Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS. A’uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim. Bismillaahir rah maanir rah iim. Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muh ammadin wa 'alaa aalihi wa Shah bihi ajma’iin. “Athi’ullaha wa athi’ur rasula wa ulil amri minkum” [QS An-Nisaa, 4: 59]. Kita harus mematuhi Allah SWT, kita harus patuh kepada Rasulullah SAW, dan kita harus mematuhi para pemimpin kita. Hal ini harus dipegang dalam melakukan apa yang mereka katakan kepada kita dan dalam mengikuti jalan yang telah mereka tunjukkan kepada kita. Kita percaya bahwa kita membutuhkan bimbingan dalam menunjukkan jalan bagi kita-bukan berati kita tidak membutuhkannya, seperti yang dikatakan oleh sekelompok orang dewasa ini. Sebagaimana Allah SWT memberikan Rasulullah SAW seorang pemandu pada peristiwa Isra’ dan Mi’raj, dalam wujud malaikat Jibril AS.
Sebagaimana malaikat Jibril AS adalah pemandu bagi Rasulullah SAW untuk mendekati Hadirat Ilahi, jadi kita juga membutuhkan pemandu untuk menunjukkan jalan menuju Rasulullah SAW, dan kemudian Rasulullah SAW akan menunjukkan jalan bagi kita untuk mendekati Allah SWT. Kita tidak peduli terhadap apa yang mungkin dikatakan oleh orang lain, dalam pengajaran ini kita bersifat terbuka, kita mengikuti apa yang diberikan oleh Mawlana Syekh Nazim QS, beberapa harta sufi yang sangat berharga berupa pengetahuan internal (batin) dan spiritualitas. Kita tidak akan menunggu untuk melihat apakah seseorang menerimanya atau merasa keberatan. Kita telah menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari syariat, sedangkan yang ini adalah sebagian ajaran dari haqiqat-realitas. Untuk kesekian kalinya saya ulangi bahwa realitas tanpa syariat tidak dapat dibenarkan. Kita harus melaksanakan syariat secara ketat dalam segala sikap dan tingkah laku kita. Syariat akan mengajarkan disiplin bagi tubuh kita sedangkan spiritualitas akan mengajarkan disiplin bagi jiwa kita. Insya Allah sekarang kita akan melanjutkan pembicaraan yang terhenti pada pertemuan minggu lalu.
Insya Allah, Allah SWT tidak akan meninggalkan kita seperti ketika Dia meninggalkan Nabi Musa AS di gurun Sinai selama 40 tahun. Allah SWT menjanjikan Nabi Musa AS untuk menghancurkan Fir’aun, namun selama 40 tahun Dia meninggalkannya di gurun dan setiap malam hanya berkata, “besok, besok.” Esok hari pun tiba, namun tidak ada kejadian apa-apa. Allah SWT melihat hamba-Nya dengan Nama ash-Shabur, “Yang Maha Penyabar”. Dia tidak melihat hamba-Nya dengan Nama al-Jabbar, “Yang Maha Memaksa.” Dia melihat kita dengan Nama-Nya yang penuh rahmat, “ ar-Rahmaan”, “ar-Rahiim ” dan dengan atribut kesabaran. Itulah sebabnya Dia juga sabar dalam menghadapi Fir’aun. Mawlana Syekh Nazim QS berkata bahwa Allah SWT menciptakan semua makhluk karena Dia mencintainya. Jika Dia mencintai setiap orang, Dia ingin setiap orang percaya kepada-Nya. Itulah sebabnya mengapa Dia bersabar dan bersabar terus hingga saat terakhir. Mungkin kita akan ingat dan memohon ampun, dan masuk ke dalam Surga-Nya.
Itulah sebabnya Allah SWT menciptakan para awliya. Setelah Rasulullah SAW tidak ada lagi rasul yang lain. Beliau adalah rasul terakhir. Tetapi Allah SWT memberikan rahasia yang ditanamkan ke dalam hati beliau kepada para sahabatnya, dan para sahabat memberikannya kepada para awliya. Dan menurut guru kita, dunia tidak akan kekurangan seorang wali pun. Jika salah satu wali meninggal dengan segera ia digantikan yang lain. Di dunia ini terdapat 124.000 wali yang masih hidup, sebagaimana terdapat 124.000 nabi dan rasul dan 124.000 sahabat. Para awliya ini diberikan sebagai hadiah kepada Rasulullah SAW untuk membersihkan kita dari dosa. Salah satu wali ini adalah Sayyidina Syah Naqsyband QS. Kisah singkat berikut ini akan menolong kita untuk memahami siapa wali ini.
