Thursday, January 28, 2016

ILMU LADUNI

Apa itu Ilmu Laduni? Sebahagian orang mungkin belum pernah mendengar istilah Ilmu Laduni. Sementara sebahagian lagi yang sudah pernah mendengarnya mungkin berpikir bahwa Ilmu Laduni tidak benar-benar ada. Secara kasar, Ilmu Laduni adalah ilmu yang mempunyai manfaat menjadikan seseorang mendapatkan ilmu atau pengetahuan tanpa proses belajar. Pengertian tersebut seakan mustahil dan sulit di percaya. Inilah karunia Tuhan dalam berbagai bukti atas kekuasaan-Nya dengan menciptakan berbagai ilmu. Pastinya tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan meridhai. Kata laduni (Ladunni), berasal dari bahasa Arab, akar kata dari Ladun/ Laday, yang berarti dekat/ pangkuan.

Ilmu laduni ini diperoleh secara langsung dari Tuhan tanpa perantara. Kejadiannya dapat diumpamakan seperti sinar dari suatu lampu gaib yang sinar itu langsung mengenai hati yang suci bersih, kosong lagi lembut. Oleh sebab itu, ilmu tersebut bukan hasil dari proses pemikiran, melainkan sepenuhnya tergantung atas kehendak dan karunia Allah SWT. Ilham ini merupakan perhiasan yang diberikan Allah kepada para kekasih Nya (para wali). Dengan demikian ilmu yang diterima langsung oleh hati manusia melalui ilham, iluminasi (penerangan) atau inspirasi dari sisi Tuhan disebut ilmu laduni.

Keberadaan dan status ilmu laduni bukan tanpa alasan. Para sufi merujuk keberadaan ilmu ini pada Alquran (QS Al Kahfi [18]:60-82) yang memaparkan beberapa episod tentang kisah Nabi Musa AS dan Khidir AS. Kisah tersebut dijadikan oleh para sufi sebagai alasan keberadaan dan status ilmu laduni. Mereka memandang Khidir AS sebagai orang yang mempunyai ilmu laduni dan Musa AS sebagai orang yang mempunya pengetahuan biasa dan ilmu lahir. Ilmu tersebut dinamakan ilmu laduni kerana di dalam surah al-Kahfi ayat 65 disebutkan:

"wa'allamnahu min ladunna ‘ilman.." (..dan yang telah Kami ajarkan kepadanya (Khidir AS) ilmu dari sisi Kami).

Tetapi jika ilmu tersebut didapatkan dengan bertaqwa kepada Allah dengan menjalankan perintah- perintahNya serta menjauhi segala larangan-Nya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.maka kita harus percaya kepadanya, tetapi tidak kita sebut ilmu laduni, kita sebut karomah atau ilham atau firasat, menurut jenis kelebihan yang ia punyai. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah : 282: “Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu”. (QS.al-Baqoroh/282).

Allah SWT berfirman : “Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (al-An’aam: 59)

Allah SWT berfirman: (Para malaikat-Nya pun berkata) "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami." (Al-Baqarah: 32)

Seseorang mungkin boleh mengetahui ilmu ghaib dengan perantara Jin atau syetan. Kerana Jin dan syetan sering mencuri pendengaran tentang hal-hal ghoib dari langit. Sebagaimana firman Allah di dalam surat Al Hijr : 17-18, “ Dan Kami jaga langit-langit tersebut dari syetan yang terlaknat, kecuali mereka yang mencuri pendengaran ( dari hal-hal yang ghoib ) , maka dia akan dikejar oleh batu api yang nyata “

Allah SWt berfirman: “Dan sesungguhnya ada diantara manusia yang meminta perlindungan dari segolongan Jin, maka segolongan Jin itu hanya akan menambah kepada mereka kesusahan”. 

