Hidup ini hanyalah sekejapan mata, lebih cepat dari pada cepatnya sekelebatan pedang. Hidup di dunia hanya untuk mampir minum, saat orang melakukan perjalanan panjang. Dunia itu kecil, bahkan amat sangat kecil. Dunia bisa dimasukkan ke hati seseorang, bila hati orang itu disemayami Tuhan. Tuhan itu dhohir (nyata), tidak Maha gaib dan dalam manusia itu tersimpan rahasia-rahasia kegaiban. Semua yang ada dibumi, yang ada dihadapan manusia adalah wujud Allah.- Itu semua adalah tajalli- Nya...Allah dan manusia saling bertajalli bila kasyaf telah tersibak. Mukhasafah dan musyahadah mukasyafah.. adalah ilmu tertinggi Allah untuk manusia yang di kehendaki-Nya. Dalam diri manusia dilembari bahan baku
Saat Musa AS bertajalli pada Allah di Bukit Tursina adalah hakikat Allah haqqul – wujud Allah mengikuti manusia, menjadi mata, telinga, lisan, tangan dan kaki para hamba-Nya. Allah melebur dalam amanah di harta, istri / suami, anak, sawah, kebun dan pangkat/ derajat/ kemuliaan manusia. Milyaran cahaya yang ada di dunia adalah gerak- ilahi. Cahaya2 itu adalah yang dhohir dan jelas serta bisa dinikmati manusia, tetapi seluruhnya tetap milik Allah. Rejeki, jodoh dan kemuliaan seseorang adalah garis2Nya. Manusia berada dalam maksimalitas ikhtiar, dan keputusan terakhir tetap ada di Hakim Langit, akan tetapi, manusia harus berjuang sekeras-kerasnya agar panjang umur, kaya raya atau mendapatkan jodoh yg baik.
Adam AS bertajalli di Arasy, Nuh AS di perahu, Isa AS di rahim Maryam, Yusuf AS di penjara dan Rosulullah SAW di Gua Hira, adalah hakekat bahwa Allah ternyata berada di tenggorokan manusia. Luasnya dunia tak lebih lebar dari rahim Maryam, perahunya Nuh AS atau luasnya Gua Hiro. Dunia itu sempit, asing, kotor dan kumuh, maka tugas Muhammad (yang ada di kita)-lah yang harus memperluas, membersihkan dan mensurgakan dunia ini. - Bumi itu adalah tubuh kita. Dalam jasad (tubuh) ini, kita harus mati, untuk hidup sesudah mati di keabadian yang tidak azali dalam bingkai cahaya Tuhan.
Dunia adalah keranda kematian, sebagai kendaraan manusia yang mati tapi untuk hidup lebih panjang di pangkuan Tuhan (setelah mati dalam hidup). Bukit Thursina (tempat Musa AS bertajalli) adalah Puncak Sin (huruf Sin), karena THUR artinya Puncak. Musa AS adalah pengikut Muhammad (meski Musa AS lahir ribuan tahun sebelum Muhammad-Rosulullah), maka Musa AS bertajalli pada-Nya atas “restu” Rosulullah SAW. Dan SIN (dalam THURSINA itu) tiada lain adalah Muhammad-Rosulullah. Sedangkan Musa dan Muhammad hakekatnya berada lekat di ruh kita semua.- Maka itu, kita semua harus terus menerus bertajalli pada Allah, sebagaimana Musa bertajalli di Bukit Thursina dan Rosulullah bertajalli di Gua Hira’.
Saudaraku, hidup hanya sekedipan mata, dunia ini sempit dan bisa dimasukkan ke hati kita, semua yang kita punya adalah amanah Allah, jabatan/ harta/ anak/ istri/ suami/ dll hanyalah fatamorangana, dan tujuan kita hidup adalah asyik di PANGKUAN TUHAN. Padang spiritualitas, itulah yang sedang kita lewati. Kita mandi cahaya di danau spiritual. Cahaya Ilahi kita balurkan ke seluruh tubuh ruhani kita. Kita berenang di samudera bintang-gumintang yang berkerlap-kerlip membasahi terangnya ruh, jiwa dan aura kita.
