Tuesday, April 12, 2016

GURU KITA MURSYID HAKIKI?

"Lawlaa murobbi maa 'araftu robbi" (Tanpa Guruku, aku takkan mengenal Tuhanku). Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili mengatakan, “Siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia, maka ia akan menghancurkan dirimu. Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal, ia akan memayahkan dirimu. Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt. maka, ia pasti menjadi penasihatmu.” Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan, “Janganlah berguru pada seseorang yang yang tidak membangkitkan dirimu untuk menuju kepada Allah dan tidak pula menunjukkan wacananya kepadamu, jalan menuju Allah”.

Seorang Mursyid yang hakiki, menurut Asy-Syadzili adalah seorang Mursyid yang tidak memberikan beban berat kepada para muridnya. Dari kalimat ini menunjukkan bahwa banyak para guru sufi yang tidak mengetahui kadar bathin para muridnya, tidak pula mengetahui masa depan kalbu para muridnya, tidak pula mengetahui rahasia Ilahi di balik nurani para muridnya, sehingga guru ini, dengan mudahnya dan gegabahnya memberikan amaliyah atau tugas-tugas yang sangat membebani fisik dan jiwa muridnya. Jika seperti demikian, guru ini bukanlah guru yang hakiki dalam dunia sufi.

Dalam khazanah ilmu tasawuf, Guru Mursyid memiliki peran besar membentuk hierarki manusia untuk sampai ke tingkat (maqam) tertinggi dalam menempuh perjalanan spiritual. Tingkatan tersebut disebabkan oleh dimensi Al-Qur’an yang telah tertanam dalam dirinya. Jika Rob bisa dikenal, maka semesta akan mengenalnya. Tak ayal jika kalimat "man arofa nafsahu faqot arofa robbahu" telah menjadi nyata, Al-Qur'an pun berseaya di dala diri. Sayangnya, masalah ini jarang dibahas bahkan diteliti lebih mendalam, sehingga masih menjadi sebuah misteri dalam kehidupan manusia. Bahkan pemuka agama sekalipun banyak yang belum mengetahuinya. Guru Mursyid hanya dimengerti oleh hati yang terbuka dan jiwa yang telah disucikan.

Predikat mulia yang diberikan secara khusus oleh Allah kepada manusia pilihan ini sebenarnya secara gamblang telah disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Kahfi ayat 17 dengan sebutan: “Waliyam Mursyida”, artinya wali yang mursyid. Kata “Wali” di sini dalam versi kaum Sufi diartikan sebagai figure manusia suci, pemimpin rohani, manusia yang sangat taat beribadah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kata “Mursyid” diartikan sebagai nur Ilahi, cahaya Ilahi, atau energy Ilahi. “Cahaya di atas cahaya, Tuhan akan menuntun kepada cahaya-Nya, siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. An-Nur: 35). 

Jadi hakikat Mursyid itu tidak berwujud, akan tetapi setelah masuk ke dalam rumah wujud barulah ia memiliki wujud. Maka nur Ilahi atau energi Ilahi yang telah mewujud dalam rohani sang guru itulah yang disebut dengan "Waliyam Mursyida". Dan Mursyid itu tidak banyak, yang banyak adalah badan ragawi yang disinggahi, hanya penampakan fisiknya. Ibarat pancaran sinar matahari yang masuk ke berbagai lobang, kelihatan banyak tetapi hakikatya hanya satu, sinarnya itu-itu juga. Dalam istilah Jawa atau Sunda kita mengenal "Saji Nyawiji Wiji”. Kata Nur (cahaya) yang bermakna mursyid, tidak diartikan sebagai cahaya dalam pegertian bahasa. Mursyid sendiri berasal dari kata “Irsyad” yang artinya petunjuk. Petunjuk yang bersumber dari nur Ilahi. Jika kata “Irsyad” ditambahkan “mim” di depannya maka petunjuk tersebut terdapat pada sesuatu (dimikili oleh sesuatu). Maka “mim” harus diartikan sebagai seseorang yang memegang kualitas irsyad.

Frase "Waliyam Mursyida" dalam surah al-Kahfi ayat 17 secara umum diartikan sebagai “pemimpin”, maka di zaman sekarang pemimpin organisasi yang tidak ada hubungan dengan tasawuf  diberi gelar “mursyid” atau ada orang yang nama pribadinya itu mursyid. Karena mursyid hakikatnya adalah nur Allah, maka orang yang kita sebut Guru Mursyid itu benar-benar mempunyai kualitas sempurna sebagai pembawa wasilah dari Allah berupa Nur Allah, bukan sekedar gelar saja. Begitu langkanya Guru Mursyid yang benar-benar memenuhi kualifikasi sebagai mursyid, sehingga Imam Al-Ghazali mengatakan, “Menemukan Guru Mursyid itu lebih mudah menemukan sebatang jarum yang disembunyikan di padang pasir yang gelap gulita”.

Pembahasan yang mendalam tentang Guru Mursyid diperlukan untuk memberikan keyakinan kepada pengamal tarekat, khususnya betapa luar biasa orang-orang yang telah memiliki Guru Mursyid yang berkualitas, sehingga hidup mereka benar-benar terbimbing ke jalan Allah dan mereka selalu bersyukur kepada Allah dengan jalan berkhidmat, penuh adab dan cinta kepada Gurunya.

No comments:

Post a Comment