Di dalam tasawuf dibezakan tiga jenis alat untuk komunikasi rohaniah, yakni kalbu (hati nurani) untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh untuk mencintai-Nya dan bahagian yang paling dalam yakni sirr (rahasia) untuk musyahadah (menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Allah SWT secara yakin sehingga tidak terjajah lagi oleh nafsu amarah) kepada-Nya. Meski dianggap memiliki hubungan misterius dengan jantung secara jasmani, kalbu bukanlah daging atau darah, melainkan suatu benda halus yang mempunyai potensi untuk mengetahui esensi segala sesuatu. Lapisan dalam dari kalbu disebut roh; sedangkan bahagian terdalam dinamakan sirr, kesemuanya itu secara umum disebut hati. Apabila ketiga organ tersebut telah disucikan sesuci-sucinya dan telah dikosongkan dari segala hal yang buruk lalu diisi dengan zikir yang mendalam, maka hati itu akan dapat mengetahui Tuhan.

Tuhan akan melimpahkan nur cahaya keilahian-Nya kepada hati yang suci ini. Hati seperti itu diumpamakan oleh kaum sufi dengan sebuah cermin. Apabila cermin tadi telah dibersihkan dari debu dan noda-noda yang mengotorinya, niscaya ia akan mengkilat, bersih dan bening. Pada saat itu cermin tersebut akan dapat memantulkan gambar apa saya yang ada dihadapannya. Demikian juga hati manusia. Apabila ia telah bersih, ia akan dapat memantulkan segala sesuatu yang datang dari Tuhan. Pengetahuan seperti itu disebut makrifat musyahadah atau ilmu laduni. Semakin tinggi makrifat seseorang semakin banyak pula ia mengetahui rahasi-rahasia Tuhan dan ia pun semakin dekat dengan Tuhan. Meskipun demikian, memperoleh makrifat atau ilmu laduni yang penuh dengan rahasia-rahasia ketuhanan tidaklah mungkin kerana manusia serba terbatas, sedangkan ilmu Allah SWT tanpa batas, seperti dikatakan oleh Al-Junaid, seorang sufi modern, "Cangkir teh tidak akan dapat menampung segala air yang ada di samudera."

Banyak Ulama dan Sufi memberikan pengertian mengenai Ilmu Laduni, pengertiannya berbeza-beza namun, memiliki hakikat makna yang sama.Beberpa pengertian ilmu laduni yang dimaksud adalah: Menurut Abdul Qadir Al-Jaelani dan Al-Jilli memberikan pengertian ilmu laduni sebagai ilmu rohani dan pengetahuan hikmah (kebijakan) yang diperoleh melalui perbuatan kontinyu, dalam waktu lama dalam hal kebaikan dan ke-shalehan amal ibadah. Pengertian Ilmu Laduni menurut imam Al-Ghazali adalah ilmu yang dipancarkan langsung oleh Tuhan ke lubuk hati manusia tanpa proses belajar terlebih dahulu dan tanpa proses metode ilmiah. Menurutnya lahirnya ilmu laduni, melalui Kasyf atau ilham.

Ibn Arabi menjelaskan pengertian ilmu laduni dalam kitab Futuhat al-Makiyah, yaitu ilmu yang terpancar ke dalam hati manusia, tanpa di usahakan dan tanpa menggunakan argumentasi Aqliyah (argumentasi pikiran). Pengertian ilmu laduni Ibnu Arabi, setidaknya memiliki kemiripan dengan pengertian ilmu Laduni menurut versi imam al-Ghazali, namun sifatnya lebih mendasar. Jika tak menggunakan argumentasi Aqliyah, bagaimana mungkin melahirkan proses pembelajaran. Al-Qusyairi dan Al-Harawi memberikan pengertian Ilmu Laduni sebagai sesuatu yang diterima seseorang dengan jalan ekstase dan Kasyaf (ketersingkapan).

Dalam kitab karangan al-Harawi, Manazil As Sairin, disebutkan bahwa Ilmu Laduni adalah ilmu yang diberikan oleh Allah SWT ke dalam hati tanpa sebab yang dilakukan seseorang hamba tanpa menggunakan dalil-dalil. Sebab yang dimaksud adalah sebab yang disengaja, atau usaha untuk mendapatkan ilmu Laduni. Menurut Abu Hamzah As-Sanuwi, ilmu Laduni terbagi menjadi dua. Pertama, ilmu yang didapat tanpa proses belajar, biasa di istilahkan dengan ilmu Wahbiy. Kedua, ilmu yang didapat kerana proses belajar, dan biasa di istilahkan dengan ilmu Kasbiy. Adapun ilmu yang diperoleh melalui proses belajar, yaitu ilmu Syari’at, dan ilmu Makrifat (hakikat), yaitu ilmu tentang sesuatu yang ghaib melalui jalan Kasyaf.

