Ada tujuh amalan yang jika diamalkan bisa berpahala haji. Amalan ini ada yang ringan bahkan kita bisa melakukannya setiap waktu. Walau ringan, namun pahalanya sangat luar biasa.
Dari Abu Umamah r.a, Nabi s.a.w bersabda,
مَنْ مَشَى إِلَى صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ فِي الجَمَاعَةِ فَهِيَ كَحَجَّةٍ وَ مَنْ
مَشَى إِلَى صَلاَةٍ تَطَوُّعٍ فَهِيَ كَعُمْرَةٍ نَافِلَةٍ
“Siapa yang berjalan menuju solat wajib berjama’ah, maka ia seperti berhaji. Siapa yang berjalan menuju solat sunnah, maka ia seperti melakukan umrah yang sunnah.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 127. Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Al-Jami’ Ash-Shagir, no. 11502
menyatakan bahawa hadits ini hasan)
Dalam hadits lainnya, dari Abu Umamah r.a Nabi s.a.w bersabda,
مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلاَةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ
الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ وَمَنْ خَرَجَ إِلَى تَسْبِيحِ الضُّحَى لاَ يُنْصِبُهُ إِلاَّ
إِيَّاهُ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْمُعْتَمِرِ وَصَلاَةٌ عَلَى أَثَرِ صَلاَةٍ لاَ لَغْوَ
بَيْنَهُمَا كِتَابٌ فِى عِلِّيِّينَ
“Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci menuju solat wajib, maka pahalanya seperti pahala orang yang berhaji. Barangsiapa keluar untuk solat Sunnah Dhuha, yang dia tidak melakukannya kecuali karena itu, maka pahalanya seperti pahala orang yang berumrah. Dan (melakukan) solat setelah solat lainnya, tidak melakukan perkara sia-sia antara keduanya, maka pahalanya ditulis di ‘illiyyin (kitab catatan amal orang-orang shalih).” (HR. Abu Daud, no. 558; Ahmad, 5: 268. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahawa sanad hadits ini hasan)
2). Melakukan Solat Isyraq
Cara melakukannya:
a) Solat subuh berjamaah di masjid.
b) Berdiam untuk berzikir dan melakukan kegiatan yang manfaat.
c) Ketika matahari setinggi tombak (15 menit setelah matahari terbit) melakukan solat dua raka’at (disebut solat Isyraq atau solat Dhuha di awal waktu).
Dalilnya adalah dari hadits dari Abu Umamah r.a, Rasulullah s.a.w bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى
يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا
حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan solat subuh dengan berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan solat sunat Duha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang berhaji atau berumrah secara sempurna.” (HR. Thabrani, Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 469 mengatakan bahawa hadits ini shahih lighairihi atau shahih dilihat dari jalur lainnya).
Dari Anas bin Malik r.a, Rasulullah s.a.w bersabda,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ
الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barangsiapa yang melaksanakan solat subuh secara berjama’ah lalu dia duduk sambil berzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian dia melaksanakan solat dua raka’at, maka dia seperti memperoleh pahala haji dan umrah.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmizi, no. 586. Syaikh Al-Albani mengatakan bahawa hadits ini hasan)
3). Menghadiri majelis ilmu di masjid.
Dari Abu Umamah r.a, Nabi s.a.w bersabda,
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ،
كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حَجَّتُهُ
“Siapa yang berangkat ke masjid yang ia inginkan hanyalah untuk belajar kebaikan atau mengajarkan kebaikan, ia akan mendapatkan pahala haji yang sempurna hajinya.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 94. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 86 menyatakan bahawa hadits ini hasan shahih)
4). Membaca tasbih, tahmid dan takbir setelah solat.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata,
جَاءَ الْفُقَرَاءُ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالُوا
ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ مِنَ الأَمْوَالِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلاَ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ ،
يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَلَهُمْ فَضْلٌ مِنْ
أَمْوَالٍ يَحُجُّونَ بِهَا ، وَيَعْتَمِرُونَ ، وَيُجَاهِدُونَ ، وَيَتَصَدَّقُونَ
قَالَ « أَلاَ أُحَدِّثُكُمْ بِأَمْرٍ إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ أَدْرَكْتُمْ مَنْ سَبَقَكُمْ وَلَمْ
يُدْرِكْكُمْ أَحَدٌ بَعْدَكُمْ ، وَكُنْتُمْ خَيْرَ مَنْ أَنْتُمْ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِ ، إِلاَّ
مَنْ عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ ، وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلاَةٍ
ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ » . فَاخْتَلَفْنَا بَيْنَنَا فَقَالَ بَعْضُنَا نُسَبِّحُ ثَلاَثًا
وَثَلاَثِينَ ، وَنَحْمَدُ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ ، وَنُكَبِّرُ أَرْبَعًا وَثَلاَثِينَ .
فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ « تَقُولُ سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَاللَّهُ
أَكْبَرُ ، حَتَّى يَكُونَ مِنْهُنَّ كُلِّهِنَّ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ »
“Ada orang-orang miskin datang menghadap Nabi s.a.w. Mereka berkata, orang-orang kaya itu pergi membawa darjat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal. Mereka solat sebagaimana kami solat. Mereka puasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa berhaji, berumrah, berjihad serta bersedekah. Nabi s.a.w lantas bersabda, “Maukah kalian aku ajarkan suatu amalan yang dengan amalan tersebut kalian akan mengejar orang yang mendahului kalian dan dengannya dapat terdepan dari orang yang setelah kalian. Dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kalian, kecuali orang yang melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan. Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir di setiap akhir solat sebanyak tiga puluh tiga kali”. Kami pun berselisih. Sebahagian kami bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali, bertakbir 34 kali. Aku pun kembali padanya. Nabi s.a.w bersabda, “Ucapkanlah subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar, sampai tiga puluh tiga kali.” (HR. Bukhari, no. 843).
Abu Shalih yang meriwayatkan hadits tersebut dari Abu Hurairah berkata,
فَرَجَعَ فُقَرَاءُ الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- فَقَالُوا سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا
مِثْلَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ذَلِكَ فَضْلُ
اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ »
“Orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin kembali menghadap Rasulullah s.a.q, mereka berkata, “Saudara-saudara kami yang punya harta (orang kaya) akhirnya mendengar apa yang kami lakukan. Lantas mereka pun melakukan semisal itu.” Rasulullah s.a.w kemudian mengatakan, “Inilah karunia yang Allah berikan kepada siapa saja yang ia kehendaki.” (HR. Muslim, no. 595).
5). Umrah di bulan Ramadhan.
Dari Ibnu ‘Abbas r.a, ia berkata bahawa Rasulullah s.a.w pernah bertanya pada seorang wanita,
مَا مَنَعَكِ أَنْ تَحُجِّى مَعَنَا
“Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?” Wanita itu menjawab, “Aku punya tugas untuk memberi minum pada seekor unta di mana unta tersebut ditunggangi oleh ayah fulan dan anaknya ditunggangi suami dan anaknya. Ia meninggalkan unta tadi tanpa diberi minum, lantas kamilah yang bertugas membawakan air pada unta tersebut. Lantas Rasulullah s.a.w bersabda,
فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةٌ
“Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari, no. 1782; Muslim, no. 1256).
Dalam lafazh Muslim disebutkan,
فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً
“Umrah pada bulan Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Muslim, no. 1256)
Dalam lafazh Bukhari yang lain disebutkan,
فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى
“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku.” (HR. Bukhari no. 1863).
Imam Nawawi rah berkata, “Yang dimaksud adalah umrah Ramadhan mendapati pahala seperti pahala haji. Namun bukan berarti umrah Ramadhan sama dengan haji secara keseluruhan. Sehingga jika seseorang punya kewajiban haji, lalu ia berumrah di bulan Ramadhan, maka umrah tersebut tidak bisa menggantikan haji tadi.” (Syarh Shahih Muslim, 9:2).
6). Berbakti pada orang tua (birrul walidain).
Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata,
إِنِّي أَشْتَهِي الْجِهَادَ وَلا أَقْدِرُ عَلَيْهِ ، قَالَ : هَلْ بَقِيَ مِنْ
وَالِدَيْكَ أَحَدٌ ؟ قَالَ : أُمِّي ، قَالَ : فَأَبْلِ اللَّهَ فِي بِرِّهَا ، فَإِذَا
فَعَلْتَ ذَلِكَ فَأَنْتَ حَاجٌّ ، وَمُعْتَمِرٌ ، وَمُجَاهِدٌ ، فَإِذَا رَضِيَتْ
عَنْكَ أُمُّكَ فَاتَّقِ اللَّهَ وَبِرَّهَا
“Ada seseorang yang mendatangi Rasululah s.a.w dan ia sangat ingin pergi berjihad namun tidak mampu. Rasulullah s.a.w bertanya padanya apakah salah satu dari kedua orang tuanya masih hidup. Ia jawab, ibunya masih hidup. Rasul pun berkata padanya, “Bertakwalah pada Allah dengan berbuat baik pada ibumu. Jika engkau berbuat baik padanya, maka kedudukannya adalah seperti berhaji, berumrah dan berjihad.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath 5/234/4463 dan Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman 6/179/7835).
