Perjalanan menuju Allah sangatlah berat dan mengandung bahaya, sehingga kehadiran Mursyid sangat lah diperlukan. Tetapi apakah kehadirannya merupakan suatu keharusan bagi si salik ? Syekh Muhammad Nafis bin Idris Al Banjarie (Pengarang Kitab Ad-Durunnafis) memberikan pendapatnya sbg berikut :
Al Arif Billah Maulana Syekh Muhammad bin Ahmad Al Jauhar Rahmatullah ‘Alaihi mengatakan ” Berpegang teguh kepada Allah adalah keharusan untuk tetap mengikuti dan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi LaranganNya. Bukanlah suatu keharusan, bahwa utk sampai kpd Allah harus dengan Washithoh/perantaraan guru, sebagai umumnya disangka oleh sementara kalangan sufi. Tentang washithoh guru itu hanyalah sekedar kebiasaan saja. Allah sampaikan seseorg hambanya kpdNya, atas kehendakNya sendiri, dgn beberapa macam tarikan ( Jadzabaat)’ Demikianlah, Syekh Muhammad Nafis bin Idris mengikuti pendapat Syekh Muhammad bin Ahmad al Jauhary mengata kan bahwa bukanlah merupakan suatu keharusan bagi salik utk mempunyai mursyid.
Syekh Muhammad Nafis merupakan ulama besar tasawuf yg pernah dimiliki Indonesia dan bermukim di Mekkah pada abad 12 H. Selain Beliau, Indonesia pernah pula memiliki Syekh Ihsan Muhammad Dahlan, pendiri dan pengasuh pondok pesantren Jampes Kediri, yg mengarang kitab Sirajut Tholibin, sebuah kitab tasawuf terbesar yang dihasilkan ulama jawi abad 14 H, dan menurut Gus Dur kitab itu masih dijadikan pegangan di Timur Tengah sampai skrg. Dan Syekh Ihsan sendiri pun tidak dikenal memiliki afiliasi ke Tareqat tertentu, sehingga "secara formal" tidaklah memiliki mursyid. Demikian pula yg terjadi dgn Mulla Shadra, Guru Besarnya Imam Khomeini, dan Quthb Al Din Al Syirazi dikenal tidak memiliki dan memasuki Tareqat apa pun. Mungkin saja salik "secara formal" tidak memiliki mursyid, tetapi tanpa disadarinya ( atau mungkin juga sadar ) ia memiliki Mursyid yang Ghaib. Ibn Sab'in sewaktu menuliskan silsilah Tareqatnya, semua sufi yang didaftarnya tidak ada satu pun yang hidup semasa dengan beliau. Beberapa sufi yang mengomentarinya mengatakan bahwa Ibn Sab'in cukup dgn membaca kitab2 saja. Ibn Sab'in adalah tokoh sufi Wahdat al Wujud Mutlak, yg paling kesohor.
Syekh Muhammad Nafis merupakan ulama besar tasawuf yg pernah dimiliki Indonesia dan bermukim di Mekkah pada abad 12 H. Selain Beliau, Indonesia pernah pula memiliki Syekh Ihsan Muhammad Dahlan, pendiri dan pengasuh pondok pesantren Jampes Kediri, yg mengarang kitab Sirajut Tholibin, sebuah kitab tasawuf terbesar yang dihasilkan ulama jawi abad 14 H, dan menurut Gus Dur kitab itu masih dijadikan pegangan di Timur Tengah sampai skrg. Dan Syekh Ihsan sendiri pun tidak dikenal memiliki afiliasi ke Tareqat tertentu, sehingga "secara formal" tidaklah memiliki mursyid. Demikian pula yg terjadi dgn Mulla Shadra, Guru Besarnya Imam Khomeini, dan Quthb Al Din Al Syirazi dikenal tidak memiliki dan memasuki Tareqat apa pun. Mungkin saja salik "secara formal" tidak memiliki mursyid, tetapi tanpa disadarinya ( atau mungkin juga sadar ) ia memiliki Mursyid yang Ghaib. Ibn Sab'in sewaktu menuliskan silsilah Tareqatnya, semua sufi yang didaftarnya tidak ada satu pun yang hidup semasa dengan beliau. Beberapa sufi yang mengomentarinya mengatakan bahwa Ibn Sab'in cukup dgn membaca kitab2 saja. Ibn Sab'in adalah tokoh sufi Wahdat al Wujud Mutlak, yg paling kesohor.