Kasyaf inilah yang dikenal dengan julukan “ilmu Laduni” di kalangan ahli tasawwuf. Sedangkan ilmu yang diperoleh melalui proses belajar, adalah usaha mendapatkan pengetahuan seperti dari hasil membaca, menulis, mendengar, meneliti, dan seterusnya.Pengertian ilmu Laduni berdasarkan pengertian ilmu Laduni tersebut, ilmu yang bersumber langsung dari Tuhan, di berikan pada manusia, melalui ilham dan tanpa perantara, dan didapatkan tanpa usaha yang disengaja total untuk mendapatkan ilmu tersebut.

Ilmu Laduni bukanlah jalan pintas bagi mereka yang ingin mendapatkan suatu pengetahuan secara instan. Justru sebaliknya, Ilmu Laduni diperuntukkan bagi mereka yang gemar mempelajari hal baru dan memaksimalkan apa yang telah dipelajarinya. Sebab pemilik Ilmu Laduni memiliki kreativitas dan kemampuan yang tinggi dalam mempelajari suatu hal secara cepat dan menghubungkan pikirannya dengan pengetahuan yang maha luas meski lewat proses pembelajaran yang sangat minim sekalipun. Artinya bagi siapapun yang ingin memiliki Ilmu Laduni maka siap melakukan sebuah Riyadhah dan usaha secara spiritual dengan mengamalkan ajaran ilmu yang disampaikan guru.Selain hal demikian harus menata hati dan jiwa untuk bisa mencapai ikhlas dan tawakkal, pasrah apapun hasil yang di capai atau di peroleh setelah belajar menguasai Ilmu Laduni ini.

Jadi, orang yang dikaruniakan ilmu laduni atau ilmu ilham ini adalah orang yang mendapat khazanah dari lautan ilmu yang berasal langsung dari Allah SWT.Ada macam-macam ilmu dan setiap sesuatu ilmu itu mempunyai banyak pengertian dan tafsirannya. Jadi Allah SWT memberi pengertian dan tafsiran satu-satu ayat sesuai pada seseorang itu untuk menyelesaikan masalah di zamannya atau keperluan seseorang itu. Perkara itu pula kebanyakannya bukan pengertian mengenai hukum-hukum kerana permasalahan itu sudah tetap dan tidak berubah untuk setiap zaman kecuali perkara Khilafiah. Sebaliknya ilmu laduni ini kebanyakannya mengenai penguraian, falsafah, didikan, hal waktu, metode, dan kaedah saja. Perkara-perkara ini boleh berubah.

Jika ilmu wahyu disampaikan kepada Rasul atau nabi, ilmu laduni atau ilmu ilham pula Allah SWT karuniakan kepada para wali dan orang-orang sholeh. Ilmu wahyu adalah syari’at baru yang menghapus syariat yang di amalkan sebelumnya manakala ilmu laduni akan membawa tafsiran atau makna baru kepada ilmu wahyu itu, sesuai untuk zamannya atau orangnya. Ilmu wahyu tidak dilupakan tetapi ilmu laduni atau ilham mudah dilupakan oleh orang yang menerimanya. Kalau yang menerima ilmu wahyu itu adalah rasul maka wajib ia sampaikan tetapi kalau dia seorang nabi, maka tidak wajib menyampaikannya. 

