Kita dapat melihat benda disekitar kerana ada cahaya, kalau siang ada cahaya matahari dan kalau malam ada cahaya bulan atau lampu. Tanpa cahaya maka penglihatan kita tidak berfungsi sama sekali. Namun demikian, pada orang-orang tertentu yang cacat matanya (buta) walaupun diberi cahaya terang benderang tetap tidak dapat melihat apa-apa, tetap berada dalam kondisi gelap gulita.
Sama halnya dengan 'mata hati' (Qalbu). Fungsinya untuk dapat menyaksikan (Musyahadah) Allah SWT. Penyaksian itu boleh terjadi dengan adanya cahaya-Nya yang menyinari hati, dengan sinar yang Maha tersebut maka manusia akan sampai ke Maqam Musyahadah sehingga tanpa ragu dan bimbang sedikitpun dia berucap (setelah menyaksikan), “Aku Bersaksi (Bermusyahadah) tiada Tuhan selain Allah”.
Musyahadah ini harus terjadi di dunia bukan di akhirat kerana dunia tempat kita belajar. Allah SWT menurunkan Para Nabi dan Rasul, serta kemudian diteruskan oleh Ulama dan Auliya Allah untuk membimbing manusia agar dapat mengenal Allah sampai kepada maqam menyaksikan. Di akhirat tidak ada kesempatan lagi untuk belajar, kalau di dunia mata hati belum disembuhkan dan masih buta maka di akhirat juga tetap buta.
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, nescaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 72).
Sama halnya kalau di kolam renang ukuran kecil tidak dapat berenang maka di lautan pun tidak dapat berenang kerana medianya sama iaitu air. Begitu juga kalau di dunia tidak dapat menyaksikan Allah kerana buta mata hati maka di akhirat sudah PASTI tidak akan dapat menyaksikan, sesuai dengan Surat Al Isra’ 72 di atas.
Alat atau sarana untuk berhubungan dengan Allah SWT bukanlah akal, kerana akal bersifat baharu, bersifat terbatas tidak mungkin dapat mencapai Allah Yang Maha Qadim. Akal dengan segala keterbatasannya hanya mampu mengkaji sesuatu yang dapat diserap oleh pancaindera sedangkan Allah diluar kemampuan pancaindera dan berada di dimensi yang berbeza. Allah SWT dengan tegas memperingatkan manusia tidak mencari bahkan agar tidak memikirkan Zat Allah, “…Jangan kau fikirkan Zat-Ku.”
Larangan “…Jangan kau fikirkan Zat-Ku” bukan berarti Allah tidak dapat dikenali dan dijangkau sama sekali seperti pemikiran Kaum Muktazilah, akan tetapi Allah telah memberikan metode atau cara untuk mengenal Allah tersebut sesuai dengan petunjuk dari-Nya yang telah tercantum dalam firman-Nya (Al-Qur’an).
Selama qalbu manusia yang ada dalam dadanya masih sakit, masih buta, maka selama itu pula dia tidak akan pernah dapat menyaksikan Allah SWT sebagaimana firman Allah SWT: “Kerana sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (Al-Hajj, 46)
Untuk menyembukan penyakit mata yang buta harus dengan penyembuhan bersifat fisik, dengan ubat-ubatan atau operasi mata, namun untuk menyembuhkan penyakit hati, buta mata hati tidak mampu dengan penyembuhan secara fisik. Harus ada doktor metafisika, Ulama Pewaris Nabi, seorang kekasih Allah yang dapat pindahkan Cahaya Ilahi ke qalbunya sehingga qalbu tersebut menjadi terang benderang, dengan itulah dapat menyaksikan kebesaran Allah SWT.
Proses penyembuhan juga tidak hanya dengan sim salabin, serta merta, tapi dengan proses yang panjang, dengan suluk demi suluk sampai Allah berkenan menyembuhkan dan membukakan hijab antara hamba dengan Tuhannya.
Maka Al-Qur’an memperingatkan kita semua jika ada hal berhubungan dengan metafisika, berhubungan dengan ghaib dan ilmu rahasia berhubungan dengan Allah jangan tanyakan kepada Ulama Zahir, jangan tanyakan kepada orang yang hanya mengkaji ilmu agama secara akal, tapi tanyakan kepada kekasih Allah mereka menghampiri Allah SWT dengan kerendahan hati dengan zikir, merekalah yang disebut sebagai Ahli Zikir dalam Al-Qur’an: “Maka bertanyalah kepada Ahli Zikir (orang yang mempunyai pengetahuan) jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl : 43).
Menyembuhkan mata hati dari kebutaan ini adalah hal sangat pokok dalam hidup kerana segala ibadah akan tertolak jika kita tidak mengenal dengan sebenarnya kenal Allah SWT. Semua manusia merasa mengenal Allah, tapi kalau di tanya lebih lanjut maka kebanyakan mereka hanya mengenal Nama Allah tanpa mengenal sosok di balik nama tersebut.
No comments:
Post a Comment