Saudara-saudariku, di wejangan (untuk diri sendiri) ini, saya hanya berpesan dan berwasiat (kepada diri sendiri), bahwa kehidupan di dunia ini, kita, sesungguhnya tidak ada. Yang ada dalam hidup kita ini adalah/hanyalah asma’ ‘adhom Allah semata. Harta/pangkat/jabatan/gelar/anak/istri/suami/rumah mewah/kebun/mobil mahal dan apapun yangkita punya, hakekatnya hanyalah pantulan se-per-sekian trilyun Cahaya Allah. - Itu semua adalah garis-garis yang telah dipatri Allah di Lauhil-Mahfudz.
Kita punya rencana/bisa, Allah punya kuasa. Tapi... Allah sangat bangga pada manusia yang keras berikhtiar untuk merubah nasibnya. Karena, Allah menyukai manusia yang berhsil/ jaya menguasai dunia. - Dunia tempat kita harus mati dalam hidup. Hidup kita adalah menuju kesempurnaan. Tidaklah seseorang menjadi sempurna bila tidak mengenal dirinya dan tidak mengetahui asal-muasal kejadian awal penciptaan (alam dan dirinya) oleh Allah SWT. Apa sesungguhnya yang Allah SWT ciptakan paling awal?. Simaklah perkataan Abdullah bin Abbas : “YaRosulullah, apa yang paling awal (mula-mula) Allah SWT ciptakan?”. Rosulullah SAW menjawab: Sesungguhnya sebelum Allah SWT menciptakan segala sesuatu, Dia ciptakan Nur (cahaya) nabi-mu.
Roh Nabi (Nur Muhammad) adalah yang paling awal diciptakan, sebagaimana kata Syeikh Abdul Wahhab Sya’roni: Bahwa Tuhan menjadikan Nabi Muhammad SAW dari Zat-Nya dan menjadikan ruh alam semesta dari NUR MUHAMMAD. Maka nyatalah bahwa Allah SWT menciptakan ruh alam semesta adalah dari Nur Muhammad. Dan Allah menjadikan “batang” tubuh adalah dari Adam, sebagaimana sabda Rosulullah SAW: Aku adalah BAPAK dari segala ruh dan nabi Adam adlah BAPAK dari seluruh “batang” tubuh
Dan bahwasanya juga Nabi Adam diciptakan dari tanah, seperti Firman Allah SWT : Aku jadikan manusia (ADAM) dari tanah (dan tanah itu dijadikan dari Nur Muhammad). Setelah kita menyakini bahwa kita tercipta dari NUR MUHAMMAD dan “batang” tubuh kita dari ADAM, maka masukkanlah NUR MUHAMMAD dan ADAM itu ke roh kita, maka Inshaa Allah, kita akan melihat makrifat ZAT WAJIBUL WUJUD kita yang suci (dengan sendirinya). Tubuh kita, yang terdiri dari NUR MUHAMMAD dan ADAM , dan kita, dalam wujud kasar, tentu tak dapat “melihat” Allah karena kefanaaNya.
Tak ada jalan lain, kita dapat melihat ALLAH tentu harus dengan NUR MUHAMMAD. - Dengan kita selalu mewujudkan NUR MUHAMMAD dalam diri kita, maka ALLAH akan selalu dalam diri kita maka akan terkuaklah rahasia dan hakekat pengasih, penyayang, mendengar, berkehendak; yang datang dari NUR MUHAMMAD itu, sebagaimana Firman Allah SWT: Sesuatu yang datang padamu, yaitu HAQ, itupun dari Allah yaitu NUR.
