Masjid Kebon Jeruk merupakan sebuah masjid berusia lebih dari dua abad yang berada bukan di daerah Kebon Jeruk seperti saya duga sebelumnya, namun di Jalan Hayam Wuruk No. 85, Kelurahan Maphar, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat. Nama Kebon Jeruk diberikan karena konon di tempat itu dulu banyak terdapat kebon jeruk, yang tentu saja sekarang sudah tidak ada bekasnya.
Tidak terlalu sulit untuk mencari Masjid Kebon Jeruk yang menurut sejarah tercatat sebagai salah satu masjid tua di Jakarta dinas Kebudayaan dan Permuseuman telah mencanangkan sebagai cagar budaya dan keberadaannya terus dilestarikan. Masjid Jami’ Kebon Jeruk didirikan tahun 1786 oleh seorang imigran Cina Muslim yang berasal dari Sin Kiang bernama Chan Tsien Hwu, yang melarikan diri dari Cina bersama isterinya yang bernama Fatima Hwu pada masa pemerintahan Dinasti Chien, karena ditindas oleh penguasa setempat. Sebelum dibangun oleh Chau Tsien Hwu dan teman-temannya, Masjid Kebon Jeruk hanya berupa sebuah surau yang tidak terpelihara. Waktu itu Chan Tsin Wa atau Tschoa adalah pemimpin muslim Cina di Batavia yang datang bersama isterinya Fatima Hwu dan memprakarsai pembangunan masjid yang sekarang berada di jalan Hayam Wuruk, Jakarta Kota.
Masjid ini selalu di padati oleh jamaah dari berbagai daerah, bahkan muslim dari berbagai negara pun mudah kita jumpai di sini. Mereka rata-rata berjenggot, mengenakan baju koko, surban atau peci putih dan celana mereka tidak ada yang menutupi mata kaki. Banyak juga yang memakai baju panjang sampai ke lutut, tasbih yang selalu berputar di tangan dan aroma minyak cendana dan kasturi, begitu kuat menyebar keseluruh ruangan.
Dari cara mereka berpakaian nampak sekali bahawa mereka meneladani cara-cara (sunah) Nabi, belum lagi ikatan persaudaraan mereka yang begitu kuat menandakan mereka adalah umat yang taat kepada ajaran Rasulnya. Padahal, kemungkinan besar diantara mereka belum ada yang saling kenal.
Jemaah di Masjid Kebun Jeruk ini di kenal dengan sebutan Jamaah Tabligh, mereka selalu rutin dan khusuk mendengarkan ceramah setiap habis solat maghrib. Jemaah terdiri dari berbagai profesi, seperti pimpinan pondok pesantren, bupati, pedagang kaki lima, pengusaha muda, mantan preman, mahasiswa hingga artis pun ada yang menjadi jamaah di sini. Gito rollies misalnya, semasa hidup sering terlihat mengikuti kegiatan di masjid ini.
“Di sini tidak ada jemaah yang diistimewakan, semua sama, berorientasi kepada kehidupan akherat dan harus dari hati,"kata Sutina jamaah dari pemanukan yang kemudian mengganti nama menjadi Ayatullah. Ini sama seperti zaman awal-awal masjid berdiri, konon orang-orang Cina yang masuk Islam mengganti namanya dengan nama-nama Islam. Hinggga pihak Belanda yang berkuasa pada waktu itu berang dan sempat membantai muslim Cina di masjid ini. Namun, dengan keajaiban masjid ini tidak mengalami kerusakan parah dan masih tetap berdiri sampai sekarang.
Jamaah di Masjid Kebon Jeruk ini selalu bertambah dari tahun-ketahun “Di sini gudangnya ilmu, jangan hairan kalau semakin banyak yang datang ke sini. Kadang-kadang sampai tidak muat, tapi masjid ini ngga boleh dibangun lagi karena masjid tua, paling cuma perbaikan aja,"kata Ayatullah, pulang sebulan sekali untuk menengok isteri dan ketiga anaknya di kampung.
Gaya bangunan Masjid Kebon Jeruk ini mempunyai kemiripan dengan masjid-masjid yang ada di Jawa. Namun sentuhan gaya arsitektur china terlihat dari benda-benda peninggalan, seperti kalender antik dan sebuah makam di halaman masjid dengan batu nisan bergaya china bertulisan Hsienpi Men Tsu Mow yang artinya “inilah makam China dari keluarga Chai”. Masjid ini menjadi suatu bukti terjadinya asimilasi kebudayaan yang tetap terjaga.