Seseorang yang akan menerima urusan Tuhan akan dipersiapkan oleh Tuhan menurut kebijaksanaan-Nya. Seseorang yang akan menerima jazbah dipersiapkan terlebih dahulu. Ada orang yang dituntun kepada jalan bersuluk. Walaupun mereka memasuki suluk di dalam kesedaran namun pada hakikatnya mereka ditarik oleh Petunjuk Ghaib. Petunjuk Ghaib bertindak ke atas mereka, yang pada zahirnya kelihatan sebagai bimbingan guru mereka. Kehadiran guru yang arif memudahkan murid memahami petunjuk-petunjuk sampai kepada mereka daripada alam ghaib.
Sebahagian ahli jazbah memasuki jalan yang tidak ada guru yang dibahagikan kepada dua golongan. Golongan pertama memasuki jalan memencilkan diri di tempat yang jauh daripada orang ramai. Ketika bersendirian itulah timbul kecenderungan dalam hati mereka untuk melakukan sesuatu ibadat dengan bersungguh2. Kemudian jazbah didatangkan kpd mereka. Golongan ini biasanya sukar untuk kembali kepada kehidupan biasa seperti org ramai. Golongan kedua pula adalah mereka yg menetap dlm masyarakat, tidak mengasingkan diri di tempat yg jauh. Ketika masih berada bersama2 orang ramai itulah didatangkan minat kepada mereka untuk melakukan sesuatu amalan atau ibadat. Apb mereka didatangi oleh jazbah mereka tetap juga berada di dlm lengkungan org ramai. Ahli jazbah seperti ini mengalami berbagai2 perkara ganjil sambil diperhatikan oleh org ramai. Mereka terpaksa berhadapan dgn reaksi orang ramai dan keadaan memudahkan buat mereka kembali semula kepada kehidupan biasa nanti.
Sebagian dari cara tarikan Tuhan untuk menyampaikan seorg hamba kepadaNya antara lain adalah dgn cara “membaca sholawat” sedapat dapatnya 10.000 kali tiap malam dgn Lafzh sholawat sbg berikut:
“ALLAHUMMA SHOLLI ‘ALAA MUHAMMADIN NABIYYIL UMMIYYI WA’ALAA AALIHI WASHOHBIHI WA SALLIM”. Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan dan keselamatan terhadap Nabi Muhammad yang ummiy, dan terhadap keluarga serta sahabat beliau”
Demikian pendapat Syekh Malawy rah. Selajutnya Syekh Jauhary mengemukakan : “Siapa2 yg mengamal kan apa apa yg tercantum dlm risalah ini, InsyaAllah akan mendapat “jizbah” dgn segera dari Tuhannya. Nilai jizbah itu jauh lebih tinggi dari pada amalan Jin dan Manusia, sbgmn sabda Nabi Muhammad saw:
“JADZABATUN MIN JADZABAATIL HAQQI LAA TUWAAZI ‘AMALAST-STAQALAINI” Artinya: “Satu tarikan dari beberapa tarikan Tuhan, tidak akan dapat disamakan dengan amalan amalan Jin dan Manusia”
Catatan: Memang benar bahwa keharusan melalui guru dlm menuntut Ilmu Tasawwuf adalah kebiasaan, Tetapi dalam banyak hal, ungkapan ungkapan dan rumus serta isyarat didalam ilmu itu banyak sekali yang harus dimengerti. Apabila dipelajari sendiri melalui kitab-kitab tasawwuf, pasti akan bertemu dengan rumus dan isyarat. Tanpa guru banyak kemungkinannya salah pengertian yang akibatnya malah akan menyesatkan. Guru bukanlah seseorang yang pasti bisa mengantar muridnya untuk sampai kepada Allah, sama sekali tidak, Guru hanyalah sekedar menunjukkan jalan, memberi pengertian dan pemahaman. Namun semua itu adalah tergantung seluruhnya pada kehendak Allah sendiri. Apabila sampai kepada pengertian hakiki tentang makrifat ialah ” Allah sendiri yang memperkenalkan diriNya”.
No comments:
Post a Comment