WASIAT-WASIAT SHAIKH ABDUL WAHAB ROKAN AL-KHALIDI NAQSYABANDI. Sheykh Abdul Wahab Rokan Selalu saja rahmat Allah mengalir ke setiap kaum, agar suatu kaum itu terselamatkan dari kesesatan. Cara Allah SWT member rahmat, salah satunya adalah meng-ada-kan orang-orang yang bisa memberikan pencerahan di suatu kaum. Salah satu yang bisa memberikan pencerahan dan meluruskan kaum di Propinsi Riau itu adalah Shaikh Abdul Wahab Rokan Al-Kholidi Naqsyabandi, yang lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Besilam (Babussalam). Beliau lahir pada tanggal 19 Rabiul Akhir 1230 H bertepatan dengan tanggal 28 September 1811 M. Tempat kelahiran beliau bernama Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Ayahandanya bernama Abdul Manap bin M.Yasin bin H.Abdullah bin Edek, suku Tembusai. Ibundanya bernama Arbaiyah binti Datuk Dagi binti Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim, kepenuhan (Riau). Beliau wafat pada tanggal 21 jumadil Awal 1345 H bertepatan dengan tanggal 27 Desember 1926 M.
Abdul Wahab dilahirkan dan dibesarkan dikalangan keluarga bangsawan yang taat beragama, berpendidikan dan dihormati. Masa remajanya dipenuhi dengan mencari dan menambah ilmu pengetahuan. Pada awalnya ia belajar dengan Tuan Baqi di tanah kelahirannya Kampung Danau Runda, Kampar, Riau. Kemudian ia menamatkan pelajaran Alquran pada H.M. Sholeh, seorang ulama besar yang berasal dari Minangkabau. Setelah menamatkan pelajarannya dalam bidang al-Quran, Abdul Wahab melanjutkan studinya ke daerah Tambusei dan belajar pada Maulana Syekh Abdullah Halim serta Syekh Muhammad Shaleh Tembusei. Dari kedua Syekh inilah, ia mempelajari berbagai ilmu seperti tauhid, tafsir dan fiqh. Disamping itu ia juga mempelajari “ilmu alat” seperti nahwu, sharaf, balaghah, manthiq dan ‘arudh. Diantara Kitab yang menjadi rujukan adalah Fathul Qorib, Minhaj al–Thalibin dan Iqna’. Kerana kepiawaiannya dalam menyerap serta penguasaannya dalam ilmu-ilmu yang disampaikan oleh guru-gurunya, ia kemudian diberi gelar “Faqih Muhammad”, orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh.
Syekh Abdul Wahab kemudian melanjutkan pelajarannya ke Semenanjung Melayu dan berguru pada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau. Ia menyerap ilmu pengetahuan dari Syekh Muhammad Yusuf selama kira-kita dua tahun, sambil tetap berdagang di Malaka. Hasrat belajarnya yang tinggi, membuat ia tidak puas hanya belajar sampai di Malaka. Ia seterusnya menempuh perjalanan panjang ke Mekah dan menimba ilmu pengetahuan selama enam tahun pada guru-guru ternama pada saat itu. Di sini pulalah ia memperdalam ilmu tasawuf dan tarekat pada Syekh Sulaiman Zuhdi sampai akhirnya ia memperoleh ijazah sebagai “Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah”. Syekh Abdul Wahab juga memperdalam Tarekat Syaziliyah. Hal ini terbukti dari pencantuman namanya sendiri ketika ia menulis buku 44 Wasiat yakni “Wasiat Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi Naqsyabandi as-Syazali…”. Selain itu, pada butir kedua dari 44 Wasiat, ia mengatakan “apabila kamu sudah baligh berakal hendaklah menerima Thariqat Syazaliyah atau Thariqat Naqsyabandiyah supaya sejalan kamu dengan aku”.
