Dari buku Biografi Imam Syafi’i kita mengetahui bahwa Imam Syafi’i lahir di Gaza pada tahun 150 H, tahun wafatnya Imam Abu Hanifah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Ustman bin Syafi’i bin al-Sa’ib bin ‘Ubaid bin Abd Yazid bin Hasyim bin Muthalib bin Abdi Manaf. Jadi, beliau kelak dikenal dengan nama kakek dari kakeknya. Imam Syafi’i adalah satu-satunya imam mazab yang memiliki nasab murni Arab dan bersambung dengan nasab Rasulullah pada kakek moyangnya, Abdi Manaf.
Di masa kecilnya Imam Syafi’i hidup miskin. Namun ia memiliki ibu yang luar biasa. Sang ibu yang berasal dari Azad merupakan muslimah yang ahli beribadah dan berakhlak mulia. Jika kemudian Syafi’i menjadi ulama dan imam besar, itu adalah saham ibunya yang mendidik Syafi’i sejak kecil dan mengirimnya ke Makkah untuk menimba ilmu dari para ulama serta mencari garis nasabnya agar bisa meneladani kemuliaan mereka. Di Makkah itulah, Imam Syafi’i yang masih berusia tujuh tahun telah hafal Al-Qur’an. Saat gurunya terlambat, Syafi’i kecil lah yang mengajari anak-anak lainnya. Ia biasa menghafalkan seketika saat gurunya mendiktekan. “Tak layak bagiku untuk memungut bayaran sepeserpun darimu,” kata sang guru mengetahui keistimewaan dan ‘jasa’ Syafi’i kecil.
Memasuki usianya yg ke lapan, Syafi’i kecil sudah terbiasa bergabung dengan para ulama di Masjid. Ia mulai menghafal hadits. Ia menghafalnya dari apa yang ia dengarkan. Syafi’i kecil juga suka ke perpustakaan untuk membaca catatan dan berbagai manuskrip. Dari sinilah Imam Syafi’i hafal Al-Muwatha’ pada usia 10 tahun, sebelum bertemu dan berguru pada Imam Malik, sang penyusun kitab hadits itu. Selain keistimewaannya dalam menghafal, Syafi’i yang mulai tumbuh remaja juga berlatih memanah dan berkuda. Ia menjadi ahli dalam kedua jenis olah raga yang dianjurkan Rasulullah itu. “Setiap sepuluh anak panah yang kuluncurkan, semuanya tepat mengenai sasaran,” kata Imam Syafi’i beberapa tahun kemudian kepada para muridnya.
Imam Syafi’i mengasah kedua keterampilan itu sewaktu di dusun, yakni kaum Hudzail. Di sanalah Syafi’i menetap beberapa tahun, yang tujuan utamanya adalah mempelajari bahasa Arab yang murni, sejarah dan ilmu nasab, serta syair. Setelah selesai Syafi’i kembali ke Makkah sebagai seorang penyair, dengan hafalan Qur’an dan Al-Muwatha’ yang masih terjaga. Untuk beberapa waktu Imam Syafi’i terkenal sebagai penyair andal. Hingga suatu saat salah seorang keluarga pamannya mengatakan sesuatu yang akhirnya menjadi awal kemuliaan Imam Syafi’i. “Wahai Abu Abdullah, aku sangat menyayangkan jika kefasihan bahasa dan kecerdasanmu ini tidak disertai dengan ilmu fikih. Dengan ilmu fikih, kau akan memimpin semua generasi zamanmu,” katanya, menyentakkan Imam Syafi’i. Singkat cerita, Imam Syafi’i akhirnya diterima menjadi murid Imam Malik. Semula ia ditolak, tetapi demi melihat kesungguhan pemuda ini dan kehebatannya yang telah menghafal Al-Muwatha’, Imam Malik menerimanya.
Kehebatan dan Keteladanannya: Kita mengenal Imam Syafi’i sebagai ulama fikih dan imam mazab yang besar. Namun, kehebatan Imam Syafi’i tidak terbatas pada bidang itu. Seperti disinggung di atas, Imam Syafi’i adalah seorang sastrawan dan ahli bahasa. Ahli nasab dan sejarah. Ia juga terampil dalam berkuda dan memanah. Selain itu, Imam Syafi’i juga ahli ilmu falak dan memiliki ilmu dasar kedokteran. Ilmu kedokteran Imam Syafi’i terungkap sewaktu ulama ini pindah ke Mesir. Seorang dokter yang bertemu dengannya mengajaknya berdiskusi, hingga ia menyangka Imam Syafi’i adalah seorang dokter yang pindah dari Irak. Dokter itu hendak mengajak Syafi’i memperdalam buku kedokteran yang ia punya, tetapi Imam Syafi’i menjawab: “Mereka (murid-muridku) tidak akan merelakan aku untuk mempelajarinya.”
Demikianlah ilmu Imam Syafi’i yang membuat kita terkagum-kagum. Namun akhlak dan keteladanannya tak kalah menawan. Imam Syafi’i biasa membagi malamnya menjadi tiga bagian; sepertiga untuk menulis, sepertiga untuk Solat dan sepertiganya untuk istirahat. Ia dikenal sebagai orang yang sangat wara’, zuhud dan bertaqwa. Imam Syafi’i juga ahli sedekah. Seluruh harta yang didapatkannya segera ia sedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Karenanya, ia tidak hanya dimuliakan orang-orang yang berilmu, tetapi juga dicintai oleh masyarakat umum.
Karya Imam Syafi’i: Nama kitab yang ditulis oleh Imam Syafi’i sangat banyak jumlahnya, hingga buku Biografi Imam Syafi’i ini membutuhkan empat halaman untuk menuliskan judulnya saja (hlm 221-224). Lebih dari 100 kitab itu sebagiannya kemudian dikodifikasi dalam satu kitab besar bernama Al-Umm. Inilah kitab induk mazhab Syafi’i, berisikan pikiran Imam Syafi’i yang sangat teliti, terperinci dan menyeluruh. Selain Al-Umm, kitab Imam Syafi’i yang sangat terkenal adalah Ar-Risalah. Kitab yang disebut terakhir ini merupakan kitab ushul fiqih pertama di dunia. Kitab Ar-Risalah merupakan model baru yang unik dalam hal cara ilmiah dan tata cara istinbath dari dalil-dalil fikih, yang sampai sekarang dijadikan rujukan oleh para ulama. Imam Syafii wafat pada malam Jum’at di penghujung Rajab tahun 204 H pada usia 54 tahun.
No comments:
Post a Comment