Sunday, May 29, 2016

HAKIKAT LAILATUL QADAR MENURUT SUFI

Tidaklah tersembunyi bagi orang-orang yang telah mendapat anugerah Allah swt apabila mereka mensucikan hati mereka dari pengaruh kemakhlukan dari nafsu buas Ghodobiyah(nafsu bersifat binatang buas) dan meningkat dari satu maqam kerendahan basyariah kemakhlukan dengan bertaraqqi ke maqam yang lebih tinggi lagi mulia dan lalu mencapai kasyf atas rahsia-rahsia penurunan Kitab-kitab Suci dan pengutusan para rasul; yaitu orang-orang yang mendapat taufik untuk melihat dan mengetahui rahsia hakikat Keesaan Dzat Ilahiyah pada lembaran-lembaran keberbilangan (martabat wujud2 ini) yang fana dalam batas dan hitungan; bahawa berbagai ketetapan yang terjaga di dalam Loh Qadha dan berbagai bentuk yang ditetapkan di dalam hadhrah Ilmu dan Pena al-A'la, sesungguhnya ia ada di dalam Alam Ama` yang ghaib yang disebut Lailah al-Qadr (Malam Kemuliaan). Kerana malam itu tersembunyi di dalamnya ada siang yang mataharinya tak pernah tenggelam.

Puasa punyai banyak rahsia yg bisa membawa si salik untuk menaiki maqam rohani yang lebih tinggi. Puasa adalah medan peperangan bagi menghadapi musuh tersembunyi didalam diri kita. Musuh luar sudah dibelenggu bagi menghadapi musuh nafsu yg jauh lebih kuat dan bahaya. Imam Al-Ghazali berkata: "Ketahuilah wahai manusia! Sesungguhnya nafsu yang memerintahkan kejahatan itu lebih memusuhimu daripada iblis. Rasulullah Saw. bersabda:

 أَعْدٰى عَدُوِّكَ نَفْسُكَ الَّتِيْ بَيْنَ جَنْبَيْكَ

Musuhmu yang paling berat adalah nafsumu yang ada di badanmu.”  (HR. at-Tirmidzi).

النَّفْسُ أَخْبَثُ مِنْ سَبْعِيْنَ شَيْطَانًا

Nafsu itu lebih jahat daripada 70 syaitan.” (Al-Hadits).

Nabi bersabda: “Apabila datang bulan Ramadhan, dibukalah pintu-pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka dan diikat syaitan-syaitan.”

Maka di bulan Ramadhan... roh dihadapkan musuhnya yg menghijab diri insan dari Tuhannya... yakni nafsunya. Nafsu suka menghadap wajah kpd selain Allah swt sedang roh cuba membawa hati mengadap kepada satu kiblat yakni kaabah hakiki. Apabila hati bathin dapat menyaksi yakni syuhud kepada satu arah... satu wajah... dan satu kiblat... yakni Dzat Hakiki... maka kegelapan malam basyariah kemakhlukan jasad bisa difanakan dengan terangnya cahaya illahiyah... nur warid... yang berpaksi pada Dzat Yang Hakiki yang menjadi sumber sifat... Asma dan Afaal.

Maka saat itu gelap malam tersembunyi cahaya mentari siang yang bisa mensirnakan gelap malam. Satu saat saja terangnya mentahari rohani bisa mengatasi kebingungan malam didisebab zhulumat jasmani. Itulah cahaya fitrah... idul fitri... Lailatul Qadar.

Puasa adalah madrasah Ramadhan yg mentarbiyah hati agar menundukkan nafsu keakuan... berhala terbesar yg menghijab keberadaan Allah dari hati insan. Antara jalan utama untuk mennyingkap hijab tersebut adalah... al maut al irady... matikan kehendakmu dan tunduk sepenuhnya dengan kehendak Allah! Yakni dgn membuang rasa wujud diri... berhala ananiyah yakni keakuan. Nabi Musa ketika kali pertama berbicara dengan Allah disuruh menanggalkan kedua sandalnya.

فَلَمَّا قَضَىٰ مُوسَى ٱلْأَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِۦٓ ءَانَسَ مِن جَانِبِ ٱلطُّورِ نَارًۭا قَالَ لِأَهْلِهِ ٱمْكُثُوٓا۟ إِنِّىٓ ءَانَسْتُ نَارًۭا لَّعَلِّىٓ ءَاتِيكُم مِّنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍۢ مِّنَ ٱلنَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ

Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan”. (Al-Qasas 28 : 29).

فَلَمَّآ أَتَىٰهَا نُودِىَ مِن شَـٰطِئِ ٱلْوَادِ ٱلْأَيْمَنِ فِى ٱلْبُقْعَةِ ٱلْمُبَـٰرَكَةِ مِنَ ٱلشَّجَرَةِ أَن يَـٰمُوسَىٰٓ إِنِّىٓ أَنَا ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَـٰلَمِينَ

Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Qasas 28 : 30)

إِذْ رَءَا نَارًۭا فَقَالَ لِأَهْلِهِ ٱمْكُثُوٓا۟ إِنِّىٓ ءَانَسْتُ نَارًۭا لَّعَلِّىٓ ءَاتِيكُم مِّنْهَا بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى ٱلنَّارِ هُدًۭى

Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu”. (Taha 20 : 10).

