MIMPI DAN IRISAN ROTI
(Kisah ini dari Sufi India yang bernama Syah Mohammad Gwath Syatari). Tiga orang musafir menjadi sahabat dalam suatu perjalanan yang jauh dan melelahkan. Setelah berhari-hari lamanya mereka menyadari bahwa yang mereka miliki tinggal sepotong roti dan seteguk air di kendi. Mereka pun bertengkar tentang siapa yang berhak memakan dan meminum bekal tersebut. Malampun turun; salah seorang mengusulkan agar tidur saja. Kalau besok mereka bangun, orang yang telah mendapatkan mimpi yang paling menakjubkan akan menentukan apa yang harus dilakukan.
Pagi berikutnya, ketiga musafir itu bangun. "Inilah mimpiku," kata yang pertama. "Aku berada di tempat-tempat yang tidak bisa digambarkan, begitu indah dan tenang. Aku berjumpa dengan seorang bijaksana yang mengatakan kepadaku, 'Kau berhak makan makanan itu, sebab kehidupan masa lampau dan masa depanmu berharga, dan pantas mendapat pujian.” "Aneh sekali," kata musafir kedua. "Sebab dalam mimpiku, aku jelas-jelas melihat segala masa lampau dan masa depanku.
Dalam masa depanku, kulihat seorang lelaki maha tahu, berkata,'Kau berhak akan makanan itu lebih dari kawan-kawanmu, sebab kau lebih berpengetahuan dan lebih sabar. Kau harus cukup makan, sebab kau ditakdirkan untuk menjadi penuntun manusia.” Musafir ketiga berkata, "Dalam mimpiku aku tak melihat apapun, tak berkata apapun. Aku merasakan suatu kekuatan yang memaksaku bangun, mencari roti dan air itu, lalu memakannya di situ juga. Nah, itulah yang kukerjakan semalam.”
Dalam masa depanku, kulihat seorang lelaki maha tahu, berkata,'Kau berhak akan makanan itu lebih dari kawan-kawanmu, sebab kau lebih berpengetahuan dan lebih sabar. Kau harus cukup makan, sebab kau ditakdirkan untuk menjadi penuntun manusia.” Musafir ketiga berkata, "Dalam mimpiku aku tak melihat apapun, tak berkata apapun. Aku merasakan suatu kekuatan yang memaksaku bangun, mencari roti dan air itu, lalu memakannya di situ juga. Nah, itulah yang kukerjakan semalam.”
SEMATA-MATA ANUGERAH ALLAH
Allah (SWT) telah mengaruniakan kepada kita sesuatu yang kita tak mampu membuatnya sendiri. Segala sesuatu yang telah diberikan kepada kita adalah dari Allah (SWT), dan tiada yang berasal dari manusia. Jadi, kalau tak satupun yang berasal dari diri kita sendiri, mengapakah kita masih memiliki kebanggaan? Mengapakah kita masih sombong?
Kalian tak dapat mengatakan, “Saya telah menciptakan,” atau, “Saya menjadi Muslim.” Tidak, karena itu semua hanya bagi Allah (SWT) semata, Yang telah mengatakan tentang manusia, “Kami telah mengaruniakan pada mereka suatu kehormatan yang menjadikan mereka di atas semua Ciptaan lainnya.”(*) Jadi, kalian harus bersyukur kepada Ia Yang telah Mengaruniakan pada kalian segalanya. Kalian tidak dapat bersyukur pada orang yang tak pernah memberimu apapun.
Syaikh Hisham Kabbani. Catatan: (*) dalam Quran Surat Al-Isra’17:70, Allah SWT berfirman:
ﻭَﻟَﻘَﺪۡ ﻛَﺮَّﻣۡﻨَﺎ ﺑَﻨِﻰٓ ﺀَﺍﺩَﻡَ ﻭَﺣَﻤَﻠۡﻨَـٰﻬُﻢ ۡ ﻓِﻰ ﭐﻟۡﺒَﺮِّ ﻭَﭐﻟۡﺒَﺤۡﺮِ ﻭَﺭَﺯَﻗۡﻨَـٰﻬُﻢ ﻣِّﻦَ ﭐﻟﻄَّﻴِّﺒَـٰﺖِ ﻭَﻓَﻀَّﻠۡﻨَـٰﻪُﻡۡ ﻋَﻠَﻰٰ ڪَﺜِﻴﺮٍ۬ ﻣِّﻤَّﻦۡ ﺧَﻠَﻘۡﻨَﺎ ﺗَﻔۡﻀِﻴﻼً۬ ٧٠))
“Wa laqad karramnaa banii Aadama wa hamalnaahum fi ‘l-barri wa ‘l-bahri wa razaqnaahum min at-Thayyibaati wa fadhdhalnaahum ‘alaa katsiirin mimman khalaqnaa tafdhiilaa”
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
No comments:
Post a Comment