Pada suatu hari Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkhi membeli buah semangka untuk istrinya. Saat disantapnya ternyata buah semangka tersebut terasa hambar. Dan sang isteri pun marah. Syeikh al-Imam Syaqiq menanggapi dengan tenang amarah istrinya itu, setelah selesai di dengarkan amarahnya, beliau bertanya dengan halus: "Kepada siapakah kau marah wahai istriku? Kepada pedagang buahnya kah? atau kepada pembelinya? atau kepada petani yang menanamnya? ataukah kepada yang Menciptakan Buah Semangka itu?"
Tanya Syeikh al-Imam Syaqiq Istri beliau terdiam. Sembari tersenyum., Syeikh Syaqiq melanjutkan perkataannya: "Seorang pedagang tidak menjual sesuatu kecuali yang terbaik… Seorang pembeli pun pasti membeli sesuatu yang terbaik pula..!
Begitu pula seorang petani, tentu saja ia akan merawat tanamannya agar bisa menghasilkan yang terbaik..! Maka sasaran kemarahanmu berikutnya yang tersisa, tidak lain hanya kepada yang Menciptakan Semangka itu..!” Pertanyaan Syeikh al-Imam Syaqiq menembus ke dalam hati sanubari istrinya. Terlihat butiran air mata menetes perlahan di kedua pelupuk matanya.
Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkhi pun melanjutkan ucapannya: ”Bertaqwalah wahai istriku, Terimalah apa yang sudah menjadi Ketetapan-Nya. Agar Allah memberikan keberkahan pada kita”. Mendengar nasehat suaminya itu. Sang istri pun sadar, menunduk dan menangis mengakui kesalahannya dan ridho dengan apa yang telah Allah Subhanallohu Wa Ta'ala tetapkan."
Pelajaran terpenting buat kita adalah bahwa. Setiap keluhan yang terucap sama saja kita tidak ridho dengan ketetapan Allah SWT, sehingga barakah Allah jauh dari kita. Karena Barakah bukanlah serba cukup dan mencukupi saja, akan tetapi Barakah ialah bertambahnya ketaatan kita kepada Alloh dengan segala keadaan yang ada, baik yang kita sukai atau sebaliknya.
No comments:
Post a Comment