“Bagaimana mungkin dapat dibayangkan, kalau sesuatu dapat menjadi hijab atas-Nya, padahal Dia-lah yang menampakkan segala sesuatu?” “Bagaimana dapat dibayangkan, kalau sesuatu mampu menjadi hijab atas-Nya, apabila Dia-lah yang nampak ada pada segala sesuatu?” “Bagaimana mungkin dapat dibayangkan, kalau sesuatu mampu untuk menjadi hijab atas-Nya, padahal Dia-lah yang terlihat dalam segala sesuatu?” “Bagaimana dapat dibayangkan, kalau sesuatu mampu menjadi penghalang atas-Nya, padahal Dia-lah Yang Maha Melihat atas segala sesuatu?” “Lalu bagaimana dapat dibayangkan, ada sesuatu untuk menjadi penghalang atas-Nya, sedangkan Dia-Iah Yang Maha Ada sebelum adanya segala sesuatu?”
“Bagaimana pula dapat dibayangkan, kalau sesuatu mampu menjadi penghalang bagi-Nya, sementara Dia (keberadaan-Nya) lebih jelas (tampak) dari segala sesuatu itu sendiri?” “Dan bagaimana mungkin Dia akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia adalah Yang Maha Esa, yang tidak ada di samping-Nya sesuatu apa pun”. “Bagaimana mungkin segala sesuatu akan mampu menghalangi-Nya, jika Dia lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu itu sendiri?” “Dan bagaimana mungkin Dia dapat dihalangi oleh sesuatu, sementara apabila tidak ada Dia, nescaya tidak akan ada segala sesuatu itu?” Alangkah menghairankan, bagaimana mungkin keberadaan sesuatu yang ’pasti ada’ (Allah) boleh terhalang oleh sesuatu yang (sebelumnya) ’tidak ada’ (’adam, iaitu makhluk)? Bagaimana mungkin pula sesuatu yang baru (al-hadits, iaitu makhluk) dapat bersama dengan Dzat yang memiliki sifat Qidam (tidak ada permulaan bagi-Nya)?” (Sheikh Ibn Athaillah As Sakandari, Kitab Hikam, susunan Tn. Hj. Ir Alias Hashim Asy Syattari).
No comments:
Post a Comment