Monday, February 9, 2015

HUKUM MENERIMA ATAU MENOLAK JAMAAH TABLIGH DI MASJID-MASJID

HASIL BAHTSU MASA’IL PENGURUS CABANG NAHDLATUL ‘ULAMA KABUPATEN JEPARA MUSHOHIH:

1. KH. Ahmad Kholil (Rois syuriyah) (kalinyamatan)
2. KH. Khumaidurrohman (Wakil Rois) (Jepara)
3. KH. Sya’toni (Mustasyar) (Bate Alit)
4. KH. Mahfudz Shidiq (Wakil Rois) (Kedung)
5. KH. Nafi’uddin Hamdan (Wakil Rois) (Welahan)
6. KH. Ubaidillah (Wakil Rois) (Keling)
7. KH. Kamil Ahmad (Wakil Rois) (Kalinyamatan)
8. KH. Muhsin Ali (Wakil Rois) (Kedung)

PERUMUS :

1. KH. Kholilurrohman (Ketua LBM) (Tahunan)
2. KH. Imam Abi Jamroh (Wakil Katib Syuriyah) (Tahunan)
3. KH. Mukhlish (Wakil Ketua LBM) (Welahan)
4. KH. Mundziri Jauhari (Wakil ketua LBM) (Welahan)
5. KH. Hadziq (Anggota LBM) (Welahan)
6. KH. Masduqi ridlwan (A’wan Syuriyah) (Kedung)
7. KH. Ahmad Roziqin (Katib Syuriyah) (Jepara)

JAMAAH TABLIGH

Deskripsi Masalah

Sering kita jumpai sekelompok orang (jamaa’ah) yang singgah di masjid–masjid ataupun musholla. Sebagian masyarakat menyebutnya Jamaah Tabligh, Khuruj, Jaulah, Jama’ah Kompor, Jama’ah janggut, dan lain–lain. Di satu tempat mereka diterima dengan baik, dihormati dan dimuliakan seperti lazimnya menerima dan menghormati ilmu, namun di tempat yang lain ada yang menolak untuk singgah di masjid mereka, bahkan diusir dan dihina dengan dalih kecurigaan “jangan – jangan mereka kelompok teroris”, atau “membawa agama baru”, atau “akidahnya menyimpang”, atau “tidak sama denga kita” dan lain – lain.

Pertanyaan :

A. Bagaimana hukumnya menerima dan mempersilahkan mereka ketika singgah dan bertamu di masjid kita?

B. Bagaimana hukumnya menolak dan mengusir mereka dengan berbagai alasan di atas ?

C. Bagaimana hukumnya masuk atau bergabung ke dalam organisasi keagamaan semisal : Jam’iyyah Tabligh, Nahdlatul ‘Ulama, Muhammadiyah dan lain– lain ?

Jawaban :

A. Hukum menerima dan mempersilahkan mereka ketika singgah dan bertamu di masjid kita adalah SUNNAH selama mereka benar-benar memegang teguh ajaran-ajaran Al Qur’an dan As-Sunnah ala Ahlus sunnah wal Jamaah.

Referensi :

1. Sabda Nabi S.a.w: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya!” yaitu : karena memuliakan tamu merupakan akhlak para Nabi dan orang shalih serta etika Islam sampai komentarnya…Abu Al-Laits bin sa’id telah mewajibkan menjamu tamu sehari semalam karena mengamalkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam: “malamnya tamu itu wajib bagi tiap muslim”. Sedanglan para pakar fikih umumnya mengartikannya sebagai sunah. Menjamu tamu merupakan termasuk akhlak mulia dan kebaikan agama. (Al Majaliss Saniyah, hal.45).

2. Firman allah Ta’ala : ”Baik yang bermukim di situ (Masjid Al haram)” (QS. Al Hajj : 25) sampai penjelasannya, pengertiannya yaitu seorang yang mukim di masjid dan yang datang di sana, sama dalam masalah singgah di sana, siapa saja yang lebih dulu menempati suatu tempat maka itu adalah haknya, dan orang lain tidak boleh mengusirnya.” (Tafsir As – Showy, Juz 3, hal.120)

B. Hukum menolak dan mengusir mereka dengan berbagai alasan di atas tidak dibenarkan (tidak boleh) selama mereka tidak menyimpang dari ajaran Al-Qur’an dan As-sunnah ala Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Rujukan:

1. Firman Allah (“dan siapakah yang lebih aniaya”) artinya tidak ada yang lebih aniaya (daripada orang yang menghalang–halangi menyebut nama Allah dalam masjid–masjidNya”), dengan shalat dan bacaan tasbih. Firman-Nya : daripada orang yang menghalang-halangi, …sampai perkataannya…pengertiannya tidak ada yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangin zikir menyebut asma Allah di masjid-masjidNya. Tindakan menghalangi itu adakalanya dengan menguncinya, mengosongkan dari orang yang memakmurkannya,  merobohkannya, memakan pendapatannya atau ceroboh dalam menunaikan hak–haknya. Yang dipandang adalah umumnya lafal bukan sebab yg khusus. (Tafsir Ash-Showy Juz 1 hal. 80)

2. Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani Rah berkata : “Hindarilah mencintai seseorang atau membencinya, kecuali setelah menimbang perbuatannya dgn Kitabullah dan sunnah agar kalian tidak mencintai atau membencinya karena hawa nafsu!” (An Nurul Burhani hal. 55)

C. Hukum bergabung ke dalam organisasi keagamaan adalah boleh, selama tidak menyimpang dari faham Ahlussunnah wal jama’ah.

Penjelasan:

Jika seseorang yakin atau merasa tidak mampu menjaga agamanya dari hal–hal yang bisa merusak agamanya kecuali dengan masuk ke dalam organisasi tersebut, maka wajib baginya untuk ikut bergabung, selama organisasi itu menganut faham Ahlussunnah wal jama’ah.

Rujukan:

Pertanyaan:

Sekarang ini telah nampak kerusakan baik di darat maupun di laut, tersebar di kota maupun desa, kaum muslimin di uji dalam menjaga mereka dan tetap berada dalam hukum–hukum Allah.

“Apakah wajib atau tidak bagi tiap muslim di zaman ini untuk bergabung dengan suatu perkumpulan Ahlussunnah wal jama’ah agar bisa menunaikan kewajiban mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran beserta melaksanakan kewajibannya membantu yuran bulanan atau selainnya ?.”

JAWAB :

Siapa saja yakin atau menyangka dirinya tidak akan mampu menjaga agamanya dan menunaikan kewajiban mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran kecuali hanya dengan bergabung bersama perkumpulan Ahlussunnah wal Jamaah, maka wajib bergabung dengannnya. Pengarang Sullam taufiq berkata, “Wajib bagi tiap muslim untuk menjaga ke-islamannya serta menjaganya dari perkara yang bisa merusak atau membatalkannya.” (Ahkamul Fuqoha’, Juz 2, hal. 96)

No comments:

Post a Comment