Alkisah, saat belajar di Mekah, Syekh Abdul Wahab dan murid-murid yang lain pernah diminta untuk membersihkan wc dan kamar mandi guru mereka. Saat itu, kebanyakan dari kawan-kawan seperguruannya melakukan tugas ini dengan ketidakseriusan bahkan ada yang enggan. Lain halnya dengan Syekh Abdul Wahab. Ia melaksanakan perintah gurunya dengan sepenuh hati. Setelah semua rampung, Sang Guru lalu mengumpulkan semua murid-muridnya dan memberikan pujian kepada Syekh Abdul Wahab sambil mendoakan, mudah-mudahan tangan yang telah membersihkan kotoran ini akan dicium dan dihormati oleh termasuk para raja. Salah satu kekhasan Syekh Abdul Wahab dibanding dengan sufi lainnya adalah bahwa ia telah meninggalkan lokasi perkampungan bagi anak cucu dan murid-muridnya. Daerah yang bernama “Babussalam” ini di bangun pada 12 Syawal 1300 H (1883 M) yang merupakan wakaf muridnya sendiri Sultan Musa al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu. Disinilah ia menetap, mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah sampai akhir hayatnya.
Di sela-sela kesibukannya sebagai pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab masih menyempatkan diri untuk menuliskan pemikiran sufistiknya, baik dalam bentuk khutbah-khutbah, wasiat, maupun syair-syair yang ditulis dalam aksara Arab Melayu. Tercatat ada dua belas khutbah yang ia tulis dan masih terus diajarkan pada jamaah di Babussalam. Sebahagian khutbah-khutbah tersebut -enam buah diantaranya- diberi judul dengan nama-nama bulan dalam tahun Hijriyah yakni Khutbah Muharram, Khutbah Rajab, Khutbah Sya’ban, Khutbah Ramadhan, Khutbah Syawal, dan Khutbah Dzulqa’dah. Dua khutbah lain tentang dua hari raya yakni Khutbah Idul Fitri dan Khutbah Idul Adha. Sedangkan empat khutbah lagi masing-masing berjudul Khutbah Kelebihan Jumat, Khutbah Nabi Sulaiman, Khutbah Ular Hitam, dan Khutbah Dosa Sosial. Wasiat atau yang lebih dikenal dengan nama “44 Wasiat Tuan Guru” adalah kumpulan pesan-pesan Syekh Abdul Wahab kepada seluruh jamaah tarekat, khususnya kepada anak cucu / dzuriyat-nya. Wasiat ini ditulisnya pada hari Jumat tanggal 13 Muharram 1300 H pukul 02.00 WIB kira-kira sepuluh bulan sebelum dibangunnya Kampung Babussalam.
Karya tulis Syekh Abdul Wahab dalam bentuk syair, terbagi pada tiga bahagian yakni Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan. Dalam Munajat ini, terlihat bagaimana keindahan syair Syekh Abdul Wahab dalam menyusun secara lengkap silsilah Tarekat Naqsyabandiyah yang diterimanya secara turun temurun yang terus bersambung kepada Rasulullah Saw. Sedangkan Syair Burung Garuda berisi kumpulan petuah dan nasehat yang diperuntukkan khusus bagi anak dan remaja. Sayangnya, sampai saat ini Syair Burung Garuda tidak diperoleh naskahnya lagi. Sementara itu, naskah asli Syair Sindiran telah diedit dan dicetak ulang dalam Aksara Melayu (Indonesia) oleh Syekh Haji Tajudin bin Syekh Muhammad Daud al-Wahab Rokan pada tahun 1986.
Selain khutbah-khutbah, wasiat maupun syair-syair, Syekh Abdul Wahab juga meninggalkan berbait-bait pantun nasehat. Pantun-pantun ini memang tidak satu baitpun tertulis namun sebahagian diantaranya masih dihafal oleh sebahagian kecil anak cucunya secara turun temurun. Menurut Mualim Said, -salah seorang cucu Syekh Abdul Wahab yang menetap di Babussalam saat ini- ia sendiri masih hafal beberapa bait pantun tersebut, seperti halnya dengan Syekh H. Hasyim el-Syarwani, Tuan Guru Babussalam sekarang. Dalam karya-karya tulisnya inilah, akan terlihat pemikiran-pemikiran sufistik Syekh Abdul Wahab seperti yang akan dijelaskan lebih lanjut.
Martin van Bruinessen menggambarkan sosok Syekh Abdul Wahab sebagai khalifahnya Sulaiman Zuhdi yang paling menonjol di Sumatera, seorang Melayu dari Pantai Timur… Ia mengangkat seratus dua puluh khalifah di Sumatera dan delapan orang di Semenanjung Malaya. Syekh Melayu ini memiliki pengaruh yang demikian luas di kawasan Sumatera dan Malaya sebanding dengan apa yang dicapai para Syekh Minangkabau seluruhnya…” Bahkan menurut Zikmal Fuad, mengutip pernyataan Nur A.Fadhil Lubis dalam sebuah seminar “Perbandingan Pendidikan Indonesia Amerika” di Aula 17 Agustus, Pesantren Darul Arafah Medan, tahun 1992 nama Syekh Abdul Wahab sangat dikenal dan diperhitungkan dikalangan Misionaris dan Orientalis di Amerika.
