Apa ukuran bahagia? Kesejahteraan ekonomi, kesehatan dan pendukung sosial yang kuat. Untuk kedua kali, Wall Street Journal menganalisa laporan Organisasi Pengembangan dan Kooperasi Ekonomi (OECD) ‘tingkat kepuasan hidup’ warga negara maju. Lucunya, Amerika Serikat yang Super Power, justeru gagal masuk 10 besar negara terbahagia dan hanya duduk tersipu di peringkat ke-11.
Kesepuluh negara terbahagia, oleh Dailyfinance.com (31/5/2012): Peringkat 10 Swedia, peringkat 9 Kanada, sukses dengan sistem kesehatan bersosialisasi menjamin seluruh warga. Australia, punya waktu luang lebih dibanding warga negara lain dengan tingginya kepuasan hidup. Kecilnya hutang pemerintah (4,9% dari GDP) menjadi penguat ekonomi. Bandingkan utang Amerika Serikat 73,8% dari GDP-nya.
Menyusul Finlandia, Austria, Swiss data statistik paling menonjol dari Swiss adalah ketenagakerjaan, bertengger di peringkat pertama antara negara maju. Swiss juga masuk lima besar di tiga kategori lain: pendapatan, kesehatan dan harapan hidup.
Demikian Norwegia, salah satu populasi tersehat. Kekuatan ekonomi karena kemampuannya menyediakan pelayanan kesehatan umum dan pendidikan berkualitas dengan mempertahankan surplus anggaran 162,5% dari GDP. Standard & Poor's Rating Service memberi Norwegia peringkat AAA denmark, menjadi nomor wahid paling bahagia dengan skor kepuasan hidup: 7,8%, tingkat ketenagakerjaan:73%, kesehatan: 71%, karyawan lembur: 1,92 %, pendapatan perkapita: US$ 23.213, pendidikan: 76 %, harapan hidup: 79,3 %. Selain OECD, juga World Map of Happiness dan World Database of Happiness menempatkan Denmark teratas negara terbahagia. Ketenagakerjaan yang tinggi dan rendahnya jumlah pekerja lebih dari 50 jam seminggu jadi bonus kebahagiaan warganya.
Di belahan lain, negara maju Jepang amat mengenas ketika lebih dari 33.000 kasus bunuh diri tahun lalu. Angka 30.000 jiwa sepuluh tahun berturut menjulukinya salah satu negeri bunuh diri terbanyak. Apa bahagianya, kalau 2007, 33.093 mengeksekusi hidup sendiri. Rekor bunuh diri 2003, 34.427 jiwa. Ternyata uang tak dapat membeli kebahagiaan. Kenapa? Sebahagian besar terlilit hutang, masalah keluarga, depresi dan kesehatan.
Menurut WHO, Organisasi Kesehatan Dunia, Jepang negara terbesar kedua bunuh diri di kelompok G8 (negara industri maju). ‘Kami bersyukur pemerintah memikirkan cara untuk menekan angka bunuh diri, mereka tak mengetahui apa sebenarnya terjadi,’ kata Yukiko Nishihara, pendiri Befrienders, Pusat Pencegahan Bunuh Diri Dunia. ‘Lain dari penyakit, penyebabnya terletak pada kebuntuan sosial,’ katanya.
Tengok Bangladesh, salah satu ‘potret’ terbelakang dunia diukur dari GNP. Setidaknya kata UNESCO, badan pendidikan, pengetahuan, sosial dan budaya setara PBB. Namun jika melihat langsung di beberapa titik, umumnya, Bangladesh bukan miskin tapi makmur. Rakyatnya tak banyak hutang, tak tertarik menggunakan fasilitas bank karena takut dosa riba. Rata-rata penduduk punya ladang/sawah, kolam ikan, berdagang tradisional antar komunitas terbatas. Bebas dari korban ijon, tengkulak dan rentenir. Rumah gubuk dinding dari polesan tanah liat disangga kayu tebangan. Asyik .… Rukun di rumah serumpun, kakek, ayah, anak, menantu, cucu dalam ikatan keluarga muslim yang kuat dan taat.
