Monday, May 16, 2016

ABU HAFSH SYIHABUDDIN AL-SUHRAWARDI AL-BAGHDADI

Suhrawardi al Maqtul, Yang mempunyai nama lengkap, Abu al-Futuh Yahya bin Habsy bin Amrak, bergelar Syihabuddin. Dikenal pula sebagai al-Hakim (Sang Bijak). Berasal dari Suhraward, yang lahir pada 550 Hijriyah. Beliau meninggal dengan cara dibunuh di Halb (Aleppo), atas perintah Shalahuddin al-Ayyubi, pada tahun 587 Hijriyyah. Karena peristiwa itu ia diberi gelar al-Maqtul (yang dibnh). Ada Sufi lain yang mempunyai nama hampir sama yaitu Abu Najib al-Suhrowardi  (wafat 563 H) dan Abu Hafsh Syihabuddin al-Suhrawardi al-Baghdadi (wafat 632 H), penyusun kitab Awarif al-Ma’arif.

Suhrawardi al-Maqtul pergi ke kota Miragha, di Azerbaijan, untuk berguru ilmu Fiqih  kepada  Majduddin al-Jili, guru dari Fakhruddin al-Razi. Dan belajar ilmu logika di Isfahan kepada Ibnu Sahlanal-Sawi, penyusun kitab al-Basha’ir al-Nashiriyyah. Suhrawardi al-Maqtul pergi ke Halb belajar kepada al-Syafir Iftikharuddin, di kota Halb ini lah Suhrawardi al-Maqtul menjadi terkenal dan dekat dengan Pangeran al-Zhahir, putra dari Sholahuddin al-Ayyubi. Org2 yg dengki mengirim surat kepada Sholahuddin al-Ayyubi yang menjadi penguasa di Halb, yang berisi memperingatkan akan tersesatnya al-Zhahir seandainya terus berteman dekat dengan Suhrawardi al-Maqtul. Maka Sholahuddin al-Ayyubi memerintahkan utk menghukum Suhrowardi. Penggantungan ini terjadi pada tahun 587 H di Halb, ketika Suhrawardi al-Maqtul  baru berumur 38 tahun.

Karya Suhrawardi al-Maqtul, Hikmah al-Isyroq, al-Talwihat, Hayakil an-nur, al-Muqomiwat, al-Muthoribat, al-Alwah al-‘Imadiyyah, dan sebagian do’ a do’a. Diantara karyanya itu Hikmah al-Isyroq lah yang paling terkenal. Hikmah al-Isyroq berisi tentang pendapat-pendapat Suhrawardi al-Maqtul tentang Isyraqi (iluminatif) atau ilmu kasyf. Pada umumnya karya Suhrawardi al-Maqtul cenderung bercorak simbolis dan begitu samar.  Dalam Hikmah al-Isyroq, dia berkata, “Apa yang kukemukakan ini tidak kuperoleh lewat pemikiran. Tapi kuperoleh lewat sumber lain (rasa). Dan aku pun segera mencari  argumentasinya. Jika argumentasinya itu telah benar-benar pasti, sedikit pun aku tidak ragu terhadapnya sekali pun orang meragukannya.”

Suhrawardi al-Maqtul berpendapat: “Kelezatan setiap kekuatan itu selaras dengan kesempurnaan  dan pemahamannya, begitu juga halnya kegetirannya. Kelezatan atau kegetiran sesuatu itupun selaras dengan kekhususan yang dimilikinya. Bau-bauan misalnya, berkaitan dengan apa-apa yang dibaui. Cita rasa sesuai dengan apa yang dicitarasai, dan begitu seterusnya. Jelasnya segala sesuatu itu selaras dengan apa yang tepat baginya. Sementara kesempurnaan substansi orang yang berakal adalah gairah pengenalan terhadap Yang Maha Benar, alam dan sistemnya. Ringkasnya, hal ini adalah masalah prinsip dan tujuan, serta keterhindaran dari kekuatan fisik. Kekurangannya terletak pada kebalikannya dan kelezatan serta kegetirannya tergantung pada keduanya.” Suhrawardi al-Maqtul memuji Abu Yazid al-Bustami dengan memberi gelar Sayyar Bustham, dan al-Hallaj diberi gelar Fata al-Baidha. Suhrawardi juga mengagumi Abu al-Hassan al-Kharqani (meninggal 425 H).

No comments:

Post a Comment