Islam. Sehingga Putra mahkota tersebut bergelar Raden Gugur dan beliau menjadi Pertapa di gunung Lawu .
Raden Gugur ketika meninggalkan Istana beliau bersabda bahwa agama islam diperkenankan menebarkan agama islam dengan catatan bila agama islam tersebut tidak menjadikan agama yang menjadikan umatnya,damai,sejahtera dan bersatu dan saling menghormati agama lain aku akan menagih janji kepada para ulama dan pemimpin bangsa nusantara. Dengan aku memimpin rakyat kecil turun menuju kota besar untuk meminta keadilan, kesejahteraan, kedamaian. Kemunculan aku dengan tandanya para sepuh akan turun gunung, gunung-gunung meletus, bencana alam dan manusia dimana-mana. Dengan kepergian Putra mahkota/raden gugur Prabu Brawijaya V menjadi gundah/bingung sehingga beliau mencari pendapat siapakah kelak pengganti dirinya,intrik istanapun berkerja.beliau mendapat berita bahwa Raden Patah sedang memimpin penyerbuan ke Madjapahit.
Sehingga Prabu Brawijaya pergi meninggalkan Istana menuju ke Blambangan untuk minta bantuan dari kerajaan dari Bali. sementara kedatangan raden rahmat adalah utusan raden patah yang akan menghadap Ayahnya Prabu Brawijaya tetapi dijalan dihadang oleh kelompok yang ingin merebut kekuasaan kerajaan. sehingga raden patah mendapat berita bahwa ayahnya sedang mendapat tekanan/kudeta sehingga mengirim pasukan untuk membebaskan ayahnya,sementara Prabu Brawijaya V mendapat berita bahwa anaknya akan menyerbu Kerajaan Madjapahit. Dalam pelarian Prabu Brawijaya, Raden Said (Sunan Kalijaga) menyusul Prabu BrawijayaV. Terjadilah pertemuan di Blambangan, dimana Raden Said menghentikan niat Prabu Brawijaya V meminta bantuan dari kerajaan di Bali.
Dimana dialog tersebut, Raden Said mengatakan kepada Prabu Brawijaya V, bahwa yang datang ke Madjapahit adalah Putra beliau sendiri yang bernama Raden Patah, dan raden patah tidak bermaksud menguasai kerajaan tetapi ingin membebaskan Prabu dari tangan pemberontak. Setelah Prabu Brawijaya V mendengar penjelasan dai Raden Said. maka beliau tidak jadi menyeberang ke Bali dan ingin kembali ke Madjapahit. kemudian Prabu Brawijaya minta pendapat kepada Raden said. Siapakah yang berhak menjadi pengganti Prabu Brawijaya V, oleh Raden Said diusulkan Raden Patah(anak Prabu Brawijaya v dengan Putri Cina) kemudian disetujui oleh Prabu Brawijaya V.
Raden Said (Sunan Kalijaga) kemudian meminta kesediaan untuk Prabu Brawijaya V Masuk agama islam untuk membuktikan pengakuan Raja telah menyetujui Raden Patah menjadi pengganti Prabu Brawijaya V dan agama kerajaan Madjapahit menjadi agama Islam. Prabu Brawijaya V menyetujui kemudian Raden Said men Baiat Prabu dengan 2 kalimat syahadat. Prabu Brawijaya V meminta kepada Raden Said khusus untuk Membaca 2 Kalimat Syahadat, Prabu Brawijaya V mau melakukan tetapi tanpa asyhadu (saya bersaksi). Dimana intinya Prabu Brawijaya V tidak berani dan sanggup yang disebabkan faktor usia dan ketidak sanggupan Prabu Brawijaya melaksanakannya. dimana kata asyhadu (bersaksi kepada tuhan) adalah sangat berat, terjadilah dialog yang sangat panjang. Yang diakhiri oleh suatu percakapan dimana Prabu Brawijaya V mengatakan kpd Raden Said (Sunan Kalijaga) bila beliau salah dalam mengucapkan 2 kalimat syahadat tanpa asyhadu maka air danau tempat saya mengucap menjadi bukti besok bila wangi maka permohonan saya dikabulkan oleh Allah SWT.
Dan bila besok air danau ini bau anyir maka saya mengulangi membaca 2 kalimat syahadat dengan asyhadu. ternyata keesokan harinya air danau terebut berbau wangi “Kuasa Allah amat mulia dan meliputi semuanya” dan sekarang disebut kota Banyuwangi. Dalam perjalanan pulang Sunan Kalijaga mengiringi Prabu Brawijaya V dan tiada hentinya Sunan Kalijaga dan Prabu Brawijaya V membicarakan agama Islam. Sesampai kembali di Kerajaan Madjapahit Prabu Brawijaya menanyakan kepada Sunan Kalijaga tentang keberadaan Raden Patah, rupanya Takdir berkata lain Raden Patah ketika ditanyakan keberadannya oleh Prabu Brawijaya V berhalangan/bersimpangan jalan dan ketika terakhir kali ditanyakan oleh Prabu Brawijaya V kepada Raden Said duduk disebelah Raden Said seorang pemuda yang ditanyakan oleh Prabu Brawijaya V siapakah dia dan Raden Said menjawab ia adalah Bondan Kejawen putra Prabu juga.
Sehingga Prabu mengucapkan kepada Raden Said bahwa Raden Patah akan memimpin Kerajaan Islam pertama di nusantara dan kerajaan tersebut hanya satu periode (Demak) dan sebagai penerus kerajaan nusantara adalah keturunanku yang lain dari Bondan Kejawan. Karena Usia Prabu Brawijaya V sudah Lanjut dan beliau wafat tidak dapat bertemu juga dengan Raden Patah, dan pesan Prabu Brawijaya V makam ku dinamakan “Makam Putri Cempa”. Sangatlah sayang Sabdopalon yang merupakan kitab diplesetkan jadi orang dan dibuat sarana untuk mengadu domba. maka kita jangan terjebak oleh kitab-kitab apalagi jaman penjajahan belanda buku-buku tersebut diambil dan dikembalikan dengan sudah dirubah. Seperti fakta yang ada dan sangat disayangkan Candi Borobudur pada Tingkat pertama dan kedua oleh belanda dikubur/ditanam agar kita generasi penerus tidak dapat mengetahui. Tingkat pertama dan kedua terdapat relief kehidupan manusia, dimana manusia berbuat apa yang terjadi dalam kehidupannya.
Jadi untuk mempelajari buku-buku kuno, harus berpegangan kepada budaya adi luhur pendahulu dan bila tidak cocok, mencoba untuk mengartikan apa yang hendak dipesan lewat tulisan itu apakah simbol atau bikinan Belanda atau anteknya, sehingga kita selalu terbawa arus adu domba dan pembodohan terus.
No comments:
Post a Comment