Al Ghazali , atau Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad, beliau digelari “Hujjatul Islam” . Nama al Ghazali diambil dari pekerjaan ayahnya sebagai pemintal wol. Lahir di Thus di kawasan Khurasan tahun 450H. Al Ghazali kecil belajar fiqih pada Ahmad al-Radzkani ketika masih belia dilanjuntukan belajar kepada Imam Abu Nashr al-Isma’ili di Jurjan. al Ghazali belajar kepada Abu al-Ma’ali al-Juwaini yang bergelar Imam al-Haramain. Kemudian beliau mengajar di Baghdad pada tahun 484 H. Dalam karyanya al-Munqidz min-al-Dhalal, diuraikan kegelisahan jiwa al Ghazali yang menggelora sampai al Ghazali tertimpa krisis psikis yang kronis. Akibat krisis ini al Ghazali mulai meninggalkan jabatannya sebagai pengajar pada Perguruan al-Nizhamiah di Baghdad.
Mengenai krisis diri ini al Ghazali, mengungkapkan: “Lalu keadaan diriku pun kurenungi, dan ternyata aku telah tenggelam dalam ikatan-ikatan duniawi yang meliputi diriku dari segala sudut. Amalkupun kurenungi, khususnya amalku yang terbaik, yaitu mengajar, dan ternyata akupun hanya menerima ilmi-ilmu yang sepele dan tidak berguna. Aku pun lalu memikirkan niatku dalam mengajar, dan niatku tidak ikhlas demi Allah. Bahkan hanya didorong keinginan terhadap jabatan serta terkenal. Akupun menjadi yakin bahwa aku hampir mengalami kehancuran dan aku benar-benar tidak terlepas dari neraka, andai saja aku tidak meninggalkan hal-hal sepele tersebut.”
“Aku tetap dalam keadaan ragu, diantara daya tarik pesona duniawi dengan seruan akhirat, hampir selama enam bulan. Bulan ini, keadaan memaksaku untuk mengambil keputusan, sebab Allah telah mengunci lidahku sampai tidak bisa mengajar, keadaan yang menimpaku itu lalu menimbulkan derita dalam kolbu. Hancurlah dengannya daya cerna, dan lenyaplah nafsu makan atau minum. Ketika itu, setetes minuman atau sesuap makanan tidak terasakan. Keadaan ini berlanjut dengan melemahnya semua daya dan kekuatan, sehingga para dokter pun merasa tidak mampu menyembuhkannya.
Kata mereka: keadaan ini pertama-tama mengenai kolbu, lalu dari situ menjalar ke seluruh tubuh. maka kini tidak ada jalan menyembuhkannya, kecuali dengan perginya rahasia terpendam pikiran yang menderita. Maka ketika aku menyadari ketidak mampuanku, dan hilang seluruh kesanggupankiu untuk memutuskan, akupun menuju Alah sebagaimana kembalinya orang tersudut dan tanpa daya.”
Periode awal kehidupan spiritual al Ghazali tersebut merupakan persiapan psikis baginya dalam menempuh jalan tasawuf. Periode spiritualnya itu ditandai dengan berbagai kondisi intuitif, seperti keraguan, kegelisahan, rasa bosan, rasa sedih yang mendalam, rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, upaya memahami realitas alam dan menyingkapkan yang dibaliknya dan perasaan samar lainnya, yang kesemuanya itu akhirnya menuju kepada Allah. Mungkin Anda mengalami seperti yang di alami al Ghazali jika memang begitu sudah saatnya Anda untuk lebih mendekatkan diri pada Allah swt.
No comments:
Post a Comment