EMPAT PULUH EMPAT WASIAT
Sebelum meninggal dunia Syekh Abdul Wahab sempat menulis wasiat yang terdiri dari 44 pasal. Wasiat ini ditujukan kepada anak cucunya, baik anak kandung maupun anak murid. Beliau berpesan kepada anak cucunya untuk menyimpan buku wasiat ini dan sering-sering membacanya, seminggu sekali, atau sebulan sekali dan sekurang-kurangnya setahun sekali, serta diamalkan segala apa yang tersebut didalamnya. Menurut wasiatnya itu kalau sering-sering dibaca dan kemudian diamalkan segala yang termaktub didalamnya, mudah-mudahan beroleh martabat yang tinggi, kemuliaan yang besar dan kekayaan dunia dan akhirat. Naskah asli dari wasiat itu berbunyi sebagai berikut :
Alhamdulillah Al-Lazi Afdholana ‘Ala Katsiri ‘Ubbadihi Tafdhila. Washsolatu Wassalamu ‘Ala Sayyidina Muhammadin Nabiyyan Warasula, Wa alihi Wa Ashabihi Hadiyan Wa Nashiran. Amin, Mutalazimaini daiman Abada. Amma Ba’du, maka masa hijrah Nabi kita Muhammad saw 1300 dan kepada 13 hari bulan Muharram makbul dan kepada hari jum’at jam 2.00, masa itulah saya Haji Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi Asy-Syazili bin Abd.Manaf, Tanah Putih bin Yasin bin Al-Haj Abdullah Tambusai, membuat surat wasiat ini kepada anak dan cucu saya laki-laki atau perempuan, sama ada anak kandung atau anak murid. Maka hendaklah taruh surat wasiat ini satu surat satu orang dan baca se jum’at sekali, atau sebulan sekali. Dan sekurang-kurangnya setahun sekali. Dan serta amalkan seperti yang tersebut di dalam wasiat ini, supaya dapat martabat yang tinggi dan kemuliaan yang besar dan kaya dunia akhirat.
Dan adalah wasiatku ini 44 wasiat. Dan lagi hai sekalian anak cucuku, sekali-kali jangan kamu permudah -mudah dan jangan kamu peringan-ringan wasiatku ini, kerana wasiatku ini datang daripada Allah dan Rasul dan guru-guru yang pilihan. Dan lagi telah kuterima kebajikan wasiat ini sedikit-dikit dan tetapi belum habis aku terima kebajikannya, sebab taqshir daripada aku, kerana tiada habis aku kerjakan seperti yang tersebut didalam wasiat ini. Dan barangsiapa mengerjakan sekalian wasiat ini tak dapat tiada dapat kebajikan sekaliannya dunia akhirat.
Wasiat yang pertama, hendaklah kamu sekalian masygul dengan menuntut ilmu Quran dan kitab kepada guru-guru yang mursyid dan rendahkan dirimu kepada guru-guru kamu. Dan perbuat apa-apa yang disuruhkan, jangan bertangguh-tangguh. Dan banyak-banyak bersedekah kepadanya. Dan i’tikadkan diri kamu itu hambanya. Dan jika sudah dapat ilmu itu, maka hendaklah kamu ajarkan kepada anak cucuku. Kemudian maka orang yang lain. Dan kasih sayang kamu akan muridmu seperti kasih sayang akan anak cucu kamu. Dan jangan kamu minta upah dan makan gaji sebab mengajar itu. Tetapi pinta upah dan gaji itu kepada Tuhan Yang Esa lagi kaya serta murah, yaitu Allah Ta’ala.
Wasiat kedua, apabila sudah kamu baligh, berakal, hendaklah menerima thariqat Syaziliyah atau thariqat Naqsyabandiah, supaya sejalan kamu dengan aku.
Wasiat yang ketiga, jangan kamu berniaga sendiri, tetapi hendaklah berserikat. Dan jika hendak mencari nafkah, hendaklah dengan jalan tulang gega (dengan tenaga sendiri), seperti berhuma dana berladang dan menjadi amil. Dan didalam mencari nafkah itu maka hendaklah bersedekah pada tiap-tiap hari supaya segera dapat nafkah. Dan jika dapat ringgit sepuluh maka hendaklah sedekahkan satu dan taruh sembilan. Dan jika dapat dua puluh, sedekahkan dua. Dan jika dapat seratus sedekahkan sepuluh, dan taruh sembilan puluh. Dan apabila cukup nafkah kira-kira setahun maka hendaklah berhenti mencari itu dan duduk beramal ibadat hingga tinggal nafkah kira-kira 40 hari, maka barulah mencari.
Wasiat yang keempat, maka hendaklah kamu berbanyak sedekah sebilang sehari, istimewa pada malam jum’at dan harinya. Dan sekurang-kurangnya sedekah itu 40 duit pada tiap-tiap hari. Dan lagi hendaklah bersedekah ke Mekah pada tiap-tiap tahun.
Wasiat yang kelima, jangan kamu bersahabat dengan orang yang jahil dan orang pasik. Dan jangan bersahabat dengan orang kaya yang bakhil. Tetapi bersahabatlah kamu dengan orang-orang ‘alim dan ulama dan shalih-shalih.
Wasiat keenam, jangan kamu hendak kemegahan dunia dan kebesarannya, seperti hendak menjadi kadhi dan imam dan lainnya, istimewa pula hendak menjadi penghulu-penghulu. Dan lagi jangan hendak menuntut harta benda banyak-banyak. Dan jangan dibanyakkan memakai pakaian yang harus.
Wasiat yang ketujuh, jangan kamu menuntut ilmu sihir seperti kuat dan kebal dan pemanis dan lainnya, kerana sekalian ilmu ada di dalam Al-Quran dan kitab.
Wasiat kelapan, hendaklah kamu kuat merendahkan diri kepada orang Islam. Dan jangan dengki khianat kepada mereka itu. Dan jangan diambil harta mereka itu melainkan dengan izin syara’.
Wasiat kesembilan, jangan kamu menghinakan diri kepada kafir laknatullah serta makan gaji serta mereka itu. Dan jangan bersahabat dengan mereka itu, melainkan sebab uzur syara’.
Wasiat kesepuluh, hendaklah kamu kuat menolong orang yang kesempitan sehabis-habis ikhtiar sama ada tolong itu dengan harta benda atau tulang gega, atau bicara atau do’a. Dan lagi apa-apa hajat orang yang dikabarkannya kepada kamu serta dia minta tolong, maka hendaklah sampaikan seboleh-bolehnya.
Wasiat yang kesebelas, kekalkan air solat dan puasa tiga hari pada tiap-tiap bulan.
Wasiat yang kedua belas, jika ada orang berbuat kebajikan kepada kamu barang apa kebajikan, maka hendaklah kamu balas akan kebajikan itu.
Wasiat yang ketiga belas, jika orang dengki khianat kepada kamu, telah dipeliharakan Allah kamu dari padanya, maka hendaklah kamu sabar dan jangan dibalas dan beri nasihat akan dia dengan perkataaan lemah lembut, kerana mereka itu orang yang bebal.
Wasiat yang keempat belas, jika kamu hendak beristeri, jangan dipinang orang tinggi bangsa seperti anak datuk-datuk. Dan jangan dipinang anak orang kaya-kaya. Tetapi hendaklah pinang anak orang fakir-fakir dan miskin.
Wasiat yang kelima belas, jika memakai kamu akan pakaian yang lengkap, maka hendaklah ada didalamnya pakaian yang buruk. Dan yang aulanya yang buruk itu sebelah atas.
Wasiat yang keenam belas, jangan disebut kecelaan orang, tetapi hendaklah sembunyikan sehabis-habis sembunyi.
Wasiat yang ketujuh belas, hendaklah sebut-sebut kebajikan orang dan kemuliaannya.
Wasiat yang kedelapan belas, jika datang orang ‘alim dan guru-guru kedalam negeri yang tempat kamu itu, istimewa pula khalifah thariqat Naqsyabandiah, maka hendaklah kamu dahulu datang ziarah kepadanya dari pada orang lain serta beri sedekah kepadanya.
Wasiat yang kesembilan belas, jika pergi kamu kepada suatu negeri atau dusun dan ada didalam negeri itu orang alim dan guru-guru khususnya khalifah thariqat Naqsyabandiah, maka hendaklah kamu ziarah kepadanya kemudian hendaklah membawa sedekah kepadanya.
Wasiat yang kedua puluh, jika hendak pergi orang alim itu daripada tempat kamu itu atau engkau hendak pergi dari pada tempat itu, maka hendaklah kamu ziarah pula serta memberi sedekah supaya dapat kamu rahmat yang besar.
Wasiat yang kedua puluh satu, sekali-kali jangan kamu kawin dengan janda guru kamu, khususnya guru thariqat. Dan tiada mengapa kawin dengan anak guru, tetapi hendaklah bersungguh-sungguh membawa adab kepadanya serta jangan engkau wathi akan dia, melainkan kemudian daripada meminta izin. Dan lebihkan olehmu akan dia daripada isterimu yang lain, kerana dia anak guru, hal yang boleh dilebihkan.
Wasiat yang kedua puluh dua, hendaklah segala kamu yang laki-laki beristeri berbilang-bilang. Dan sekurang-kurangnya dua, dan yang baiknya empat. Dan jika isterimu tiada mengikut hukum, ceraikan, cari yang lain
Wasiat yang kedua puluh tiga, hendaklah kamu yang perempuan banyak sabar, jika suami kamu beristeri berbilang-bilang. Janganlah mengikut seperti kelakuan perempuan yang jahil, jika suaminya beristeri berbilang, sangat marahnya, dan jika suaminya berzina tiada marah.
Wasiat yang kedua puluh empat, jika ada sanak saudara kamu berhutang atau miskin dan sempit nafkahnya dan kamu lapang nafkah, maka hendaklah kamu beri sedekah sedikit-sedikit seorang supaya sama kamu. Inilah makna kata orang tua-tua, jika kamu kaya maka hendaklah bawa sanak saudara kamu kaya pula, dan jika kamu senang, maka hendaklah berikan senang kamu itu kepada sanak saudara kamu.
Wasiat yang kedua puluh lima, mana-mana sanak saudara kamu yang beroleh martabat dan kesenangan, maka hendaklah kamu kuat-kuat mendo’akannya supaya boleh kamu bernaung dibawah martabatnya.
Wasiat yang kedua puluh enam, hendaklah kasih akan anak-anak dan sayang akan fakir miskin dan hormat akan orang tua-tua.
Wasiat kedua puluh tujuh, apabila kamu tidur, hendaklah padamkan pelita, jangan dibiarkan terpasang, kerana sangat makruh, sebab demikian itu kelakuan kafir Yahudi.
Wasiat yang kedua puluh lapan, jika kiamu hendak bepergian, maka hendaklah ziarah kepada ibu bapa dan kepada guru-guru dan orang saleh-saleh. Minta izin kepada mereka itu serta minta tolong do’akan,dan lagi hendaklah mengeluarkan sedekah supaya dapat lapang.
Wasiat yang kedua puluh sembilan, jangan berasah gigi laki-laki dan perempuan. Dan jangan bertindik telinga jika perempuan, kerana yang demikian itu pekerjaan jahiliah.
Wasiat yang ketiga puluh, jangan kuat kasih akan dunia, hanya sekedar hajat. Siapa kuat kasih akan dunia banyak susah badannya dan percintaan hatinya dan sempit dadanya. Siapa benci akan dunia, sentosa badannya dan senang hatinya dan lapang dadanya.
Wasiat yang ketiga puluh satu, hendaklah kasih sayang akan ibu bapa seperti diikut apa kata-katanya dan membuat kebajikan kepada keduanya sehabis-habis ikhtiar. Dan jangan durhaka pada keduanya, seperti tiada mengikut perintah keduanya dan kasar perkataan kepada keduanya dan tiada terbawa adabnya.
Wasiat yang ketiga puluh dua, jika mati kedua ibu bapa kamu atau salah seorang, maka hendaklah kamu kuat-kuat mendoa’akannya pada tiap-tiap solat dan \ziarah pada kuburnya pada tiap-tiap hari jum’at.
Wasiat yang ketiga puluh tiga, hendaklah kuat membuat kebajikan serta dengan yakin kepada guru-guru dan jangan durhaka kepadanya.
Wasiat yang ketiga puluh empat, hendaklah berkasih-kasihan dengan orang sekampung dan jika kafir sekalipun dan jangan berbantah-bantah dan berkelahi de ngan mereka itu.
Wasiat yang ketiga puluh lima, jangan diberi hati kamu mencintai akan maksiat, artinya membuat kejahatan, kerana yang demikian itu percintaan hati. Dan jika banyak percintaan hati, membawa kepada kurus badan.
Wasiat yang ketiga puluh enam, jangan kamu jabatkan tangan kamu kepada apa-apa yang haram, kerana yang demikian itu mendatangkan bala.
Wasiat yang ketiga puluh tujuh, jika datang bala dan cobaan, maka hendaklah mandi tobat mengambil air solat, dan meminta do’a kepada Allah Ta’ala. Dan banyak-banyak bersedekah kepada fakir dan miskin dan minta tolong do’akan kepada guru-guru dan shalih-shalih kerana mereka itu kekasih Allah Ta’ala.
Wasiat yang ketiga puluh delapan, apabila hampir bulan Ramadhan, maka hendaklah selesaikan pekerjaan dunia supaya senang beramal ibadat didalam bulan Ramadhan dan jangan berusaha dan berniaga didalam bulan Ramadhan, tetapi hendaklah bersungguh-sungguh beramal dan ibadat dan membuat kebajikan siang dan malam, khususnya bertadarus Quran dan bersuluk.
Wasiat yang ketiga puluh sembilan, hendaklah kuat bangun pada waktu sahur, beramal ibadat dan meminta do’a , kerana waktu itu tempat do’a yang makbul, khususnya waktu sahur malam jum’at.
Wasiat yang ke empat puluh, hendaklah kuat mendo’akan orang Islam, sama ada hidup atau mati.
Wasiat yang keempat puluh satu, apabila bertambah-tambah harta benda kamu dan bertambah-tambah pangkat derjat kamu, tetapi amal ibadat kamu kurang, maka jangan sekali-kali kamu suka akan yang demikian itu, kerana demikian itu kehendak setan dan iblis dan lagi apa faedah harta bertambah-tambah dan umur berkurang-kurang.
Wasiat yang keempat puluh dua, maka hendaklah kamu i’tikadkan dengan hati kamu, bahwasanya Allah Ta’ala ada hampir kamu dengan tiada bercerai-cerai siang dan malam. Maka Ia melihat apa-apa pekerjaan kamu lahir dan batin. Maka janganlah kamu berbuat durhaka kepada-Nya sedikit jua, kerana Ia sentiasa melihat juga tetapi hendaklah sentiasa kamu memohonkan keridhaan-Nya lahir dan batin. Dan lazimkan olehmu i’tikad ini supaya dapat jannatul ‘ajilah artinya sorga yang diatas dunia ini.
Wasiat yang keempat puluh tiga, maka hendaklah kamu ingat bahwa malikal maut datang kepada setiap seorang lima kali dalam sehari semalam, mengabarkan akan kamu bahwa aku akan mengambil nyawa kamu, maka hendaklah kamu ingat apabila sudah solat tiada sampai nyawa kamu kepada solat kedua, demikian selama-lamanya.
Wasiat yang keempat puluh empat, hendaklah kamu kuat mendo’akan hamba yang dha’if ini dan sekurang-kurangnya kamu hadiahkan kepada hamba pada tiap-tiap malam jum’at dibaca fatihah sekali dan Qul HuwAllahu Ahad sebelas kali, atau Yasin sekali pada tiap-tiap malam jum’at atau ayatul Kursi 7 kali dan aku mendo’akan pula kepada kamu sekalian.
Inilah wasiat hamba yang empat puluh empat atas jalan ikhtisar dan hamba harap akan anak cucu hamba akan membuat syarahnya masing-masing dengan kadarnya yang munasabah, supaya tahu dha’ifut thullab wa qashirul fahmi. WAllahu Khairul Hakimin, wa Maqbulus Sailin. Amin.
Demikianlah bunyi wasiat beliau, dengan tidak merobah redaksinya. Apabila kita perhatikan dengan seksama, maka akan kita dapati, bahwa isi wasiat itu sesuai benar dengan firman Allah dan sabda Rasulullah saw. Kita yakin dan percaya apabila wasiat itu kita amalkan, niscaya kita memperoleh keberuntungan dan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. (sumber: dari artikel dari H.M.Fahmi El Fuad, cicit Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi, Tuan Guru Babussalam. Artikel ini pernah dimuat di media online).
No comments:
Post a Comment