Ada nukilan dari At-Targhib 3/214 yang menyatakan bahawa sanad hadits ini jayyid (antara hasan dan shahih). Lihat penjelasan Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah, no. 3195. Syaikh Al-Albani menyatakan bahawa mulai dari kalimat “Jika engkau berbuat baik padanya, …”, tambahan ini termasuk riwayat munkar).
Bagaimana kalau orang tua sudah meninggal dunia? Ada enam hal yang bisa disimpulkan dari berbagai dalil:
1). Mendo’akan kedua orang tua.
2). Banyak meminta ampunan pada Allah untuk kedua orang tua.
3). Memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia.
4). Menjalin hubungan silaturahim dengan keluarga dekat keduanya yang tidak pernah terjalin.
5). Memuliakan teman dekat keduanya.
6). Bersedekah atas nama orang tua yang telah tiada.
2). Banyak meminta ampunan pada Allah untuk kedua orang tua.
3). Memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia.
4). Menjalin hubungan silaturahim dengan keluarga dekat keduanya yang tidak pernah terjalin.
5). Memuliakan teman dekat keduanya.
6). Bersedekah atas nama orang tua yang telah tiada.
7). Bertekad untuk berhaji
Karena siapa yang memiliki uzur namun punya tekad kuat dan sudah ada usaha untuk melakukannya, maka dicatat seperti melakukannya. Contoh misalnya, ada yang sudah mendaftarkan diri untuk berhaji, namun ia meninggal dunia sebelum keberangkatan, maka ia akan mendapatkan pahala haji.
Kenapa sampai yang punya uzur terhitung melakukan amalan?
عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى
غَزَاةٍ فَقَالَ « إِنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالاً مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلاَ قَطَعْتُمْ
وَادِيًا إِلاَّ كَانُوا مَعَكُمْ حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ »
Dari Jabir r.a, ia berkata, dalam suatu peperangan (perang tabuk) kami pernah bersama Nabi s.a.w, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidak ikut melakukan perjalanan perang, juga tidak menyeberangi suatu lembah, namun mereka bersama kalian (dalam pahala). Padahal mereka tidak ikut berperang karena mendapatkan uzur sakit.” (HR. Muslim, no. 1911).
Dalam lafazh lain disebutkan,
إِلاَّ شَرِكُوكُمْ فِى الأَجْرِ
“Melainkan mereka yang terhalang sakit akan dicatat ikut serta bersama kalian dalam pahala.”
Juga ada hadits dari Anas bin Malik r.a,
عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه
وسلم – كَانَ فِى غَزَاةٍ فَقَالَ « إِنَّ أَقْوَامًا بِالْمَدِينَةِ خَلْفَنَا ، مَا
سَلَكْنَا شِعْبًا وَلاَ وَادِيًا إِلاَّ وَهُمْ مَعَنَا فِيهِ ، حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ »
Dari Anas r.a, bahawa Nabi s.a.w dalam suatu peperangan berkata, “Sesungguhnya ada beberapa orang di Madinah yang ditinggalkan tidak ikut peperangan. Namun mereka bersama kita ketika melewati suatu lereng dan lembah. Padahal mereka terhalang uzur sakit ketika itu.” (HR. Bukhari, no. 2839).
Sebagaimana Nabi s.a.w bersabda,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا
صَحِيحًا
“Jika salah seorang sakit atau bersafar, maka ia dicatat mendapat pahala seperti ketika ia dalam keadaan mukim (tidak bersafar) atau ketika sehat.” (HR. Bukhari, no. 2996).
Semoga Allah memudahkan kita mengamalkan amalan di atas. Moga kita pun dimudahkan untuk mengamalkan haji yang sebenarnya.
No comments:
Post a Comment