Monday, July 25, 2016

KEISTIMEWAAN UMMAT MUHAMMAD: RAMADHAN YANG ISTIMEWA

Ramadan adalah keistimewaan untuk umat Islam yang tidak diberikan Allah kepada umat sebelumnya. Begitu pendapat jumhur ulama. Di malam tanggal satu bulan ramadan dimana keesokan harinya umat Islam menjalankan ibadah puasa, Allah memandang mereka dengan pandangan kasih sayang dan pengampunan. Barang siapa dipandang oleh Allah seperti itu, maka ia tidak akan disiksa Allah selamanya karena Allah yang maha pemurah dan tidak ada yang lebih pemurah dari padaNya tidak akan mencabut pemberiannya. Ini adalah keistimewaan pertama yang diberikan khusus oleh Allah kepada umat Islam. Selengkapnya Rasulullah s.a.w bersabda:

أعطيتْ أمتي في شهرِ رمضان خمسًا لم يُعْطَهن نبيٌّ قبلي أما واحدة؛ فإنه إذا كان أول ليلة من شهر رمضان نظر الله إليهم، ومن نظر إليه لم يعذبه أبدًا، وأما الثانية: فإن خلوف أفوافهم حين يمسون أطيب عند الله من ريح المسك، وأما الثالثة: فإن الملائكة تستغفر لهم في كل يوم وليلة، وأما الرابعة: فإن الله عز وجل يأمر جنته، فيقول لها: استعدي، وتزيني لعبادي، أوشك أن يستريحوا من تعب الدنيا إلى داري وكرامتي، وأما الخامسة: فإنه إذا كان آخر ليلة غفر لهم جميعًا رواه البيهقي -

Artinya: “Umatku di bulan ramadan diberi lima perkara yang tidak pernah diberikan kepada nabi sebelumku. Pertama, jika datang malam pertama bulan ramadan, maka Allah memandang mereka. Barang siapa dipandang Allah, maka ia tidak akan disiksa selamanya. Kedua, sesungguhnya perubahan bau mulut orang yang berpuasa lebih harum menurut Allah daripada bau misik. Ketiga, sesungguhnya para malaikat memohonkan ampunan untuk mereka disetiap siang dan malam. Keempat, sesungguhnya Allah azza wa jalla menyuruh syurga. Dia berfirman: ‘Bersiaplah! Dan berhiaslah untuk para hambaku. Mereka sebentar lagi akan beristirahat dari kelelahan dunia menuju rumahKu dan kedermawananKu’. Kelima, sesungguh nya di akhir malam Allah akan mengampuni mereka semuanya”. (HR. Al-Baihaqi)

Lebih harumnya perubahan bau mulut orang yang berpuasa dari pada bau harum misik menurut Allah memberikan pengertian bahwa perubahan bau mulut itu lebih mendekatkan orang yang berpuasa kepada Allah dari pada menggunakan misik untuk menghilangkan bau yang tidak sedap dengan tujuan mencari redha Allah, dimana Allah memerintahkan untuk menghindari bau-bau yang tidak sedap itu seperti ketika berada di masjid, solat berjamaah dan lain-lain. Maka nanti di hari kiamat perubahan bau mulut orang yang berpuasa itu lebih memperberat timbangan amal dari pada penggunaan misik. Ibnu Shalah meyakini bahwa lebih harumnya perubahan bau mulut menurut Allah dari pada bau harum misik terjadi di dunia dan akhirat. 

Hal ini disebabkan selain kerana adanya riwayat Ibnu Hibban yang menyimpulkan demikian, juga karena adanya kesepakatan ulama, bahwa lebih harumnya perubahan bau mulut ini adalah ungkapan redha dan diterima Allah atau sejenisnya, dimana kesemuanya terjadi di dunia dan akhirat. Kalaupun dlm riwayat muslim ada redaksi “yaumal qiyamah”, maka hal itu adalah hal yang sepatutnya dikeranakan hari kiamat adalah hari pembalasan. Disamping itu, pada sebagian besar riwayat yang lain tidak ditemukan pengkhususan masalah ini hanya diakhirat saja. Dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim yang dimarfu’kan kepada Abu Hurairah disebutkan:

إذا دخل رمضان فتحت أبواب الجنة، وغلقت أبواب النار، وصفدت الشياطين

Artinya: “Jika ramadan datang, maka pintu2 surga di buka, pintu2 neraka di tutup dan syaitan2 diikat”.

