Jika mempelajari dengan cermat ajaran2 Agama, kita dapat memahami bahwa puncak dan inti dari semuanya adalah mengenal Allah, makrifat kepada Allah. Dan inilah yang dirindukan dan dicari oleh setiap mukmin yang sesungguhnya. Syekh Zainuddin Al-Malibari mengatakan: “Org2 yg makrifat terhadap Tuhan, mereka itu lebih utama dpd orang ahli ilmu furu‘ dan ilmu ushul dalam hal kesempurnaannya. Kerana satu rakaat org yg makrifat adalah lebih utama dpd seribu rakaat org yang alim, maka terimalah”.
Org2 yg makrifat kepada Tuhan itu lebih utama daripada semua ahli fiqih dan ahli tauhid, bagaimana tidak, mereka adalah pemilik pancaran sinar terang, sebagaimana yang dikatakan Syekh Ahmad bin ‘Alan. Syekh Al-Aydrus berkata dengan mengutip pendapat sebagian ulama: “Satu rakaat solat yang dilakukan seorg arif (ahli makrifat) itu lebih utama dpd seribu rakaat orang alim. Sedangkan satu nafas dari seorang ahli hakikat tauhid itu lebih utama daripada amal ibadah seluruh orang alim dan orang makrifat”.
Kerana makrifat kepada Allah mengungguli segala sesuatu, mereka yang memilikinya lebih utama dibandingkan para ahli fiqih dan tauhid yang tidak memilikinya. Kerana kemuliaan suatu ilmu itu tergantung kemuliaan yang diketahui dengan ilmu itu dan buahnya.
Ada ulama yang mengatakan: “Orang arif (ahli makrifat) itu di atas apa yang ia ucapkan, dan orang alim itu di bawah apa yang ia ucapkan.”
Syekh Ruwaim berkata: “Sikap ‘riya’ org2 makrifat itu lebih utama dpd keikhlasan para murid (org2 yg sedang menuju Allah S.w.t)”. Ketahuilah, di antara tanda2 makrifat kepada Allah adalah terdapatnya perasaan takut yg sesungguhnya kepada Allah. Barang siapa bertambah makrifatnya, bertambah pula rasa takutnya kepada-Nya, dan makrifat itu menimbulkan ketenangan.
Abu Ya‘qub As-Susi pernah ditanya: “Apakah org yg arif (ahli makrifat) itu dapat merasa senang dan sesuatu selain Allah?”
Ia menjawab: “Apakah orang arif itu melihat selain Allah sehingga ia senang dengannya?”
Kemudian ia ditanya lagi: “Jadi dengan pandangan apa ia melihat segala sesuatu?”
Ia menjawab: “Dengan pandangan fana”.
Maksud perkataan Abu Ya‘qub itu, orang arif selalu melihat dan selalu menyadari bahwa segala sesuatu itu sebagai sesuatu yang akan binasa, sedangkan orang yang tidak arif, meskipun tahu bahwa segala sesuatu selain Allah pasti akan binasa, terkadang lupa.
Abu Yazid pernah mengatakan: “Orang yang arif itu bagaikan orang yang terbang, sedangkan orang zuhud itu bagaikan orang yang berjalan, dan orang arif itu matanya menangis tetapi hatinya tertawa”.
Sedangkan Al-Junaid mengatakan: “Tidaklah seseorang itu disebut arif sampai ia seperti bumi yang dipijak oleh orang yang baik dan yang tidak baik, seperti awan yang memayungi segala sesuatu, dan seperti hujan yang mengairi apa yang ia sukai dan tidak ia sukai”.
Imam Al-Ghazali mengatakan: “Makrifat kpd Allah adalah sesuatu yg paling lezat dan tak ada kelezatan yang melebihinya. Kerana itu, Abu Sulaiman Ad-Darani berkata: “Allah memiliki hamba2 yang perasaan takut kepada neraka dan berharap terhadap syurga saja tidak dapat menyibukkannya dari Allah, lalu bagaimana dunia dapat menyibukkan mereka dari Allah?”
Syekh Abu Bakar Al-Warraq berpendapat: “Diamnya orang arif itu lebih bermanfaat, dan ucapannya itu lebih diinginkan dan lebih baik”.
Syekh Dzun Nun berkata: “Org2 zuhud adalah raja2 akhirat, dan mereka adalah org2 ahli makrifat yang faqir”, demikian penuturan Syekh Al-Qusyairi. (Syekh Zainuddin Al-Malibari (Hidayah Al-Adzkiya’) Dijelaskan oleh K.H. Saifuddin Amsir).
No comments:
Post a Comment