Meski di antara mereka mencari nafkah di luar negeri, namun teguh ibadah. Tenaga asal Bangladesh bekerja di hampir seluruh negara, khusus negara kaya Saudi Arabia, Malaysia, Jepang, Amerika dan Inggeris. Selalu memenuhi masjid. Tak mengirim wanita ke luar negeri, karena takut fitnah. Berbeda dengan kita di Hongkong, tak kurang 200 ribu tenaga kerja wanita Indonesia. Kebanyakan pembantu rumah tangga, penjaga toko. Kasus tak sedap sering, seperti korban perkosaan, hamil di luar nikah, bahkan ada yang ikut makan daging babi di rumah majikan non muslim. Zahirnya surga kirim uang ke kekeluarga, tapi dalamnya neraka, pupusnya jati diri dan kebahagiaan hakiki. Bangladesh, Pakistan, India, Srilanka dan Nepal, tak mengirim wanita bekerja di luar negeri. Bagi orang Bangladesh, kebahagiaan tak dapat dibeli dengan uang. ‘So, time is not money. But, time is happiness’.
Hasil riset London School of Economics, rakyat Bangladesh paling bahagia di dunia. Sebabnya ya itu tadi, tak banyak hutang. Banyak hutang itu tak bahagia. Muhammad Yunus, pemimpin Gramen Bank dapat nobel karena meminjami warga Bangladesh tanpa agunan. Niat membantu, bukan cari untung. Ingin mengamalkan hadis Nabi saw: ‘Barangsiapa memberi bantuan kepada seseorang, tiba-tiba orang yang dibantu memberi sesuatu dan ia menerimanya, maka ia telah memasuki satu dari pintu dosa-dosa besar.’
Menurut the World Happiness Survey, kebahagiaan Amerika Serikat terpuruk di ranking 46, jauh di bawah Bangladesh dari 100 negara termiskin, Indonesia no 68 dengan GDP US$ 3,900. Bangladesh ke 29 GDP $1,500. Kongo nomor wahid, 2011 GDP-nya cuma US$ 342. Negara bersistem kapitalis, mengeksploitasi bangsa lemah melalui otot baja ekonomi. USA, Jerman, Jepang, Perancis, Inggris, Belanda semuanya potret wajah buram kebahagiaan. Nyatanya, negara makmur bukan otot baja. Negara adi daya ekonomi, nyatanya cuma kemakmuran semu.
Di Denmark, tak ada Mal semewah Jakarta. Hampir tak ada mobil mewah, Bentley, Rolls Royce. Beda dengan Hongkong dan Brunei, berjubel. Rumah di Denmark kecil- kecil tak ada ala Pondok Indah, Sentul City, Kemang Pratama. Tapi tak terdengar berita korupsi. Tangan wartawan cuti nulis korupsi di negara tataran bawah seperti Indonesia, ada kemewahan melimpah dari satu dua manusia yang sarat korup, sisanya gembel. Kalau ditanya kaum tua di Dresden, eks Jerman Timur, sebahagian ingin kembali ke jaman komunis. Semua orang bekerja, dapat duit, happy, ada waktu untuk sosialisasi berkunjung ke tetangga. Setelah bersatu dengan Jerman Barat, manusia jadi individualistis, serba diukur dengan duit, tak ada waktu saling berkunjung antar tetangga. Aneh? Ya, karena dua-duanya gak benar. Yang pertama mempertuhankan materi, yang kedua tidak mengakui Tuhan. Kesalahan negara miskin umumnya karena tak sabar. Mereka jual biji cocoa, bukan coklat. Jual biji kopi, bukan Starbucks. Jual biji besi, bukan mobil.
Kalau sebuah negeri tak punya sumber mineral, mereka akan menggali manusia menjadi tambang emas. Manusia lah tambang emas sungguhan. Apa resep orang Bangladesh paling bahagia? Miskin, tapi gak punya keinginan aneh-aneh. Qana'ah (merasa cukup dengan pemberian Allah). Bersyukur, hidup sederhana tapi sarat iman dan amal saleh. Inilah studi dengan beda parameter. Allahu a’lam.
(Abdul Rahman Lubis, Penulis dan Pemerhati Masalah Keislaman).
No comments:
Post a Comment