Syekh Maulana Jumadil Kubro bernama lengkap Syeikh Jamaluddin al-Husain al-Akbar. Syekh Maulana Jumadil Kubro adalah moyangnya Sunan Bonang dan Sunan Drajad. Beliau ini adalah keturunan ke-18 Rasulullah Muhammad SAW dari pernikahan dengan Siti Chotijah dari jalur putri Nabi Muhammad SAW. Syekh Maulana Jumadil Kubro adalah salah seorang ulama besar yang merupakan cikal bakal dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa, bahkan dapat dikatakan bahwa ia merupakan tokoh kunci proses Islamisasi tanah Jawa yang hidup sebelum walisongo. Seorang penyebar Islam pertama yang mampu menembus dinding kebesaran Kerajaan Majapahit.
Syekh Maulana Jumadil Kubro berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah. Beliau adalah cucu ke-18 Rasulullah Muhammad SAW dari garis Sayyidah Fatimah Az Zahrah al-Battul. Ayahnya bernama Syeikh Jalal yang karena kemuliaan akhlaknya mampu meredam pertikaian Raja Campa dengan rakyatnya. Sehingga, Syeikh Jalal diangkat sebagai raja dan penguasa yang memimpin Negara Campa.
Pada awalnya, Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya, Maulana Ibrahim as-Samarqandi atau Ibrahim Akbar dan Maulana Ishaq/Ali Nur Alam Akbar, datang ke pulau Jawa. Setelah itu, mereka berpisah yaitu Syekh Jumadil Qubro tetap berada di pulau Jawa, sedang Maulana Ibrahim as-Samarqandi (Ayah Sunan Ampel) ke Champa, di sebelah selatan Vietnam, yang kemudian mengislamkan Kerajaan Campa. Sementara adiknya, yaitu Maulana Ishaq (Datuk Sunan Gunung Djati) pergi ke Aceh dan mengislamkan Samudra Pasai.
Dengan demikian, silsilah dari beberapa Walisongo yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya, sedangkan Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Kudus adalah cicitnya. Hal itulah yang menyebabkan adanya pendapat yang mengatakan bahwa para Walisongo merupakan keturunan etnis Uzbek yang dominan di Asia Tengah, selain itu juga ada kemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat, ataupun Hadramaut. Syeikh Jamaluddin tumbuh dan berkembang di bawah asuhan ayahnya sendiri. Setelah dewasa, beliau mengembara ke negeri neneknya di Hadramaut. Di sana beliau belajar dan mendalami beragam ilmu dari beberapa ulama yang terkenal di zamannya.
Bahkan keilmuan yang beliau pelajari meliputi Ilmu Syari’ah dan Tasawwuf, di samping ilmu-ilmu yang lain. Selanjutnya, beliau melanjutkan pengembaraannya dalam rangka mencari ilmu dan terus beribadah ke Mekkah dan Madinah. Tujuannya adalah mendalami beragam keilmuan, terutama ilmu Islam yang sangat variatif. Setelah sekian lama belajar dari berbagai ulama terkemuka, kemudian beliau pergi menuju Gujarat untuk berdakwah dengan jalur perdagangan. Melalui jaringan perdagangan itulah beliau bergumul dengan ulama lainnya yang juga menyebarkan Islam di Jawa. Kemudian beliau dakwah bersama para ulama’ termasuk para putra-putri dan santrinya menuju tanah Jawa.
Mereka menggunakan tiga kendaraan laut, sekaligus terbagi dalam tiga kelompok dakwah. Kelompok pertama dipimpin Syeikh Jumadil Kubro memasuki tanah Jawa melalui Semarang dan singgah beberapa waktu di Demak. Selanjutnya perjalanan menuju Majapahit dan berdiam di sebuah desa kecil bernama Trowulan yang berada di dekat kerajaan Majapahit. Kemudian jamaah tersebut membangun sejumlah padepokan untuk mendidik dan mengajarkan beragam ilmu kepada siapa saja yang hendak mendalami ilmu keislaman.
Kelompok kedua, terdapat cucunya yang bernama al-Imam Ja’far Ibrahim Ibn Barkat Zainal Abidin dibantu saudaranya yakni Malik Ibrahim menuju kota Gresik. Kelompok ketiga adalah jamaah yang dipimpin putranya yakni al-Imam al-Qutb Sayyid Ibrahim Asmoro Qondy menuju Tuban. Namanya masyhur dengan sebutan “Pandhito Ratu” karena beliau memperoleh Ilmu Kasyf (transparansi dan keserba jelasan ilmu/ilmu yang sulit dipahami orang awam, beliau diberi kelebihan memahaminya).
No comments:
Post a Comment