Wednesday, January 2, 2013

KISAH MUAZ BIN JABAL R.A

Mu’az bin Jabal termasuk sahabat Ansar pada periode awal, ia telah memeluk Islam pada Ba’iat Aqabah ke dua, sehingga ia termasuk dari golongan as sabiqunal awwalun. Saat itu ia masih sangat muda, tetapi justru kemudaannya tersebut yang membuat ia lebih mudah dan lebih banyak menyerap ilmu-ilmu keislaman.

Ia termasuk sahabat yang berani mengemukakan buah pikirannya, seperti halnya Umar bin Khattab, namun demikian ia tetap seorang yang rendah hati. Ia tidak pernah begitu saja mengemukakan pendapat atau pemikirannya (ijtihadnya) kecuali jika diminta atau diberi waktu mengemukakannya. Karena begitu luas dan mendalamnya pengetahuan yang dimilikinya, terutama menyangkut hukum-hukum Islam (Ilmu Fikih), Nabi saw pernah bersabda tentang dirinya, “Ummatku yang paling tahu akan halal dan haram adalah Mu’az bin Jabal…”

Atas dasar sabda Nabi saw inilah banyak sahabat-sahabat yang menjadikan Mu’az sebagai rujukan jika ada permasalahan menyangkut hukum-hukum Islam (Fikih). Bahkan Umar bin Khattab, yang diakui kecerdasannya oleh Nabi saw, pada saat menjadi khalifah banyak meminta pendapat dan buah fikiran Mu’az dalam memutuskan suatu permasalahan. Sampai akhirnya Umar berkata, “Kalau tidaklah karena Mu’az bin Jabal, akan celakalah Umar…” Ketika Nabi saw akan mengirimnya ke Yaman untuk membimbing dan mengajarkan seluk-beluk keislaman kepada penduduk di sana, Baginda saw bertanya kepada Mu’az, “Apa yang menjadi pedoman bagimu untuk mengadili dan memecahkan suatu masalah, ya Mu’az?”

“Kitabulah, ya Rasulullah!” Jawab Mu’az.

“Jika tidak engkau temukan dalam Al-Quran?”

“Akan saya cari pemecahannya berdasarkan sunnah-sunnahmu, Ya Rasulullah!!”

“Jika tidak engkau dapatkan juga?”

“Saya akan menggunakan fikiran saya untuk berijtihad, dan saya tidak akan berlaku sia-sia (zalim, tidak untuk kepentingan pribadi dan duniawiah)…”

Bersinarlah wajah Rasulullah saw pertanda bahawa beliau puas dan senang dengan penjelasan Mu’az, kemudian Baginda saw bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepada utusan Rasulullah, sebagaimana yang diridhai Rasulullah…”

Suatu malam Mu’az bermaksud menemui Rasulullah saw, tetapi ternyata Baginda saw sedang mengendarai unta, entah hendak pergi kemana? Melihat kedatangannya, Baginda saw meminta Mu’az naik ke belakang beliau, berboncengan berdua, unta pun melanjutkan perjalanan. Baginda saw memandang ke langit, setelah menyanjung dan memuji Allah swt, Baginda saw bersabda kepada Mu’az, “Wahai Mu’az, aku akan menceritakan suatu kisah kepadamu, jika engkau menghafalnya akan sangat berguna bagimu. Tetapi jika engkau meremehkannya, engkau tidak akan punya hujah di hadapan Allah kelak.”

Nabi saw menceritakan, bahawa sebelum penciptaan langit dan bumi, Allah telah menciptakan tujuh malaikat. Setelah bumi dan langit tercipta, Allah menempatkan tujuh malaikat tersebut pada pintu-pintu langit, menurut darjat dan keagungannya masing-masing. Allah juga menciptakan malaikat yang mencatat dan membawa amal kebaikan seorang hamba ke langit, menuju ke hadrat Allah, yang disebut dengan malaikat hafazah.

Suatu ketika malaikat hafazah membawa ke langit, amalan seorang hamba yang berkilau seperti cahaya matahari. Ketika sampai di langit pertama, malaikat hafazah memuji amalan yang dibawanya di hadapan para malaikat yang tinggal di sana. Tetapi malaikat penjaga pintu langit pertama itu berkata, “Tamparkan amalan ini ke wajah pemiliknya. Aku adalah penjaga (pemilih) orang-orang yang suka mengumpat (Ghibahi). Aku ditugaskan untuk menolak amalan orang yang suka ghibah. Allah tidak mengizinkannya melewatiku untuk mencapai langit berikutnya”. Maka para malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.

Pada saat yang lain, malaikat hafazah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang sangat banyak dan terpuji. Ia berhasil melalui langit pertama karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah. Ketika sampai di langit kedua, malaikat hafazah memuji amalan yang dibawanya di hadapan para malaikat yang tinggal di sana. Tetapi malaikat penjaga pintu langit ke dua itu berkata, “Berhenti!! Tamparkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya, sebab ia beramal dengan mengharap duniawiah. Allah menugaskan aku untuk menolak amalan seperti ini dan melarangnya melewati aku untuk mencapai langit berikutnya”. Maka para malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.