Ini juga merupakan keistimewaan umat Islam dalam bulan ramadan. Menurut al-Qadli Iyyadl diikatnya syaitan berarti dikekangnya syaitan agar tidak menyakiti org2 mukmin dan mengganggu mereka. Boleh jadi juga berarti berlimpahnya pahala dan pengampunan yang diberikan Allah sehingga gangguan syetan terlihat sedikit seakan-akan mereka terkekang. Sedangkan dibukanya pintu2 surga berarti diberikannya kesempatan2 untuk berbuat baik yg begitu luas di bulan ramadan, yang tidak diberikan Allah di bulan2 yang lain. 

Kesempatan2 berbuat baik itu adalah sarana untuk masuk surga dan menjadi pintu2 surga. Al-Qurthubi menyatakan, bila ditanya, jika syaitan benar2 diikat, maka bagaimana jika kejelekan dan perbuatan maksiat justru lebih banyak terlihat di bulan ramadan?, maka jawabannya adalah bahawa penyebab semua itu bukan syaitan. Bisa jadi penyebabnya adalah nafsu2 yang jelek, kebiasaan yang buruk dan syaitan2 yang berwajah manusia. Keistimewaan lain untuk Umat Islam di bulan ramadan adalah disyariatkannya sahur dan mensegerakan berbuka. Rasulullah s.a.w bersabda:

لا يزال الناس بخير ما علوا الفطر ، لأن اليهود والنصارى يؤخرون - رواه أبو داود وابن ماجه وغيرهم

Artinya: “Manusia tidak henti2nya dalam kebaikan selama mereka mensegerakan berbuka, karena umat yahudi dan Nasrani mengakhirkannya”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dll). Rasulullah s.a.w juga bersabda:

فصل ما بين صيامنا وصيام أهل الكتاب أكلة السحور- رواه مسلم عن عمرو بن العاص

Artinya: “Pemisah antara puasa kita dan puasa para ahli kitab adalah makan sahur”. (HR. Muslim dari Amr bin Ash).

Seperti disebutkan dalam hadits, dalam sahur ada banyak kebaikan. Kebaikan itu dapat diperoleh dari: ittiba’ussunnah (mengikuti sunnah rasul), menyelisihi para ahli kitab, memperkuat ibadah, menambah semangat, menjadi penyebab untuk bershadaqah, kebersamaan dalam sahur, adanya kesempatan untuk berdoa dan berdzikir dimana waktu sahur adalah waktu istijabah, dan menemukan kesempatan untuk berniat puasa bagi mereka yang lupa niat sebelum tertidur. Keistimewaan lain dalam ramadlan bagi umat ini adalah dihalalkannya makan, minum dan berjimak dimalam hari bulan ramadlan hingga terbit fajar, dimana bagi umat sebelumnya, hal ini haram dilakukan. Keistimewaan lain adalah diciptakan nya lailatul qadar hanya utk umat Islam, sebagaimana dinyatakan oleh imam an-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzab. Pernyataan ini adalah pendapat yg shahih dan masyhur dan didukung oleh kebanyakan ulama. Keistimewaan yang lain dari umat ini adalah:

14. Lafadz Istirja’ ketika Musibah: Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Rasulullah s.a.w bersabda:

أعطيت أمتي شيئا لم يعطه أحد من الأمم أن يقولوا عند المصيبة: إنا لله وإنا إليه راجعون

“Umatku diberi sesuatu yang tidak diberikan pada umat-umat yang lain, yaitu ketika tertimpa musibah mereka mengatakan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun”. (HR. Thabarani dan Ibnu Mardawaih)

Menurut Said bin Jubair berdasarkan riwayat Ibnu Jarir, Al-Baihaqi dan lain-lain bahwa kalaupun umat sebelumnya diberi ucapan khusus ketika musibah, maka nabi Ayyub a.s ketika musibah mengucapkan “YA ASAFA” yg berarti Aduh Sedihnya Aku!”. Ucapan istirja’ ini merupakan pengakuan seorang mukmin bahwa dia hanya milik Allah yg Maha Merajai dimana Dia melakukan segala sesuatu sesuai kehendakNya, dan dia akan kembali kepada Allah, lalu Allah memberikan pahala kepadanya. Dalam hadits disebutkan bahwa barang siapa mengucapkan istirja’ ketika musibah maka, Allah akan memberikan pahala atas musibah yang menimpanya, lalu menggantikannya dengan kebaikan. Kesunnahan istirja’ ketika musibah berlaku kepada semua jenis musibah, bahkan musibah kecilpun. Diriwayatkan Oleh Abu Daud bahwa lampu milik Rasulullah padam, lalu beliau beristirja. Sayidah Aisyah berkata: “Ini hanya lampu?”. Rasulullah s.a.w bersabda:

كل ما ساء المؤمن فهو مصيبة

“Setiap perkara yang menyakiti seorang mukmin, maka ia adalah musibah”.