Setelah Rasulullah SAW, Tarekat Naqsybandi dipercayakan kepada Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq RA, kemudian diteruskan kepada Sayyidina Salman al-Farisi RA, Sayyidina Qasim RA putra dari Sayyidina Abu Bakar RA, lalu kepada Sayyidina Ja’far ash-Shadiq AS putra dari Sayyidina Husain AS, dan selanjutnya kepada Sayyidina Abu Yazid al-Bistami QS. Beliau adalah orang yang kelima dan hidup 400 tahun sebelum Sayyidina Syah Naqsyband QS. Ketika Sayyidina Abu Yazid QS mengetuk pintu, memohon izin untuk memasuki Hadirat Ilahi, Allah SWT berkata kepadanya, “Wahai Abu Yazid QS, engkau tidak bisa memasuki Hadirat-Ku tanpa mengetahui bagaimana cara mendekati-Ku.” Abu Yazid QS memohon, “Ya Tuhanku, ajarilah Aku cara mendekati-Mu.” Allah QS berfirman, “Bersikaplah rendah hati, jadilah tempat sampah bagi hamba-hamba-Ku dan bagi seluruh umat manusia.” Sayyidina Abu Yazid QS membuat dirinya begitu rendah hati sehingga seolah-olah beliau menjadi tempat sampah bagi semua orang. Para ulama di masanya memutuskan untuk membunuhnya. Pada saat itu beliau meninggalkan desanya dan pergi ke tepi laut, di sana beliau menemukan sebuah kapal yang akan berangkat ke negri lain. Beliau menaiki kapal itu dan kemudian kapal itu berangkat meninggalkan pantai.
Di tengah laut tiba-tiba timbul badai yang sangat ganas yang merobohkan kapal dan menenggelamkannya. Abu Yazid QS berdoa kepada Tuhannya, “Ya Allah, jika Engkau membuat kapal ini tenggelam karena dosa-dosaku, Aku siap untuk dilemparkan ke dalam laut.” Sekonyong-konyong beliau melemparkan dirinya ke dalam laut dan seketika itu laut menjadi tenang. Sayyidina Abu Yazid QS mengorbankan dirinya agar orang-orang tetap hidup, beliau membawa dosa-dosa mereka bersamanya dan menyingkirkan hukuman mereka. Ketika Abu Yazid QS berada dalam laut, beliau bersumpah bahwa beliau tidak akan muncul ke permukaan lagi sebelum menemukan kebenaran dan realitas, dan beliau memutuskan untuk pergi sebagaimana dalam al-Qur’an disebutkan, pergi ke “bumi ke tujuh” [QS ath-Thalaaq, 65: 12] untuk menemukan realitas dan membawanya kepada umat manusia. Beliau menembus kedalaman air dengan kecepatan yang tidak bisa dibayangkan, menembus kegelapan yang satu menuju kegelapan yang lain. Beliau memasuki samudra pengetahuan yang satu menuju samudra pengetahuan yang lain mengenai seluruh alam semesata ini. Akhirnya beliau mencapai suatu tempat di mana beliau mendengar suara yang bunyinya seperti “HUUU…” seperti ketika orang meletakkan kerang laut atau benda lain di telinga mereka. Itu adalah bunyi sungai Khawtsar di surga, gerakan atau aliran air yang dapat kita dengar di telinga kita.
Sayyidina Abu Yazid QS tiba di suatu tempat di mana beliau dapat mendengar suara itu. Beliau merasa heran dan ingin tahu siapa yang mengeluarkan suara itu. Mawlana berkata, bahwa Sayyidina Abu Yazid QS, dengan kekuatan dan cahaya yang telah diberikan Allah SWT ke dalam hatinya, dapat mengetahui dan mengucapkan nama-nama seluruh umat manusia yang telah diciptakan Allah SWT di muka bumi ini, lengkap dengan nama ayah dan ibunya tanpa kehilangan satu nama pun, mulai dari Nabi Adam AS sampai Hari Kiamat, hanya dalam waktu kurang dari lima menit. Pada saat itu beliau menggunakan kekuatan ini untuk mengetahui berapa orang yang mengeluarkan bunyi tadi di tempat itu.