Pada saat yang lain lagi, malaikat hafazah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang sangat memuaskannya, penuh dengan sedekah, puasa dan berbagai kebaikan lainnya, yang dianggapnya sangat mulia dan terpuji. Ia berhasil melalui langit pertama dan kedua karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah dan tidak mengharapkan balasan duniawiah. Ketika sampai di langit ke tiga, malaikat hafazah memuji amalan yang dibawanya di hadapan para malaikat yang tinggal di sana. Tetapi malaikat penjaga pintu langit ke tiga itu berkata, “Berhenti!! Tamparkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya!! Aku adalah malaikat penjaga kibir (kesombongan), Allah menugaskan aku untuk menolak amalan orang yang suka sombong (bermegah-megahan) dalam majelis. Allah tidak mengizinkannya melewati aku untuk mencapai langit berikutnya”. Maka para malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.

Saat yang lain lagi, malaikat hafazah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang bersinar seperti bintang kejora, bergemuruh dengan penuh dengan tasbih, puasa, solat, haji dan umrah. Ia berhasil melalui langit pertama, ke dua dan ke tiga karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah, tidak mengharapkan balasan duniawiah dan juga tidak sombong. Ketika sampai di langit ke empat, malaikat hafazah memuji amalan yang dibawanya di hadapan para malaikat yang tinggal di sana. Tetapi malaikat penjaga pintu langit ke empat itu berkata “Berhenti!! Tamparkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya!! Aku adalah malaikat penjaga sifat ujub. Allah menugaskan aku untuk menolak amalan orang yang disertai ujub. Allah tidak mengizinkannya melewati aku untuk mencapai langit berikutnya”. Maka para malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.

Pada saat yang lain, malaikat hafazah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang sangat mulia, terdiri dari jihad, haji, umrah dan berbagai kebaikan lainnya sehingga sangat cemerlang seperti matahari. Ia berhasil melalui langit pertama hingga ke empat, karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah, tidak mengharapkan balasan duniawiah, tidak sombong dan juga tidak ujub dalam beramal. Ketika sampai di langit ke lima, malaikat hafazah memuji amalan yang dibawanya di hadapan para malaikat yang tinggal di sana. Tetapi malaikat penjaga pintu langit ke lima itu berkata “Berhenti!! Tamparkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya!! Aku adalah malaikat penjaga sifat hasad (iri dengki). Meskipun amalannya sangat baik, tetapi ia suka hasad kepada orang lain yang mendapatkan kenikmatan Allah. Itu artinya dia membenci Allah yang memberikan kenikmatan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Allah tidak mengizinkannya melewati aku untuk mencapai langit berikutnya”. Maka para malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.

Pada saat lainnya, malaikat hafazah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang sangat sempurna dari wudhu, solat, puasa, haji dan umrah. Ia berhasil melalui langit pertama hingga ke lima, karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah, tidak mengharapkan balasan duniawiah, tidak sombong, tidak ujub dalam beramal dan juga tidak suka hasad pada orang lain.
Ketika sampai di langit ke enam, malaikat hafazah memuji amalan yang dibawanya di hadapan para malaikat yang tinggal di sana. Tetapi malaikat penjaga pintu langit ke enam itu berkata, “Berhenti!! Tamparkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat penjaga sifat rahmah. Allah menugaskan aku untuk menolak amalan orang yang tidak pernah mengasihani orang lain. Bahkan jika ada orang yang ditimpa musibah, dia merasa senang. Allah tidak mengizinkannya melewati aku untuk mencapai langit berikutnya”. Maka para malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.

Pada saat lain lagi, malaikat hafazah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang bersinar-sinar seperti kilat menyambar dan bergemuruh laksana guruh menggelegar, terdiri dari solat, puasa, haji, umrah, wara’, zuhud dan berbagai amalan hati lainnya. Ia berhasil melalui langit pertama hingga ke enam, karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah, tidak mengharapkan balasan duniawiah, tidak sombong, tidak ujub dalam beramal, tidak suka hasad pada orang lain, dan juga seorang yang penuh kasih sayang (rahmah) pada sesamanya. Ketika sampai di langit ke tujuh, malaikat hafazah memuji amalan yang dibawanya di hadapan para malaikat yang tinggal di sana. Tetapi malaikat penjaga pintu langit ke tujuh itu berkata, “Berhenti!! Tamparkanlah amalan ini ke muka pemiliknya!! Aku adalah malaikat penjaga sifat sum’ah (suka pamer). Allah menugaskan aku untuk menolak amalan orang yang suka memamerkan amalannya untuk memperoleh ketenaran, derajad dan pengaruh terhadap orang lain. Amalan seperti ini adalah riya’ dan Allah tidak menerima ibadahnya orang yang riya’. Allah tidak mengizinkannya melewati aku untuk sampai ke hadrat Allah swt”. Maka para malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.