Sedangkan ilmu laduni baik disampaikan kerana ia akan dapat menyelesaikan masalah-masalah semasa yang sedang dihadapi oleh masyarakat, sesuai untuk zamannya. Atau untuk mengetahui hikmah atau pengajaran sesuatu hukum itu. Jika ilmu wahyu ditolak, maka seseorang itu akan jatuh murtad atau kafir dan di Akhirat akan terjun ke Neraka serta kekal selama-lamanya. Sebaliknya jika menolak ilmu laduni atau ilmu ilham, maka tidak menjadi kafir tetapi akan menghilangkan barokah dan tertutupnya pintu bantuan dari Allah Swt. Mungkin ada orang yang akan menolak pendapat ini tentang ilmu laduni ini dan payah untuk menerimanya terutama:

1. Orang yang tidak percaya adanya ilmu laduni atau ilham di dalam Islam.

2. Seseorang yang tidak memiliki ilmu ini dan tidak ada pengalaman mengenainya, sekalipun dia mempercayainya.

3. Seseorang yang tahu mengenai ilmu ini tetapi kerana sifat hasad dengki, dia tidak senang dengan orang yang mendapat ilmu ini, maka dia pun menolaknya, sedangkan hatinya membenarkan.

Apa bukti ilmu laduni atau ilmu ilham ini wujud? Buktinya, adalah berdasarkan hujah berikut:

PERTAMA: Hujah Naqli (Nas)

1. Hujjah Al Qur’an: Dalam Al Qur’an ada dalil yang kuat sebagai bukti kewujudan ilmu ini. “Hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan ajar kamu.” (Al Baqarah: 282). Dalam ayat ini sangat jelas Allah Swt mengatakan tentang orang-orang bertaqwa yang bersih dari sifat-sifat Mazmumah, Allah Swt akan beri ilmu secara Wahbiah, tanpa usaha ikhtiar, tanpa belajar, atau tanpa berguru.

2. Hujjah Hadis. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beramal dengan ilmu yang dia ketahui, maka Allah SWT akan berikan kepadanya ilmu yang dia tidak ketahui.” (Dikeluarkan oleh Abu Nuaim). Inilah buktinya. Artinya ilmu yang telah ada itu akan bertambah bila diamalkan. Yakni ia akan dapat ilmu baru dari hasil dipraktekkan ilmu itu. Proses ini juga berlaku secara Wahbiah.

Inilah yang dikatakan ilmu laduni atau ilmu ilham yang Allah SWT berikan melalui tiga cara:

i. Ilmu itu langsug Allah SWT jatuhkan ke dalam hati.

ii. Adakalanya Allah SWT perlihatkan ilmu itu yang boleh dilihat seolah-olah kita seperti menonton layar TV. Sedangkan orang lain yang ada bersamanya ketika itu sama sekali tidak dapat melihatnya.

iii. Atau mungkin mendengar suara yang membisikkan ke telinganya tetapi tidak nampak rupa makhluknya. Inilah yang dikatakan Hatif. Mungkin suara ini suara malaikat, jin yang sholeh, atau wali-wali Allah Swt.

KEDUA: BUKTI SEJARAH

Banyak kitab dahulu menceritakan bagaimana pengalaman salafussoleh, ulama-ulama besar dan pengarang-pengarang kitab sendiri yang mendapat ilmu-ilmu laduni ini. Ada kitab-kitab karangan ulama Muktabar yang menunjukkan pengarangnya mendapat ilmu laduni. Di antara ulama yang memperoleh ilmu laduni atau ilmu ilham ini di samping ilmu melalui usaha ikhtiar ialah imam-imam mazhab yang empat, ulama-ulama Hadist seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, ulama-ulama tasawuf seperti Imam Al Ghazali, Imam Nawawi, Imam Sayuti, Syeikh Abdul Qadir Jailani, Junaid Al Baghdadi, Hassan Al Basri, Yazid Bustami, Ibnu Arabi, dan lain-lain lagi.

1). Imam Al Ghazali: Umurnya pendek saja yaitu sekitar 54 tahun. Beliau mulai mengarang setelah bersuluk di kubah Masjid Umawi di Syam (Syria). Umurnya waktu itu sekitar 40 tahun. Artinya dalam hidupnya dia mengarang sekitar 14 tahun. Dalam waktu yang pendek ini dia sempat mengarang sebanyak 300 buah kitab yang tebal-tebal, yang bermacam-macam jenis ilmu pengetahuan termasuklah kitab yang paling masyhur yaitu Ihya Ulumuddin, kitab tasawuf (dua jilid yang tebal-tebal) dan Al Mustasyfa (ilmu Ushul Fiqh yang agak susah difahami). Coba fikirkan, bolehkah manusia biasa seperti kita ini menulis sebanyak itu. Walau bagaimana genius sekalipun otak seseorang itu, tidak mungkin dalam masa 14 tahun bisa menghasilkan 300 buah kitab-kitab yang tebal, jika bukan kerana dia dibantu dengan ilmu laduni yakni ilmu tanpa berfikir, yang terus jatuh ke hati dan lalu ditulis.