Nama “Hu” adalah Samudra bagi hal-hal yang gaib. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an, “ Qul HUwallaahu ahad,” “Katakanlah, HU (=Dia) adalah Allah SWT, Yang Maha Esa” [QS al-Ikhlash, 112: 1]. Oleh sebab itu HU merujuk kepada Allah SWT, dan ini berada dalam ‘ilmul ghayb, pengetahuan tentang hal-hal yang gaib yang tidak diketahui oleh orang-orang. Tak seorang pun yang dapat mengetahui seperti apa samudra ini dan bagaimana maknanya. Mawlana berkata bahwa Sayyidina Bayazid QS menggunakan seluruh kekuatan yang telah diberikan oleh Allah SWT untuk mengetahui berapa orang yang mengeluarkan suara itu, tidak hanya dalam lima menit tetapi selama 70 hari dan beliau tetap belum bisa mengetahui berapa jumlah orang yang berada di sana menghasilkan bunyi “Huu.” Kemudian beliau mengerahkan kekuatannya lagi, berusaha untuk mengetahui siapa yang mengajarkan mereka, dan akhirnya beliau mengetahui bahwa orang itu adalah Syah Naqsyband QS.
Sayyidina Bayazid QS mengetahui bahwa wali itu akan muncul setelah beliau, melewati 10 orang wali setelahnya, 500 tahun kemudian. Rohnyalah yang mengajarkan roh orang-orang di tempat itu. Mawlana Syekh Nazim QS berkata bahwa orang-orang itu berasal dari dunia ini dan juga planet lain yang menjadi pengikut Tarekat Naqsybandi. Jangan dikira hanya kita saja, yang hidup di planet ini yang menjadi pengikut Tarekat Naqsybandi. Sayyidina Syah Naqsyband QS juga bertanggung jawab atas planet lain dan beliau mengajarkan mereka. Ketika Abu Yazid al-Bistami QS mengetahui bahwa Syah Naqsyband QS adalah guru mereka, dalam hatinya beliau merasa ngeri jangan-jangan Syah Naqsyband QS akan berkata, “Mengapa engkau mengganggu murid-muridku? Mengapa engkau memasuki daerah yang bukan diperuntukkan untukmu?” Dengan segera beliau menjauh dari samudra itu, samudra Syah Naqsyband QS, pemimpin tarekat yang kita ikuti sekarang, insya Allah. Sayyidina Syah Naqsyband QS adalah guru kita dan beliau telah dianugerahkan suatu rahasia yang besar dalam hatinya, beliau telah meneruskan rahasia itu kepada para penerusnya hingga sekarang kepada Syekh kita, Syekh Muhammad Nazim al-Haqqani QS. Dari rahasia itulah asal cerita mengenai Syah Naqsyband QS ini.
Ketika Allah SWT memberikan kekuatan itu kepada Syah Naqsyband QS dan berkata kepadanya bahwa beliau akan menjadi pembantu Rasulullah SAW untuk membantu manusia bertobat atas dosa-dosanya, beliau menanyakan satu hal kepada Rasulullah SAW. Beliau berkata, “Wahai Rasulku yang tercinta, jika engkau menghendaki aku menjadi pembantumu, Aku membutuhkan satu hal darimu. Aku harus memegang tanggung jawab atas malaikat-malaikat di pundak kanan dan di pundak kiri. Jika engkau memberiku tanggung jawab itu, maka Aku akan menerima tugas itu.” Setelah Rasulullah SAW bertanya kepada Allah SWT dan mendapat izin bagi Syah Naqsyband QS, maka Syah Naqsyband QS menerima untuk bertanggung jawab atas umat ini. Mawlana berkata bahwa, setiap kali seseorang berbuat dosa, Syah Naqsyband QS berusaha untuk mengirim inspirasi ke dalam hati orang itu agar memohon ampun kepada Allah SWT. Jika orang itu tidak memohon ampun dalam 24 jam, sebelum waktu Subuh, Syah Naqsyband QS akan memohon ampun atas nama orang itu, dan balasannya akan dituliskan di pundak orang itu.