فَلَمَّآ أَتَىٰهَا نُودِىَ يَـٰمُوسَىٰٓ

Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa. (Taha 20 : 11)

إِنِّىٓ أَنَا۠ رَبُّكَ فَٱخْلَعْ نَعْلَيْكَ ۖ إِنَّكَ بِٱلْوَادِ ٱلْمُقَدَّسِ طُوًۭى

Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa. (Taha 20 : 12)

Untuk wushul dan syuhud... yakni dapat dijazbah kehadrat Allah... perlu menanggalkan kedua sandalmu! Para ArifbilLah banyak bicara tentang 2 sandal ini. Al Iman al Ghazali menyatakan dengan menanggalkan ikatan belenggu 2 nafsu yang mengingkat zahir jasad dan rohani. Kaum hakikat berpendapat bahawa kedua sandal yang dimaksud adalah Nafsu Ghodobiyah dan Nafsu Syahwatiyah. Nabi Musa diperintahkan untuk melepas sandal nya (Dzohir), dan juga melepas nafsu Ghodobiyah dan Syahwatiyah nya (Hakikat).

Sheikh Karim al Jili pula menyatakan melepaskan kedua sandal itu dilepaskan rasa wujud dzatmu dan sifatmu... itsbat semata mutlak hak Allah swt. Apabila dapat melepaskan rasa wujudmu... baru engkau dikira bertauhid... kata al imam Arsalan. Apabila engkau memperolehi maqam ini... engkau baru mendapat Lailatul Qadar. Sheikh Abdul Qadir al Jailani menyatakan... apabila memperolehi Tauhidul Sifat dan Tauhidul Dzati... Tiada lagi memiliki wujud dan sifat dirinya... baru mukmin sejati. Para kaum ‘arifbillah mempunyai definisi tersendiri terhadap malam yang sering diumpamakan sebagai malam yang lebih mulia dari seribu malam ini.

Syeikh Abu Thalib al-Makki (W. 368 H) dalam kitab Qutub al-Qulub bi Mu’amalati al-Mahbub mengatakan, “Sebahagian ulama mengatakan bahawa bagi seorang arif semua malam-malam adalah malam lailatul Qadar”. Kerana mereka bersama dengan Allah swt setiap saat. Menyaksi hakikat Ketuhanan disetiap martabat wujud… Syeikh Abdul Karim al-Jili pula ( W.826 H) mengatakan, “Substansi atau inti Lailatul qadar pada seorang hamba adalah kebersihan dan kemurnian jiwa yang ia miliki.” Yakni akhlak...

Peningkatan dari akhlak binatang buas yakni nafsu Ghodobiyah... makhluk bertaraf binatang...ditarbiyah tunduk kpd kehendak Allah. Meningkat ke nafsu binatang ternak...Meningkat ke kepada sifat jin...Kemudian ke sifat malaikat...Hingga dipakaikan dengan sifat2 illahiyah... yakni akhlak al Quran... yakni akhlak Nabi Muhammad saw.

Daripada jiwa dialam Mulki yakni alam syahadah yg dipenuhi debu nafsu haiwan dan kegelapan dari wajah Tuhan... di Tarbiyah untuk tunduk 30 hari… Hingga bisa taraqqi ke alam Malakut... yg terbahagi kpd 2 yakni martabat jin dan malaikat. Jiwa di Martabat Jin membawa keangkuhan dan kesombongan... meremehkan orang dan tinggi ananiyah... berasa berilmu dan merasa paling benar... angkuh...dll

Jiwa di martabat malaikat apabila bisa tunduk nafsunya dan membuang pakaian basyariah kemakhlukan dan bertahlul dari zhulumat keangkuhan dan keegoan yg membuang mahkota keakuan dari kepala ilmu dan ketinggian diri. Jiwa Malaikatiyah ini sudah diterima dengan permaidani Muthmainah... Terus bertaraqqi... hingga mencapai akhlak al Quran... Nur Muhammadi meliputi diri... Nashkah Illahiyah di keluarkan dari lubuk rahsia insan. Jiwa disaat ini mencapai alam Jabarut dan Lahut. Tauhidul Sifat dan Tauhidul Dzati.

Malam lailatul qadar adalah sebuah malam di bulan Ramadhan yang di dalamnya dipenuhi dengan keberkahan dan kemuliaan. Pada malam itu juga Allah Swt. menurunkan manifestasi utuh al-Qur’an dari Lauhul Mahfudz di langit ke tujuh ke langit pertama.