Dalam pengalaman kita kalau ilmu hasil berfikir dan mengkaji, sebagaimana profesor-profesor sekarang, dalam masa empat tahun saja baru dapat membuat satu tesis di dalam sebuah buku. Kalau satu buku mengambil masa empat tahun, artinya kalau 14 tahun baru dapat tiga buah buku. Terlalu jauh bezanya dengan Imam Ghazali yang mencapai 300 buah buku itu.

2. Imam Sayuti: Umurnya juga pendek, hanya 53 tahun. Beliau mulai mengarang sewaktu berumur 40 tahun dan dapat menghasilkan 600 buah kitab. Dalam kurun waktu hanya 13 tahun saja beliau dapat menghasilkan begitu banyak kitab. Artinya dia dapat menyiapkan sebuah kitab setiap dua minggu. Kitabnya itu pula tebal-tebal dan tinggi gaya bahasannya dalam bermacam-macam jenis ilmu.

Diantara kitabnya yang terkenal antara lain: Al Itqan fi Ulumil Quran, Al Hawi lil Fatawa (dua jilid), Al Jamius Soghir (mengandung matan-matan Hadis), Al Ashbah wan Nadzoir, Tafsir Jalalain, Al Iklil, dan lain-lain. Jika beliau menulis atas dasar membaca atau berfikir semata-mata, tentulah tidak mungkin dalam kurun waktu 13 tahun dapat menuliskan 600 kitab atau tidak mungkin dalam masa hanya dua minggu dapat tulis sebuah kitab. Inilah ilmu laduni. Tidak heranlah hal ini bisa berlaku kerana dalam kitab Al Tabaqatul Kubra karangan Imam Sya’rani ada yang menceritakan bahwa Imam Sayuti bisa Yakazah dengan Rasulullah Saw sebanyak 75 kali dan dia sempat bertanya tentang keilmuan dengan Rasulullah Saw.

3. Imam Nawawi: Beliau adalah antara ulama yang meninggal sewaktu berusia muda, yaitu 30 tahun. Beliau tidak sempat menikah tetapi telah banyak menghasilkan kitab-kitab karangannya. Di antara yang terkenal ialah Al Majmuk yakni kitab Fekah. Kalau ditimbang beratnya, kitab itu kurang lebih sekitar 3 Kg, yakni kitab Fekah yang sangat tebal. Selain itu ada juga kitab Riyadhus Solihin, Al Azkar, dan lain-lain.

Untuk mengarang kitab Al Majmuk saja jika mengikuti kaedah biasa yakni atas dasar kekuatan otak, maka tidak mungkin dapat disiapkan dalam kurun waktu dua atau tiga tahun. Mungkin bisa memakan waktu 10 tahun. Ini berarti dia mulai mengarang ketika berumur 20 tahun. Biasanya di umur ini orang masih belajar lagi. Tetapi di usia semuda itu Imam Nawawi sudah mampu mengarang bukan saja Al Majmuk, tetapi juga turut mengarang kitab-kitab besar yang lain. Ini luar biasa! Biasanya seseorang menjadi pengarang kitab ketika telah mencapai di penghujung usianya. Ini membuktikan selain dari cara belajar, ada ilmu yang Allah Swt berikan tanpa proses belajar, tanpa usaha ikhtiar, dan tanpa berguru. Itulah dia ilmu laduni atau ilmu ilham.