Masjid Kebon Jeruk di pinggiran jalan yang sangat sibuk. Sayang sekali terdapat iklan yang menempel di tempat menunggu bus, yang menutup dinding masjid dan mengganggu pemandangan. Masjid Kebon Jeruk ini terlihat tanpa menara, yang konon sudah runtuh saking tuanya dan tidak dibangun kembali.
Masjid Kebon Jeruk dengan kedua atap Masjid yang cukup unik, menunjukkan pengaruh Belanda, Cina dan Jawa.
Masjid Kebon Jeruk pada ruangan tengah Masjid yang berukuran 10 x 10 m di dalam Masjid Kebon Jeruk boleh dikatakan hampir tidak ada sesuatu benda atau ornamen yang istimewa yang menarik sebagai obyek foto. Yang menarik justeru adalah dandanan dan rupa para jamaah yang menunjukkan pengaruh Timur Tengah yang kuat.
Masjid Kebon Jeruk pada sebuah ornamen bunga pada pangkal lampu yang menempel di langit-langit masjid.
Masjid Kebon Jeruk dengan beberapa orang dengan wajah Timur Tengah tampak diantara jamaah Masjid. Masjid Kebon Jeruk memang selain dikunjungi oleh jamaah dari seluruh pelosok tanah air, juga kabarnya sering didatangi oleh para jamaah yang berasal dari banyak penjuru dunia.
Masjid Kebon Jeruk pada jalan masuk ke dalam Masjid. Jika Masjid Kebon Jeruk dikunjungi jamaah dari berbagai pelosok dunia dengan berbagai macam profesi, itu karena Masjid Jami’ Kebon Jeruk merupakan markaz (pusat kegiatan) usaha Tabligh di Indonesia.
Di Masjid Kebon Jeruk setiap harinya dibahas dan dimusyawarahkan hal-hal yang berkaitan dengan rencana kegiatan, pengiriman jamaah, kendala dan lain-lainya yang berkaitan dengan usaha Tabligh di Indonesia.
Masjid Kebon Jeruk pada salah satu wuwungan Masjid dengan 3 lubang di setiap sisinya yang menyerupai lubang kunci berukuran besar. Masjid Kebon Jeruk telah mengalami beberapa kali pemugaran, yang tercatat diantaranya adalah pada tahun 1950 dimana Masjid Jami’ Kebon Jeruk diperluas pada semua sisinya. Kemudian Masjid Kebon Jeruk dipugar lagi tahun 1974 dengan dana bantuan Gubemur DKI Jakarta, lalu Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta melakukan pemugaran pada tahun 1983/1984-1985/1986 dan 1998.
Masjid Kebon Jeruk pada wuwungan kedua yang berbentuk limas bersegi empat, dengan ukiran dedaunan bergerigi di puncaknya. Lambang bintang sabit yang lazimnya di pasang di puncak kubah atau wuwungan masjid, terlihat dilukis pada tiap sisi bidang yang berbentuk kubus. Sebuah bentuk kubah masjid yang lazim dijumpai tampak terlihat di bahagian belakang Masjid Jami’ Kebon Jeruk.
Masjid Kebon Jeruk ketika dua orang jamaah tampak menunggu waktu yang tepat untuk menyeberang Jl. Hayam Wuruk yang selalu sibuk dipadati kendaraan bermotor.
Masjid Kebon Jeruk seperti terjepit di tengah gedung dan keramaian.
Saya sempat pergi bahagian belakang Masjid Kebon Jeruk, namun sayang sekali saya tidak melihat makam dengan nisan bercorak naga, bertuliskan huruf Cina dan bertanggal Arab, milik Fatima Hwu yang wafat tahun 1792 dan dimakamkan di halaman belakang mesjid. Chan Tsin Hwu sendiri konon meninggal di Cirebon dan dimakamkan di gunung Sembung.
Masjid Kebon Jeruk telah ditetapkan sebagai situs sejarah yang dilindungi Pemerintah DKI Jakarta, berdasarkan Surat keputusan Gubernur tertanggal 10 Januari 1972.
Masjid Jami’ Kebon Jeruk
Jalan Hayam Wuruk No. 85,
Kelurahan Maphar, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat.
GPS: -6.155622,106.818395
Akses ke Masjid Kebon Jeruk
Bianglala P 69 Kota-Ciputat | Bianglala AC 45 Kota-Ciputat | Steady Safe 949 Kota-Kaliders
Steady Safe AC110 Tanjung Priok-Tanah Abang
No comments:
Post a Comment