Pada saat lainnya, malaikat hafazah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba berupa solat, puasa, zakat, haji, umrah, akhlak mulia, pendiam suka berzikir, dan beberapa lainnya yang tampak sangat sempurna. Ia berhasil melalui langit pertama hingga ke tujuh karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah, tidak mengharapkan balasan duniawiah, tidak sombong, tidak ujub dalam beramal, tidak suka hasad pada orang lain, seorang yang penuh kasih sayang (rahmah) pada sesamanya dan juga tidak suka memamerkan amalannya (sum’ah). Para malaikat dibuat terkagum-kagum sehingga mereka ikut mengiring amalan itu itu sampai di hadrat Allah swt

Ketika amal tersebut dipersembahkan malaikat hafazah, Allah berfirman, “Hai malaikat hafazah, Aku-lah yang mengetahui isi hatinya. Ia beramal bukan untuk Aku tetapi untuk selain Aku, bukan diniatkan dan diikhlaskan untukKu. Aku lebih mengetahui daripada kalian dan Aku laknat mereka yang menipu orang lain dan menipu kalian (malaikat hafazah dan malaikat-malaikat lainnya yang menganggapnya sebagai amalan hebat), tetapi Aku tidak akan tertipu olehnya. Aku-lah yang mengetahui hal-hal ghaib, Aku mengetahui isi hatinya. Yang samar, tidaklah samar bagi-Ku, Yang tersembunyi, tidaklah tersembunyi bagi-Ku. Pengetahuan-Ku atas segala yang telah terjadi, sama dengan Pengetahuan-Ku atas segala yang belum terjadi. Ilmu-Ku atas segala yang telah lewat, sama dengan Ilmu-Ku atas segala yang akan datang. Pengetahuan-Ku atas orang-orang yang terdahulu, sama dengan Pengetahuan-Ku atas orang-orang yang kemudian. Aku yang paling mengetahui segala sesuatu yang samar dan rahsia, bagaimana bisa hamba-Ku menipu dengan amalnya. Bisa saja mereka menipu mahluk-Ku tetapi Aku Yang Mengetahui hal-hal yang ghaib, tetaplah laknat-Ku atas mereka!!” Tujuh malaikat di antara tiga ribu malaikat juga berkata, “Ya Allah, kalau demikian keadaannya, tetaplah laknat-Mu dan laknat kami atas mereka!!” Kemudian para malaikat dan seluruh penghuni langit berkata, “Ya Allah, tetaplah laknat-Mu dan laknat orang-orang yang melaknat atas mereka!!”

Begitulah, panjang lebar Nabi saw menceritakan kepada Mu’az bin Jabal dan tanpa terasa dia menangis tersedu-sedu di boncengan unta Baginda saw Dia berkata di sela tangisannya, “Ya Rasulullah, bagaimana aku bisa selamat dari semua yang engkau ceritakan itu??” “Wahai Mu’az, ikutilah Nabimu dalam masalah keyakinan!!” kata Nabi saw “Engkau adalah Rasulullah, sedangkan aku hanyalah Mu’az bin Jabal. Bagaimana aku bisa selamat dan terlepas dari semua itu…” Kata Mu’az. “Memang begitulah,” Kata Nabi saw, “Jika ada kelengahan dalam ibadahmu, jagalah lisanmu agar tidak sampai menjelekkan orang lain, terutama jangan menjelekkan ulama…..”

Panjang lebar Nabi saw menasihati Mu’az bin Jabal, yang intinya adalah menjaga lisan dan hati, jangan sampai melukai dan menghancurkan peribadi orang lain. Akhirnya beliau bersabda, “Wahai Mu’az, yang aku ceritakan tadi akan mudah bagi orang yang dimudahkan Allah. Engkau harus mencintai orang lain sebagaimana engkau menyayangi dirimu. Bencilah (larilah) dari sesuatu yang engkau membencinya (yakni, akibat buruk yang diceritakan Nabi saw di atas), niscaya engkau akan selamat…!”

Rasulullah saw tahu betul bahawa Mu’az bin Jabal sangat mengetahui hukum-hukum Islam (Fikih), yang pada dasarnya bersifat lahiriah. Dengan menceritakan kisah tersebut, beliau ingin melengkapi pengetahuan dan pemahamannya dari sisi batiniah, sehingga makin sempurna pengetahuan keislamannya. Dan tak salah kalau kemudian Nabi saw pernah bersabda, “Mu’az bin Jabal adalah pemimpin golongan ulama di hari kiamat….!”

Sebagaimana umumnya para sahabat Ansar, Mu’az hampir tidak pernah terlewat dalam berbagai perjuangan dan jihad bersama Rasulullah saw Perang Badar, Uhud, Khandaq dan berbagai pertempuran lain diterjuninya. Ketika Nabi saw wafat, Mu’az sedang berada di Yaman untuk mengemban tugas Nabi saw menjadi Qadi dan mengajarkan ilmu-ilmu keislaman kepada penduduknya yang kebanyakan memeluk Islam pada masa-masa akhir kehidupan Rasulullah saw Mu’az sendiri meninggal pada masa Khalifah Umar bin Khattab akibat wabah penyakit taun yang melanda kota Amwas, antara Ramalah dan Baitul Maqdis, termasuk wilayah Syam.

No comments:

Post a Comment