Sesudah kita mengkaji kemampuan ulama-ulama dahulu, kita lihat pula ulama-ulama sekarang ini dan coba kita bandingkan. Berapa banyakkah buku-buku atau kitab yang telah ditulis oleh mereka, sekalipun mereka ada yang bertitel PhD? Oleh kerana itu, jika ulama-ulama dahulu mampu menulis kitab-kitab yang banyak dan tebal-tebal dalam masa yang relatif singkat, tentulah hanya bantuan dari Allah Swt yang luar biasa melalui ilmu laduni atau ilmu ilham yang bersifat Wahbi disamping ilmu Kasbinya.

Jelaslah sekarang ini sudah tidak ada lagi ulama yang boleh ilmu laduni. Ini kerana kita semua sudah terjerat dengan kecintaan terhadap dunia dan berkarat dengan sifat Madzmumah. Lihatlah zaman sekarang ini, susah untuk kita dapati ulama yang mengarang buku atau kitab. Mereka tidak mampu mengarang kerana kekeringan pikiran, sibuk dengan urusan duniawi, disamping perlu menggunakan otak, berfikir, membaca, banyak menelaah dan banyak referensi yang tentunya memakan waktu yang lama. Mereka tidak mendapati pula ilmu melalui saluran ilham. Maka inilah rahasia kenapa ulama sekarang tidak menulis atau kurang menulis.

FIRASAT: Firasat ialah perasaan atau gerakan hati yang benar atau tepat kerana mendapat pimpinan dari Allah Swt. Sabda Rasulullah Saw: “Takutlah olehmu firasat orang mukmin kerana ia memandang dengan cahaya Allah Swt.” (Hadist Riwayat At Tarmizi) Jika hati kotor, maka syaitanlah yang mengisinya yakni buruk sangka, keraguan, dan lain-lain lagi.

Apa itu kasyaf? Kasyaf artinya ’singkap’ yakni tabir-tabir yang menjadi penghalang atau yang jadi Hijab pada mata batin untuk melihat alam ghaib atau rohaniah itu sendiri, Allah Swt singkapkan. Allah Swt buka dan perlihatkan.

Tabir-tabir penghalang itu adalah sifat-sifat Madzmumah. Apabila tabir-tabir Madzmumah itu sudah terangkat, maka hatinya akan menjadi jernih dan terang-benderang, putih bersih laksana mutiara dan embun pagi. Sehingga mata akan mampu melihat makhluk-makhluk Allah Swt yang berlalu lalang di alam yang bukan alam benda atau material (alam ghaib) seperti melihat alam jin, malakut, dan alam barzakh. Juga dapat melihat sifat batin manusia yakni jika seseorang itu berperangai seperti kuda, maka rupa orang itu memiliki rupa seperti kuda. Jika berperangai anjing, orang itu memiliki rupa seperti anjing. Allah Swt perlihatkan hakikat orang itu. Pembahagian ilmu-ilmu dari Allah Swt di dalam islam dibagi menjadi 2 bahagian, yakni:

Bahagian pertama:

Bahagian pertama ini, terbagi menjadi dua macam:

1). Ilmu Syar’iat, yaitu ilmu tentang perintah dan larangan Allah Swt yang harus disampaikan kepada para Nabi dan Rasul melalui jalan wahyu (Wahyu Tasyri’), baik yang langsung dari Allah Swt maupun yang menggunakan perantaraan malaikat Jibril A.s. Jadi semua wahyu yang diterima oleh para nabi semenjak Nabi Adam A.s hingga nabi kita Muhammad Saw adalah ilmu laduni termasuk yang diterima oleh Nabi Musa A.s dari Nabi Khidir A.s . Allah Swt berfirman tentang Khidir A.s:

فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا“

“Yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Al-Kahfi: 65)

Di dalam hadits Imam Al Bukhari, Nabi Khidir A.s berkata kepada Nabi Musa A.s: “Sesungguhnya aku berada di atas sebuah ilmu dari ilmu Allah yang telah Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya. Dan engkau (juga) berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak mengetahuinya juga.” Ilmu syari’at ini sifatnya mutlak kebenarannya, wajib dipelajari dan di amalkan oleh setiap Mukallaf sampai datang ajal kematiannya.

