Perkataan sebahagian orang bahawa “Segala sesuatu yang terjadi adalah atas perintah Allah”, atau “Banyak sekali perbuatan kita yang tidak dikehendaki oleh Allah (ia bermaksud kemaksiatan-kemaksiatan)”, adalah perkataan yang salah, kerana Allah tidak memerintahkan kepada perbuatan-perbuatan maksiat atau kekufuran. Benar, kejadian kemaksiatan atau kekufuran tersebut adalah dengan kehendak Allah, tetapi Allah tidak memerintah kepadanya. Dengan demikian perkataan yang benar ialah; “Segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah dengan kehendak Allah, dengan Taqdir-Nya dan dengan Ilmu-Nya”.
Kebaikan terjadi dengan kehendak Allah, dengan Taqdir-Nya, dengan Ilmu-Nya, serta kebaikan ini juga dengan perintah-Nya, Mahabbah-Nya, dan dengan keredhaan-Nya. Sementara keburukan terjadi dengan kehendak Allah, dengan Taqdir-Nya, dan dengan Ilmu-Nya, tapi tidak dengan perintah-Nya, tidak dengan Mahabbah-Nya, dan tidak dengan keredhaan-Nya”.
Ertinya keburukan, kejahatan, atau kemaksiatan tidak disukai dan tidak diredhai oleh Allah. Dengan kata lain, segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah, akan tetapi tidak semuanya dengan perintah Allah. Ini kerana tajalli atas asbab hati yang ghaflah yakni lalai dari Allah dan sibuk dengan selsin Allah swt. Di antara bukti yang menunjukan bahawa perintah Allah berbeza dengan kehendak-Nya adalah apa yang terjadi dengan Nabi Ibrahim. Beliau diberi wahyu melalui mimpi untuk menyembelih putranya; Nabi Isma’il. Hal ini merupakan perintah dari Allah atas Nabi Ibrahim.
Kemudian saat Nabi Ibrahim hendak melaksanakan apa yang diperintahkan Allah ini, bahkan telah meletakan pisau yang sangat tajam dan menggerak-gerakannya di atas leher Nabi Isma’il, namun Allah tidak berkehendak terjadinya sembelihan terhadap Nabi Isma’il tersebut. Kemudian Allah mengganti Nabi Isma’il dengan seekor domba yang bawa oleh Malaikat Jibril dari syurga. Peristiwa ini menunjukkan perbezaan yang sangat nyata antara ”perintah Allah” dan ”kehendak-Nya”.
Contoh lainnya, Allah memerintah kepada seluruh hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya, akan tetapi Allah berkehendak tidak semua hamba tersebut beribadah kepada-Nya. Kerananya, ada sebahagian mereka yang dikehendaki oleh Allah untuk menjadi orang-orang beriman, dan ada sebahagian lainnya yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang-orang kafir. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنّ وَالإنْسَ إلاّ لِيَعْبُدُوْن (الذاريات: 56)
“Dan tidaklah Aku (Allah) ciptakan manusia dan jin melainkan Aku “perintahkan” mereka untuk menyembah-Ku”. (QS. adz-Dzariyat: 56).
Makna firman Allah “Illâ Li-Ya’budûn” dalam ayat ini artinya “Illâ Li-Âmurahum Bi ‘Ibâdatî”, artinya bahwa Allah menciptakan manusia dan jin tidak lain ialah untuk Dia perintah mereka agar beribadah kepada-Nya. Makna ayat ini bukan “Aku (Allah) ciptakan manusia dan jin melainkan aku berkehendak pada mereka untuk menyembah-Ku”. Kerana jika diartikan bahwa Allah berkehendak dari seluruh manusia dan jin untuk beriman atau beribadah kepada-Nya, maka berarti kehendak Allah dikalahkan oleh kehendak orang-orang kafir, kerana pada kenyataannya tidak semua hamba beriman dan beribadah kepada Allah, tapi ada di antara mereka yang kafir dan menyembah selain Allah. Tentunya mustahil jika kehendak Allah dikalahkan oleh kehendak makhluk-makhluk-Nya sendiri. (Tn Syeikh Haji Alias asy-Syattari).
No comments:
Post a Comment