Monday, February 15, 2016

AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR YANG BENAR

“Yang wajib atas kita semua adalah menjadi da’ie dan bukan diwajibkan kita menjadi kadi atau mufti(menghukum sahaja). (firman Allah Ta’ala) “katakanlah (wahai Muhammad); Inilah jalanku,aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang jelas aku dan pengikutku.Apakah kita mengikuti Baginda s.a.w. atau tidak?.Maka dakwah itu maknanya adalah: Memindahkan manusia dari keburukan menuju kebaikan,dari kelalaian menuju mengingati kepada Allah,dan dari yang berpaling(dari Allah) kepada kembali menuju kepada Allah dan dari sifat yang buruk kepada sifat sifat yang baik.

Sayidina Mustafa s.a.w. telah mengajar kita agar berbuat baik kepada orang yang pernah menyakiti kita dan memaafkan segala layanan buruk/kesalahan saudara saudara kita dan usahlah kita menyimpan sebarang dendam sedikitpun di dalam hati hati kita terhadap mereka sehingga ia(hati hati kita) menjadi bersih,suci dan terdidik.

“Haq keatas seorang mu’min itu adalah menhormati saudaranya dan memandang saudaranya itu dengan pandangan kasih saying,oleh itu,bagaimana mungkin kamu boleh menghina orang yang berkata La ilaaha illa Allah! Menghina orang lain itu bererti tidak membesarkan cintaan Allah’…Dia(Allah) yang menciptakan manusia dengan segala watak keadaan mereka.Kesemuanya itu berlaku dibawah tadbir Allah.Wajib keatas seorang mu’min itu memiliki adab sebagai kedudukannya yang melambangkan jati dirinya”.

Imam al-Ghazali Ra. mengatakan bahwa ada 3 sifat yang harus diterapkan dalam beramar ma’ruf nahi mungkar. Tanpa 3 sifat ini, amar ma’ruf nahi mungkar sulit terwujud. Ketiga sifat itu ialah:

1. Ilmu: Yaitu hendaknya para da’i memiliki ilmu (mengetahui) tentang apa yang dia ajak kepadanya atau larang darinya. Boleh jadi ia mengajak kepada sesuatu yang disangka baik padahal itu buruk, atau melarang sesuatu yang sepatutnya tidak ia larang. Hal ini tidak layak terjadi. Oleh kerana itu hendaknya ilmu lebih diutamakan daripada amal, termasuk dalam amar ma’ruf nahi mungkar.

2. Wara’: Yaitu hendaknya berdakwah itu bukan ditujukan untuk mencari kedudukan atau kehormatan, menunjukkan kekuatan jasmani dan ruhani, atau yang lainnya. Sifat wara’ yaitu kita beramal hanya kerana Allah Swt.

3. Akhlak Mulia: Ini merupakan kunci dari ketiga sifat ini. Tanpa akhlak mulia, amar ma’ruf nahi mungkar tidak akan berkesan, sekalipun da’i adalah seorang yang berilmu dan wara’. Salah satu bentuk akhlak mulia ialah bersabar. Bersabar merupakan sifat yang sangat penting dikala amar ma’ruf nahi mungkar ketika dibalas dengan celaan dan cacian.

Terdapat sebuah ungkapan dari Ibnu Taimiyah dalam hal bersabar ketika beramar ma’ruf nahi mungkar. Beliau mengatakan: “Jika kamu tidak bersabar, kamu akan mendapatkan 2 hal:

a. Kemungkinan kamu akan berhenti dalam mengajak kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, hal seperti ini sudah banyak terjadi.

b. Pelaku kemungkaran melakukan kemungkaran yang lebih buruk lagi daripada kemungkaran yang pernah kamu cegah. Na’udzu billah.

Mengenai hal ini, terdapat sebuah hadits Nabi Saw., ketika suatu saat beliau menyaksikan ada seorang badui yang tidak tahu apa-apa memasuki Masjid Nabi lalu kencing di salah satu bahagian masjid.

Para sahabat yang juga melihatnya marah dan ingin segera mengeluarkannya keluar dari masjid. Namun tidak demikian sikap Nabi Saw., beliau bersabda kepada para sahabat: “Jangan, janganlah engkau menghentikan kencingnya.”

Lalu Nabi Saw. membiarkan badui tadi menyelesaikan kencingnya sedangkan para sahabat masih menahan marah. Setelah selesai menunaikan hajatnya, Nabi Saw. menghampiri badui tadi. Beliau Saw. bersabda dengan penuh kelembutan: “Wahai orang badui, sesungguhnya masjid ini rumah Allah dan bangunan untuk beribadah dan berzikir, ia tidak dibangun untuk perkara ini (menunaikan hajat).”

Melihat kelembutan Nabi Saw., si badui tadi lantas berdoa: “Ya Allah rahmatilah aku dan Muhammad, dan jangan Engkau rahmati orang-orang yang bersama kami (para sahabat).”

Nabi Saw. kemudian bersabda: “Jangan kamu mempersempit rahmat Allah yang luas itu.”

Nabi Saw. lalu memerintahkan para sahabat mengambil seberkas air untuk menyiram air kencing tersebut. Beliau Saw. bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk membuat kemudahan, dan tidak diutus untuk membuat kesulitan.” (HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan yang lainnya).

No comments:

Post a Comment