Malam ini adalah malam Isra’ dan Mi’raj, malam di mana Rasulullah SAW menghadap ke Hadirat Ilahi. Ketika Rasulullah SAW memasuki surga ketujuh, Sayyidina Jibril AS berkata kepadanya, “Ya Rasulullah SAW, Aku tidak bisa melanjutkan perjalanan bersamamu. Ini adalah batasku. Jika Aku memaksa masuk, Aku akan musnah terbakar.” Rasulullah SAW berjalan sendiri menuju ke Hadirat Ilahi. Setelah tempat itu, apa pun yang diperoleh oleh Rasulullah SAW, Jibril AS tidak mengetahuinya. Jika malaikat Jibril AS tidak sanggup mengetahui apa yang diperoleh oleh Rasulullah SAW dari Tuhannya, bagaimana dia bisa menyampaikan al-Qur’an kepada Rasulullah SAW. Jibril AS berdiri di tempatnya dan tidak sanggup untuk meneruskan perjalanannya. Jibril AS berkata kepada Rasulullah SAW, “Engkau saja yang melanjutkan perjalanan ke Hadirat Tuhan kita.” Setelah itu Rasulullah SAW sendiri yang melanjutkan perjalanannya. Apa yang beliau dapatkan adalah pengetahuan dari tingkat Jibril AS sampai kepada tingkat Allah SWT, Mawlana Syekh berkata bahwa Rasulullah SAW telah bergerak maju 5 kali 500.000 tahun-dalam mendekati Tuhannya dengan menembus lima lapisan, yang masing-masing berjarak 500.000 tahun, dan tahun Tuhan tidak sama dengan perhitungan tahun kita.
Hikmah dan pengetahuan apa yang diperoleh oleh Rasulullah SAW di sana? Hal ini tidak ada yang mengetahuinya. Pengetahuan ini diperuntukkan khusus bagi Rasulullah SAW dan beliau akan menjaganya hingga suatu waktu di mana semua orang telah masuk ke dalam surga. Kita tidak peduli terhadap orang yang mungkin akan berkata “ya” atau “tidak”, kenyataannya Rasulullah SAW telah memberikan pengetahuan di atas tingkat Jibril AS yang telah diperolehnya kepada para awliya, dan beliau juga telah memberikan pengetahuan yang diperolehnya di bawah tingkat Jibril AS kepada syariat . Ini adalah perbedaan antara syariat atau hukum dengan hakikat atau realitas. Itulah makna dari hadis yang disampaikan oleh Sayyidina Abu Hurayra RA mengenai dua jenis pengetahuan, “Rasulullah SAW telah memasukkan dua jenis pengetahuan ke dalam hatiku. Yang satu aku sampaikan kepada orang-orang”-ini adalah syariat, pengetahuan di bawah tingkat Jibril AS, “tetapi jika aku mengatakan pengetahuan yang lainnya, mereka akan memotong leherku,” dan itulah pengetahuan di atas tingkat Jibril AS. Itu juga perbedaan antara orang-orang yang menerima pengetahuan ini dan mereka yang menyangkalnya.
Ketika Rasulullah SAW mendekati Hadirat Ilahi, beliau bertemu dengan seekor Singa yang sangat besar dan menjadi takut karenanya. Allah SWT bertanya kepadanya, “Wahai Rasul-Ku yang tercinta, apa yang membuatmu takut terhadap dunia ini?” Beliau menjawab, “Wahai Tuhanku, Aku belum pernah merasa takut selama hidupku kecuali ketika melihat singa dalam Hadirat-Mu ini.” Mawlana Syekh berkata bahwa Rasulullah SAW pun tidak mendapatkan semua pengetahuan dari Allah SWT. Jika beliau mengetahui segala hal dari Allah SWT maka beliau tidak akan merasa takut terhadap singa tersebut. Hal ini berarti bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh Rasulullah SWT belum mencapai maksimum. Itulah sebabnya Rasulullah SAW terus mengalami peningkatan, bahkan di makamnya sekalipun, dalam mencapai Hadirat Ilahi. Jika beliau tidak merasa takut, maka saat itu beliau tidak akan mengetahui rahasia ‘ilmul awwalin wa ‘ilmul akhirin, pengetahuan mengenai awal dan pengetahuan mengenai akhir, yang hanya dimiliki oleh Allah SWT. Namun pengetahuan yang telah diperoleh oleh Rasulullah SAW akan dibuka nanti pada saat Imam Mahdi AS telah datang.