2). Ilmu Makrifat (hakikat), yaitu ilmu tentang sesuatu yang ghaib melalui jalan Kasyf (wahyu ilham/terbukanya tabir ghaib) atau Ru’ya (mimpi) yang diberikan oleh Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin dan shalih. Ilmu Kasyf inilah yang dimaksud dan dikenal dengan julukan “ilmu Laduni” di kalangan ahli tasawwuf. Sifat ilmu ini tidak boleh diyakini atau diamalkan manakala menyalahi ilmu syari’at yang sudah termaktub di dalam mushaf Al-Qur’an maupun kitab-kitab hadits. Menyalahi di sini bisa berbentuk menentang, menambah atau mengurangi.

Bahagian Kedua:

Adapun bahagian kedua yaitu ilmu Allah Swt yang diberikan kepada semua makhluk-Nya melalui jalan Kasb (usaha) seperti dari hasil membaca, menulis, mendengar, meneliti, berfikir, dan lain sebagainya.
Dari ketiga ilmu ini (Syari’at, Makrifat, dan Kasb) yang paling utama adalah ilmu yang bersumber dari wahyu yaitu ilmu syari’at, kerana ia adalah guru. Ilmu Kasyf dan ilmu Kasb tidak dianggap apabila menyalahi syari’at. Inilah hakikat pengertian ilmu laduni di dalam Islam.

Bagaimana Ilmu Laduni menurut orang-orang sufi?

Ilmu Laduni menurut Sufi adalah sebagai berikut:
1). “Ilmu Laduni” atau Kasyf adalah ilmu yang khusus diberikan oleh Allah Swt kepada para wali sufi. Kelompok selain mereka, lebih-lebih ahli hadits, tidak bisa mendapatkannya.

2). “Ilmu laduni” atau ilmu hakikat lebih utama daripada ilmu wahyu (Syari’at). Mereka mendasarkan hal itu kepada kisah Nabi Khidir A.s dengan anggapan bahwa ilmu Nabi Musa A.s ilmu wahyu sedangkan ilmu Nabi Khidir A.s adalah ilmu Kasyf (hakikat). Sampai-sampai Abu Yazid Al-Busthami (261 H.) mengatakan:
“Seorang yang alim itu bukanlah orang yang menghapal dari kitab, maka jika ia lupa apa yang ia hapal ia menjadi bodoh, akan tetapi seorang alim adalah orang yang mengambil ilmunya dari Tuhannya di waktu kapan saja ia suka tanpa hapalan dan tanpa belajar. Inilah ilmu Rabbany.”

3). Ilmu syari’at (Al-Qur’an dan As-Sunnah) itu merupakan Hijab (penghalang) bagi seorang hamba untuk bisa sampai kepada Allah Swt. Dengan ilmu laduni saja sudah cukup, tidak perlu lagi kepada ilmu wahyu, sehingga mereka menulis banyak kitab dengan metode Kasyf, langsung didikte, dan diajari langsung oleh Allah Swt, yang wajib diyakini kebenarannya. Seperti Abd. Karim Al-Jiliy mengarang kitab Al-Insanul Kamil fi Makrifatil Awakhir wal Awail. Dan Ibnu Arabi (638 H) menulis kitab Al-Futuhatul Makkiyyah. Untuk menafsirkan sebuah ayat atau untuk mengatakan derajat suatu hadits tidak perlu melalui metode Isnad (riwayat), namun cukup dengan Kasyf sehingga terkenal ungkapan di kalangan mereka ”Hatiku memberitahu aku dari Tuhanku.” Atau ”Aku diberitahu oleh Tuhanku dari diri-Nya sendiri, langsung tanpa perantara apapun.”

Sehingga, akibatnya banyak hadits palsu menurut ahli hadits, di shahihkan oleh ahli Kasyf (tasawwuf) atau sebaliknya. Dari sini kita bisa mengetahui mengapa ahli hadits (sunnah) tidak pernah bertemu dengan ahli Kasyf (tasawwuf).

Ilmu Laduni yang juga disebut dengan Ilmu Mukasyafah adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang dari Allah Swt. Dengan demikian Ilmu Laduni bukanlah hasil mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara wajar, namun merupakan ilham yang diletakkan ke dalam jiwa orang mukmin yang bersih hatinya serta pilihan Allah Swt. Kerana kemampuan untuk menangkap dan memahami suatu perkara hanya dapat dimiliki dengan hati yang bersih dan ikhlas serta ilmu yang ‘arif, sebab hati yang bersih serta ikhlas dapat berkomunikasi dengan sumber ilmu, yaitu Allah Yang Maha Pemilik Ilmu.