Allah Swt. berfirman:

إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

“Sungguh telah kami turunkan al-Qur’an pada malam yang diberkahi. (QS. Addukhan: 3).” Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:

إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sungguh telah kami turunkan al-Qur’an pada malam lailatul Qadr (QS.Al-Qadr:1).” Dalam kegelapan malam... gelap jasad bumi diterangi cahaya illahiyah dengan turunnya sumber cahaya... al Quran dan Nur Muhammadi. Maka lambang orang yg mendapat Lailatul Qadar adalah mereka itu di Tajalli dari sifat Jamalullah... akhlak karimah... akhlak Muhammad... akhlak al Quran... itulah himpunan sifat2 Allah. Itulah al insan Kamil...

Seorang hamba yang sudah punya kebersihan dan kemurnian jiwa yang ia miliki. Syeikh Jamaluddin al-Khalwati (W. 1162 H) dalam kitabnya ta’wilat mengatakan, “Lailatul Qadar adalah malam pencapaian, dimana ia lebih baik dari seribu derajat dan kedudukan. Maka barang siapa yang telah sampai dan menemukan malam ini, jiwanya akan fana (melebur) secara keseluruhan sebagai tanda terbukanya penghalang antara dia dan Tuhannya.” Itulah syuhud... itulah makrifat... itulah CINTA HAKIKI.

Imam Qusyairi (W. 465 H) menjelaskan tentang pengertian lailatul mubarakah (malam keberkahan), “Dialah malam dimana hati seorang hamba hadir dan menyaksikan ‘pancaran’ Tuhannya. Di dalamnya ia merasakan kenikmatan dari cahaya pencapaian dan kedekatan -kepada Tuhannya-.”

Bagi para Sufi, mengejar peristiwa lailatul qadar bukan menjadi tujuan utama kerana bagaimanapun lailatul qadar hanya bahagian dari makhluk, sama dengan syurga yang juga makhluk. Yang paling penting bagi mereka ialah mencari Tuhan Sang Pencipta lailatul qadar dan syurga. Apakah masih perlu lailatul qadar dan syurga bila telah berada di dalam ‘pelukan’ Sang Pencipta segalanya?

Firman Allah swt; "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa..."

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian] dalam agama kalian {{ الصِّيَامُ }} [berpuasa] yaitu menahan beberapa hal tertentu dari terbit fajar kedua (fajar sidik) sampai terbenamnya matahari pada bulan khusus yang telah disebutkan syariat. Selain itu puasa juga berarti: menahan secara mutlak dan menolak secara total dari segala yang selain Allah. 

Puasa jenis kedua ini dilakukan oleh para Ahli Nahyi dan Yakin yang telah mencapai kasyf atas segala hal serta mencapai hakikat sesuai dengan yang dapat mereka lakukan {{كَمَا كُتِبَ عَلَي}} [sebagaimana diwajibkan atas] umat-umat para nabi {{ الَّذِيْنَ }} [orang-orang yang] berlalu {{ مِنْ قَبْلِكُمْ}} [sebelum kalian] dan sesungguhnya puasa itu diwajibkan atas kalian {{ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ}} [agar kalian bertakwa {183}] dengan harapan agar kalian dapat menjaga diri dari sikap berlebihan dalam urusan makan, karena itu dapat mematikan hati, memadamkan api kerinduan kepada Allah, dan meredupkan cinta yang sejati kepada-Nya.

Bagi Sufi yg sudah dimaqamnya... setiap saat itu Lailatul Qadar... bukan sekadar mengejar Lailatul Qadar setahun sekali… Bayangkanlah si salik yg mula berbaiat Tareqat diarah hatimu bertawajuh pada satu kiblat hati... Kaabah Hakiki... Dzat Hakiki... satu Wajah.

Setiap saat itu Lailatul Qadar bagi yang tahu dan yang mahu... Kenapa dicari yg setahun sekali? Hendaklah engkau wahai orang yang bertekad dan ingin menghidupkan serta menjangkau malam itu; singsingkanlah lengan bajumu untuk menghidupkan semua malam yang datang padamu dari hari-hari dalam hidupmu. Kerana ia (malam) tersembunyi di dalamnya (siang). Singkatnya, janganlah engkau alpa dari Allah dalam semua hal-mu, agar semua malam menjadi kemuliaan yang lebih baik dibandingkan dunia dan segala isinya.

Sampai terbit fajar maksudnya, sampai terbitnya Matahari Dzat Ilahiyah, yang memfanakan dengan pancaran zatiyah-nya semua sinar bayangan-bayangan dan pantulan-pantulan secara mutlak. Yang ghaib tidak ada seorang pun yang dapat mengetahuinya kecuali hanya bagi Allah yang Maha Mengetahui segala yang ghaib. Itulah sebabnya Allah kemudian menyamarkan hal ini kepada Kekasih-Nya. Buka pakaian Nasutmu... terbangkan rohanimu ke Lahut...

No comments:

Post a Comment