15. Dihilangkannya Sesuatu Yang berat dan Segala Kesulitan: Allah s.w.t berfirman:

وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلالَ الَّتِي كانَتْ عَلَيْهِمْ

“Dan Allah membuang dari mereka beban2 dan belenggu2 yg ada pada mereka”. (QS. Al-A’raf: 157)

Umat-umat terdahulu diberi beban (taklif) yang berat oleh Allah, seperti berlakunya qishas terhadap semua jenis pembunuhan, kewajiban memotong anggota badan yang melakukan dosa, memotong tempat yang terkena najis, bertaubat dengan membunuh diri dan lain-lain. Semua beban berat itu tidak diberikan Allah kepada umat Muhammad s.a.w. Sehingga syariat untuk umat ini begitu mudah dan sesuai dengan keadaan fisik, pikiran dan akal mereka.  Allah berfirman:


وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

“Dan dia sekali-kali tidak menjadikan utk kamu dlm agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)

Yg dimaksud Haraj adalah kesulitan dan kesempitan yg terasa berat untuk dilakukan. Ayat ini memberikan isyarat bahwa tidak ada kesulitan bagi seorang muslimpun untuk melakukan syariat. Semua mampu dilakukan semampunya. Seperti jika tidak mampu berdiri dalam solat, maka diperbolehkan melakukannya dgn duduk. Allah juga memberikan ruhshah (keringanan) yg begitu banyak seperti diperbolehkan ifthar (membatalkan puasa) saat perjalanan dan disyariatkannya qashar dan jamak shalat. Haraj juga berarti bahwa Allah menciptakan jalan keluar bagi setiap dosa dan membuka pintu taubat selebar2nya. 

16. Allah Mengapuni Dosa karena Lupa: Allah tidak akan menyiksa seorang mukmin yang meninggalkan kewajiban atau melakukan dosa karena ada udzur atau dalam keadaan lupa. Allah juga membebaskan siksa atas kehendak untuk melakukan perbuatan buruk. Tidak seperti Bani Israil yang ketika mereka lupa terhadap apa yang diperintakan atau berbuat kesalahan maka mereka segera diberi siksa, hingga banyak makanan dan minumun yang diharamkan kpd mereka karena dosa2 yg mereka lakukan. Allah berfirman:

وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ

“Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu”. (QS. Al-Baqarah: 284)

Ketika turun ayat ini, para sahabat merasa susah, lalu mengadu kpd Rasulullah: “Sungguh telah diturunkan ayat ini. Dan kami tidak mampu melakukannya”. Rasulullah bersabda: “Adakah kalian menghendaki utk mengatakan ‘kami mendengar dan kami mendurhakainya’, seperti perkataan para ahli kitab sebelum kalian?”. Para sahabat menjawab sebagaimana difirmankan Allah:

قولوا سمعنا وأطعنا، غفرانك ربنا وإليك المصير

“Dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS. Al-Baqarah: 285). Diriwayatkan Al-Faryabi dari Muhammad bin Ka’ab, ia berkata bahwa ayat tersebut diturunkan kepada seluruh nabi. Maka umat-umat mereka berkata: “Kami disiksa sebab apa yang tersirat dalam hati kami dan anggota badan kami tidak pernah melakukannya”. Hal ini membuat kebanyakan mereka kufur dan tersesat. Dan ketika ayat ini diturunkan kepada Rasulullah, maka para sahabat demikian pula adanya. Hingga pada akhirnya Allah menurunkan ayat:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”. (QS. Al-Baqarah: 286). Dengan ayat ini Allah tidak akan memberikan siksa atas perbuatan buruk yang hanya terlintas dalam hati sampai ia benar-benar dilakukan anggota badan. Bahkan sebaliknya perbuatan baik yang terlintas dalam hati akan segera mendapatkan pahala. Dan ketika perbuatan baik itu dilakukan anggota badan maka, ditambah lagi pahala kebaikan itu.

No comments:

Post a Comment