Secara umum Ilmu Laduni dibagi menjadi dua, yakni Ilmu Wahbiy dan Ilmu Kasbiy. Ilmu Wahbiy adalah ilmu yang diperoleh tanpa proses belajar. Tergolong dalam ilmu ini adalah Ilmu Syariat dan Ilmu Makrifat (hakikat). Ilmu Syariat adalah ilmu tentang perintah dan larangan Allah Swt yang harus disampaikan kepada para Nabi dan Rasul melalui jalan wahyu, baik secara langsung dari Allah Swt maupun melalui Malaikat Jibril A.s sebagai perantara. Sedangkan Ilmu Makrifat adalah ilmu tentang segala sesuatu yang gaib melalui terbukanya tabir gaib atau melalui mimpi yang diberikan Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin. Ilmu Makrifat dapat pula diartikan sebagai pengetahuan tentang rahasia hakikat agama, suatu pengetahuan yang lebih tinggi dari ilmu yang bisa didapat orang-orang pada umumnya.

Sementara Ilmu Kasbiy adalah ilmu yang diperoleh melalui proses belajar, seperti dari hasil membaca, menulis, mendengar, meneliti, berpikir, sekolah, dan lain sebagainya. Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa Ilmu Laduni bukanlah semata-mata mendapatkan suatu keahlian tanpa pernah mempelajari keahlian tersebut sama sekali, melainkan kemudahan dan kelancaran dalam mempelajari sesuatu yang ingin kita pahami dan kuasai. Walaupun terkadang juga bisa mendapatkan ilmu yang tanpa proses belajar ilmu apapun. Dengan memiliki Ilmu Laduni, orang akan secara otomatis memiliki kemampuan dalam memudahkan proses belajar dan menerima pengetahuan dengan mata batinnya. Sehingga pemilik Ilmu Laduni mempunyai pemahaman tinggi untuk menangkap kejadian yang sedang atau akan terjadi serta memudahkan mendapatkan sebuah ilham atau petunjuk langsung dari Allah Swt.

Maka tidak salah jika banyak orang menganggap manfaat lain Ilmu Laduni adalah agar manusia dapat menjaga dan mempersiapkan diri dari segala kemungkinan yang mungkin terjadi, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan di sekitarnya. serta sebagai ilmu pembuka berkah dan pembuka mata batin secara khusus dan istimewa. Sementara jika kita lihat dari sisi kejiwaan, akan muncul perasaan damai, senang, cinta dan bahagia dalam hati seorang pengamal Ilmu Laduni. Bisa berfikir dan bersikap bijaksana dan berhikmah layaknya guru ilmu hikmah. Selain itu dengan meningkatnya kesadaran dan terbukanya mata batin Anda, terwujudnya rasa damai, Ilmu Laduni juga bermanfaat untuk mengembangkan keistimewaan jiwa/ hati Anda yang menjadi pusat anugerah Allah Swt yang sangat luas. Bahkan jika di amalkan dengan kesadaran yang benar, bukan tidak mungkin seorang pengamal Ilmu Laduni akan memiliki kemampuan telepati untuk melihat dari jarak jauh tanpa perantara apapun serta kemampuan mata batin yang tinggi untuk membantu manusia lainnya.

Maka berbanding lurus dengan semakin tajamnya kemampuan kejiwaan dan mata batin seseorang, aktivasi Ilmu Laduni juga akan meningkatkan kualitas iman orang tersebut. Insya Allah, ia akan terhindar dari dosa besar, terbebas dari hawa nafsu yang menjerumuskan diri dan semakin baik pula akhlaqnya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini semata-mata dikeranakan orang tersebut telah memiliki pemahaman yang benar akan ketentuan-ketentuan dan aturan agama yang dianutnya serta kesadaran dengan lapang jiwa berkah Ilmu Laduni ini.

4 comments: