Alkisah pada suatu hari Sinuhun Gunung Jati berkeinginan untuk bertafakur ditempat yang sepi. Sinuhun pergi membawa serta Keris Sangyang Naga miliknya. Saat itu Sinuhun Gunung Jati sudah mengetahui bahwa sanya ajalnya sudah dekat. Dia pun pergi kegunung jati untuk bertafakur disana , didaerah gunung jati sebelah timur Sinuhun duduk bertafakur. Disana Sinuhun menulis sebuah surat dari sepucuk daun sebagai kertas, surat yang ditujukan untuk anaknya di Banten yang berbunyi: "He Sunan Sebakingkin, itu cucumu yang bernama Kapil (nama panggilan untuk Maulana Muhammad) suruhlah dia pergi menunaikan ibadah haji, sebab dialah yang kelak akan menjadi raja. Sepulangnya menunaikan ibadah haji, segeralah dinobatkan, kerana setelah itu engkau dan demikian juga anakmu tidak akan lama memerintah. Oleh kerana itu Muhammad Kapil besok yang akan menjadi raja dan yang akan mendapatkan wasiatnya Nabi".
Daun itupun kemudian digulung dan diikatkan pada keris miliknya Keris Sangyang Naga pun terbang melesat dengan sangat cepat, cahayanya yang terang bagaikan Andaru ( bintang jatuh) ditengah malam. Sampailah keris itu di Banten. Semua yang ada di Dalem Puri dibuat terkejut, mereka mengira bahwa ada bintang jatuh. Keris tersebut jatuh didepan Pangeran Sebakingkin. Dengan penuh ketakjuban Sunan Banten melihat keris yang jatuh di hadapannya itu, dia mengetahui bahwasanya itu Keris Sangyang Naga milik ayahandanya (Sunan Gunung Jati). Tanpa pikir panjang dibacalah surat dari ayahandanya yang berisi minta agar cucunya disuruh naik haji.
Sunan Banten menyetujui keinginan wali, ayahandanya,dan Sunan Banten pun segera membalas surat untuk ayahandanya. Surat balasan itu ditulis diatas kertas perak dan ditulis dengan tinta emas indah. Isi suratnya berbunyi: ”Ayahanda wali, sang cucu akan hamba suruh menunaikan ibadah haji, pesan akan ananda laksanakan”. Selesai ditulis, surat itupun dibungkus dengan kesturi wulung , dan diikatkan kembali pada keris itu. Keris pun segera terbang kembali ke angkasa bagaikan burung, dan tidak dikisahkan perjalanannya, keris itu telah tiba di Gunung Jati. Sampainya pada waktu tengah malam, Sinuhun melihat surat balasan yang ditulis dengan amat indah.
Sinuhun berkata, "Inilah ciri dari kesombongan dan hati yang takabur. Seberapa lamanya kita dalam hidup ini akan berkuasa, pasti tidak akan selamanya. Lama kekuasaan keturunanku di Banten kelak tak akan lebih dari sembilan keturunan”. Setelah berkata demikian, Sunan Gunung Jati lalu merebahkan dirinya ditanah sambil melipat tangan diatas dadanya. Dia berbaring di tanah beralaskan daun Rudamala, dan berbantalkan batu. Kepalanya berada diarah timur sedangkan kakinya di arahbarat, seperti layaknya tengah melakukan shalat. Ketika tiba waktunya makan sahur, Sinuhun Gunung Jati meninggal dunia.
Pada waktu itu Sinuhun usianya genap 120 tahun. Sunan Kalijaga segera memberitahukan berita duka cita itu kepada seluruh sanak keluarga. Semua telah diberitahu bahwa Sinuhun Jati telah meninggal di Gunung Kentaki. Sebagai pembawaan seorang Wali utama, alam dunia ikut berduka cita atas kepergiannya. Dedaunan jatuh berguguran, hewan-hewan berbunyi saling bersahutan, air bergelora dan lautan menjerit bergemuruh bergantian dengan gempa yang bergetar dengan suara yang menakutkan. Alam dunia bagaikan akan raboh, batuan krikil bergemeletuk dan terdengar suara beraneka macam. Tanah menjadi gembur dan seluruh isi hutan riuh berbunyi. Bergelegar suara gunung, bergema berkumandang di langit.
Sang surya panas membara, sang bulan begitu pula. Semua yang ada di dunia bagaikan menangis. Tidak lama kemudian turun para malaikat dari langit ke atas Gunung Jati. Para malaikat itu kemudian membawa jenazah Sinuhun naik ke langit. Setelah tersiar berita duka cita itu, para santri dan para sanak saudara semua menangis dengan sedihnya, mereka bingung ketika mengetahui bahwa jenazah Sinuhun telah tiada. Suasana saat itu hiruk pikuk, canang Ki Bicak berbunyi bertalu-talu. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita semua dan jangan lah kita melupakan sejarah bangsa kita baik itu para pahlawan, para Wali Allah, juga budaya dan adat istiadat yang kaya. Maka jadilah Nusantara kita tetap satu dengan memegang teguh semboyan "Bhineka tunggal ika”.
No comments:
Post a Comment