Betapa tingginya maqom (stasiun hati) di atas, yang telah dicapai para nabi/rasul Allah dalam mengenal Allah (makrifatullah) sehingga menenpatkan derajat kedekatan (al-qurb) dan penyatuan (al-wishol) mereka pada-Nya. Namun hal tertinggi dalam maqom itu tetap ada pada Rosulullah SAW (Nur Muhammad), sebagaimana yang termaktub dalm Hadits Qudsi; yang artinya: “Aku jadikan ENGKAU karena AKU. Dan Aku jadikan seluruh alam Semesta ini dengan kebesaranmu ya Muhammad…..”
Sabda Rosullah SAW: Aku dari Allah dan seluruh orang mukmin adalah dari aku. Oleh karena kebesaran NUR MUHAMMAD maka seluruh manusia hendaklah meyakini dan menghayati keagungan CAHAYA MAHA CAHAYA MUHAMMAD tersebut. - Jadikan ia sebagai pegangan dalam menjalani rel hidup guna menghindarkan diri dari segala dosa dan maksiat. Sehingga, kita bisa menemukan HAKEKAT DIRI (Jati Diri), yang ber-selimuntukan NUR MUHAMMAD. Syeikh Abdur Rauf berkata: “hakekat JIWAberasal dari NUR MUHAMMAD yang merupakan SIFAT. HakekatSIFATyaitu ZAT-Nya yang BAQA;. ZAT ini bukan HAYYUN, akan tetapi GHAIRU.
Sebagian jumhur ulama berkata;
~ Asal-muasal DIRI itu adalah ROH.
~ Saat ROH berada dalam tubuh maka disebut JIWA.
~ Saat ROH keluar-masuk disebut NAPAS.
~ Saat ROH mempunyai kehendak, disebut HATI,
~ Saat ROH menginginkan sesuatu, disebut NAFSU.
~ Saat ROH memilih sesuatu, disebut IKHTIAR,
~ Saat ROH percaya sesuatu disebut IMAN
~ Saat ROH berbuat sesuatu, disebut AKAL.
Adapun POHON AKAL disebut ILMU. Akhirnya, dalam ILMU inilah sesungguhnya JATI DIRI manusia bersemayam, letak ZAHIR (WUJUD- ALLAH dan SABDA RASULULLAH (NUR MUHAMMAD) “menyatu” dengan “diri” manusia. Piranti-piranti itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain dan yang meletakkan manusia sebagai makhluk TERMULIA di alam semesta raya ini. Simaklah sabda Rasulullah SAW: “Zahir (wujud) Tuhan itu dari batin hambaNYA. Dhahir/wujud/ada-nya Allah SWT sesungguhnya bermula dari BATIN manusia. Allah SWT mengikuti “persangkaan” dan kemauan si batin manusia sendiri”. Simak juga Sabda Rasulullah SAW: Barang siapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya.
Dalam kita membahas hakekat JATI DIRI manusia, maka kita akan mengenal 3 hal, yaitu:
PERTAMA : Kita harus mengetahui asal-muasal diri kita (yang telah dibahas terdahulu di atas)
KEDUA : Kita harus MEMATIKAN diri kita sendiri, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: Matikanlah (dirimu) sebelum kematian sendiri.
TAFSIR: Pengertian MEMATIKAN di atas, mengandung hakekat agar kita
WALA QADIRUN,
WALA ‘ALIMUN,
WALA HAYYUN,
WALA MURIDUN,
WALA SAMI’UN,
WALA BASYIRUN,
WALA MUTAKALLIMUN
(Tidak Kuasa, Tidak Mengetahui, Tidak HIdup, Tidak Berkehendak, Tidak mendengar, Tidak Melihat, Tidak Berkata-kata).
Bahwa kita “mati”, tidak mampu berbuat apa-apapun. Kita “nol”/”kosong”/”tak berdaya apa-apa”. Yang BERKUASA, MENGETAHUI, HIDUP BERKEHENDAK, MELIHAT, MENDENGAR, dan yang BERKATA hanya Tuhan. Hakekatnya, manusia telah FANA’ dalam wujud dan maujud Tuhan (AHADIAYAH) melalui ILMU, yang DHAHIR TUHAN dan SABDA Rasulullah saw (nur muhmmad) “MENYATU” DALAM DIRI MANUSIA (BERSAMA Tuhan). Dalam ilmu akan QADIM segalanya.