Pengetahuan itu tidak bisa dibuka sekarang karena membutuhkan dukungan. Tanpa dukungan Imam Mahdi AS kepada para awliya yang akan menyampaikan pengetahuan ini, orang-orang akan menggantungnya, sebagaimana yang telah diperingatkan oleh Sayyidina Abu Hurayra RA. Kalian dapat melihat bahwa banyak syekh sufi dalam sejarah Islam yang digantung karena mereka menyampaikan pengetahuan tersebut. Tanpa dukungan dari Imam Mahdi AS, tak seorang pun diperbolehkan untuk membicarakan pengetahuan ini. Sekarang kita hanya mencium hembusan aroma dari pengetahuan itu saja, seperti sebuah tetesan yang jatuh menimpa kita, agar kita mengerti bahwa ada pengetahuan spiritual yang tersimpan dalam hati dan bahwa pengetahuan itu akan disebarkan ke dalam hati setiap orang ketika Imam Mahdi AS telah datang. Namun sebelum beliau datang, setiap orang dapat mencium pengetahuan ini, dan mereka yang menginginkannya harus mengikuti majelis zikir, sebab tanpa mengikutinya, mereka tidak akan mendengar hal ini. Ini adalah pengetahuan tinggat tinggi bagi setiap orang-baik pembicara maupun yang hadir sama-sama mendengarkan.
Pengetahuan ini tidak bisa diselesaikan hanya dalam sekali, lima atau sepuluh kali pertemuan. Jika Saya mengucapkan kata-kata dari Sayyidina Abu Yazid al-Bistami QS ketika beliau berkata kepada Tuhannya, orang akan mengatakan bahwa kita termasuk orang kafir. Memang benar, jika kita yang mengucapkan kata-kata itu, kita adalah orang yang tidak beriman, tetapi lain halnya bila yang mengatakan adalah Abu Yazid al-Bistami QS, beliau adalah seorang mukmin. Beliau mengucapkannya karena beliau mengetahuinya, merasakan dan melihatnya. Tetapi bila kita yang mengatakannya, kita tidak akan melihat dan merasakannya, oleh sebab itu kita akan menjadi orang yang kafir, itulah bedanya. Beliau berkata, “Wahai Tuhanku, Mulki akbaru min mulkik,” “Kerajaanku lebih besar daripada kerajaan-Mu.” Apa arti dari ucapan itu? Beliau mengatakan kepada Tuhannya, “Wahai Tuhanku, Engkau telah menciptakan alam semesta ini dan Engkau telah berkata bahwa di Mata-Mu alam semesta ini tidak bernilai lebih dari sayap seekor nyamuk.”
“Law kanatid dunya ta’dilu ‘indallaahi janaha ba’udatin ma saqa kafiran minha syarbata ma’in,” “Jika dunia ini tidak lebih berharga daripada sayap seekor nyamuk dalam pandangan Allah SWT, Dia akan menyangkal orang-orang kafir tak lebih dari segelas air” (Suyuti). Ini berarti bahwa kerajaan ini tidak bernilai, di lain pihak, “Engkau adalah kerajaanku, dan Engkau adalah segala-galanya. Itulah sebabnya kerajaanku lebih besar dan lebih baik daripada kerajaan-Mu. Kerajaan-Mu adalah kami semua dan kami bukanlah apa-apa! Tetapi Engkau adalah kerajaan kami dan Engkau adalah segala-galanya, oleh sebab itu kerajaan kami lebih baik.” Jika kita mengatakan hal ini dengan pemahaman kita, ini tidak bisa diterima. Jika Abu Yazid QS yang mengatakannya, beliau bersungguh-sungguh-kita tidak dapat menyamai beliau. Sayyidina Abu Hurayra RA menyembunyikan banyak pengetahuan seperti itu seperti yang dikatakan dalam hadis (yang telah disebutkan di atas- red).
Pengetahuan ini khusus ditujukan bagi para awliya, alhamdulillah kalian percaya kepada awliya dan ini adalah kepercayaan yang paling baik dan paling penting. Kita tidak menyangkal Rasulullah SAW! Hasha (dalam bahasa Turki, berarti Hush!) dan kita tidak menyangkal syariat-Hasha! Kita harus melakukan seperti yang ditunjukkan oleh syariat kepada kita dan seperti yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW, tetapi kita tidak dapat menyangkal adanya wali yang menjadi penolong dan pemandu bagi kita untuk membuat hati kita bersih dan suci dari kehidupan materialistik ini. (Wa min Allah at-tawfiq bi hurmat al-Fatiha. © 1993, Haqqani Islamic Trust 7007 Denton Hill Fenton, MI 48430).
No comments:
Post a Comment