KETIGA: Kita harus menghayati SIRR TUHAN (masuk dalam RAHASIA ALLAH) - Maqom al Wishal, dalam wujud Tuhan (bersama manusia). Penghayatan ini haruslah diketahui dengan benar agar kita tidak terjerumus dalam dosa. Untuk mencapai SIRR ALLAH harus tidak ada dosa. Dan pula harus menggunakan ILMU, puncak dari segala puncak untuk makrifatullah (sirr Allah) antara kita dan Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT.: Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku adalah rahasia manusia. Firman Allah SWT: Manusia adalah rahasia-Ku, dan rahasia-Ku adalah sifat-Ku, tiada lain dari-Ku. Dalam SIRR TUHAN maka apa-apa yang dilakukan manusia: napasnya, kehendaknya, hatinya, gerak kaki/tangannya, perkataannya dan seluruh perbuatannya adalah irodah dan qadiran (kehendak dan kuasa) Tuhan, sebagai wujud ahadiyah manusia dan Tuhan.
Seperti Firman Allah SWT: ”Dan Dia selalu bersamamu sekalian”. Tuhan bersamamu seakan/bagaikan warna-hitam dan putih pada mata manusia. Tuhan selalu bersama yang NAMPAK dalam alam semesta ini, seperti Sabda Rasulullah SAW.: "Barang siapa melihat sesuatu maka dilihatnya Tuhan di dalamnya”. Sayyina Abu Bakar RA berkata: Tiada aku melihat sesuatu kecuali aku melihat Tuhan (disitu) sebelumnya. Sayyidina Utsman Bin Affan RA berkata: Tiada aku melihat sesuatu dan aku melihat Tuhan bersamanya. Dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA juga berkata: Tiada aku melihat sesuatu dan aku melihat Tuhan padanya. Dari dalil-dalil di atas, nyatalah bahwa hakekat segala sesuatu yang terlihat di alam semesta, Tuhan selalu ada bersamanya. Tuhan selalu “menyatu” (intrinsik) dan inner dengan segala sesuatu yang nampak/dhahir.
Sesungguhnya, “martabat” Tuhan terdiri atas 3 hal, yaitu:
1. AHADIYAT, yakni ZAT TUHAN.
2. WAHDAH, yakni SIFAT TUHAN.
3. WAHDANIYAH, yakni AF’AL TUHAN ( QODIM DAN AZALI ).
Adapun “ martabat” alam (hamba / yang tercipta) terdiri atas 4 hal, yaitu :
1. ALAM RASUL
2. ALAM MISAL
3. ALAM AJSAM
4. ALAM INSAN
Manusia ( Muhammad )adalah makhluk tuhan yang bermartabat di posisi WAHADIYAH, yakni berada pada AF’AL TUHAN, yang QADIM / AZALI (NISCAYA). Nama Muhammad adalah sesuatu yang suci dengan sendirinya karena ada AF’AL TUHAN
Nama Tuhan dalam tubuh kita terwujud dalam kelima jari:
1. Kelingking adalah huruf ALIF.
2. Jari manis adalah huruf LAM AWAL.
3. Jari tengah adalah huruf LAM AKHIR.
4. Telunjuk dan ibu jari adalah huruf HA.
Perlu diketahui bersama bahwa dalam diri manusia terdapat : ~NAPAS yang merupakan unsur ANGIN.
~ TIDUR (mati-kecil) yang terjadi pada manusia adalah wujud AIR.
~ DARAH Adalah unsur API.
Nama Muhammad pada tubuh kita tetap terdiri dari 4 (empat) huruf juga, yaitu :
1. KEPALA adalah huruf MIM AWAL.
2. TUBUH dan TANGAN adalah huruf HA.
3. PINGGANG adalah huruf MIM AKHIR.
4. KAKI adalah huruf DAL.
No comments:
Post a Comment