Rasulullah s.a.w bersabda: “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad). Guru dan para ulama wajib dilayan sesuai dengan haknya. Akhlak serta adab yang baik merupakan kewajiban yang tak boleh dilupakan bagi seorang murid.
1). MENGHORMATI GURU:
Para Salaf, suri tauladan untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri r.a berkata, “Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah s.a.w kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari Ahli Bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit Al-Anshari r.a dan berkata:“Seperti inilah kami diperintahkan untuk melayani para ulama kami”. Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami, “Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, sepwrti meminta izin kepada seorang raja”. Diriwayatkan oleh Al-Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan, “Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.
Al Imam As Syafi’i berkata, “Dulu aku membolak balikkan kertas di depan Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”. Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata, “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman,
وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya” (QS. Al Hujurat: 5).
Sungguh mulia akhlak mereka para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama besar di umat ini, sungguh keberkatan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.
2). ADAB DI HADAPAN GURU:
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan: “Pakailah adab yang terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam bertanya dan mendengarkannya”. Ibnul Jamaah mengatakan: “Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi juga tidak membelakangi gurunya”.
3). ADAB BERBICARA DENGAN GURU:
Berbicara dengan seseorang yang telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik dibandingkan jika berbicara kepada orang lain. Para Sahabat Nabi s.a.w, murid Rasulullah, tidak pernah kita dapati mereka beradab buruk kepada guru tersebut, mereka tidak pernah memotog ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin khattab yang terkenal keras wataknya tak pernah menyaringkan suaranya di depan Rasulullah, bahkan di beberapa riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara Umar jika berbicara.
Abi Said al Khudry radhiallahu ‘anhu juga menjelaskan: “Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah s.a.w kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
4). ADAB BERTANYA:
Allah s.w.t berfirman,
ِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43).
Bertanyalah kepada para ulama, begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya maka akan terubat kebodohan, hilang keraguan , serta mendapat keilmuan. Para ulama telah menjelaskan tentang adab bertanya ini. Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan harus disampaikan dengan tenang, penuh kelembutan, jelas, singkat dan padat, juga tidak menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawapannya. Di dalam Al-Qur’an terdapat kisah adab yang baik seorang murid terhadap gurunya, kisah Nabi Musa dan Khidir. Pada saat Nabi Musa ‘alihi salam meminta Khidir untuk mengajarkannya ilmu,
إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْراً
“Khidir menjawab, Sungguh, engkau (Musa) tidak akan sanggup sabar bersamaku” (QS. Al Kahfi: 67).
Nabi Musa, Kaliimullah dengan segenap ketinggian maqomnya di hadapan Allah, tidak diizinkan untuk mengambil ilmu dari Khidir, sampai akhirnya percakapan berlangsung dan membuahkan hasil dengan sebuah syarat dari Khidir.
فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْراً
“Khidir berkata, jika engkau mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku tentang sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya” (QS. Al Kahfi:70).
Jangan bertanya sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada Musa. Maka jika seorang guru tidak mengizinkannya untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah sampai ia mengizinkan bertanya.
5). ADAB MENDENGARKAN PELAJARAN:
Kita pasti tersinggung jika berbicara dengan seseorang tapi tidak diendahkan? Maka bagaiamana perasaan seorang guru jika melihat muridnya tidak memberi perhatian kepada ilmu yang nak disampaikan? Sungguh rugilah para murid yang membuat hati gurunya tersinggung. Para sahabat Rasulullah berdiam diri pada saat Rasulullah berada di tengah mereka.
Diriwayatkan bahawa Yahya bin Yahya Al Laitsi tak berganjak dari tempat duduknya ketika kawan-kawannya keluar melihat rombongan gajah yang melalui kawasan mereka saat pelajaran sedang berlangsung. Yahya mengetahui tujuannya duduk di majlis itu adalah untuk mendengar apa yang dibicarakan gurunya bukan yang lain. Apa yang akan Yahya bin Yahya katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu saat ini, jangankan segerombolan gajah yang lalu, sedikit suara pun akan dikejar untuk mengetahuinya seakan-akan tak ada seorang guru di hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara dengan kawan di sampingnya, atau sibuk dengan gadgetnya.
6). MENDOAKAN GURU:
Banyak dari kalangan salaf berkata, “Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”
7) TIDAK MENCARI AIB GURU:
Rasulullah s.a.w bersabda: “Setiap anak Adam pasti berbuat kesalahan, dan yang terbaik dari mereka adalah yang suka bertaubat” (HR. Ahmad). Para guru bukan malaikat, mereka tetap berbuat kesalahan. Jangan juga mencari cari kesalahannya, ingatlah firman Allah.
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah mengumpat satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (QS. Al Hujurat:12).
Allah melarang mencari kesalahan orang lain dan mengumpat, larangan ini umum tidak boleh mencari kesalahan siapapun. Lantas, bagaimanakah jika aib para ulama, dan para pengajar kebaikan yang tersebar? Belum lagi aib-aib dusta yang tersebar tentang mereka. Sungguh baik para Salafuna assoleh dalam doa mereka: “Ya Allah tutupilah aib guruku dariku, dan janganlah kau hilangkan keberkatan ilmunya dari ku”. Mereka juga berkata: “Daging para ulama itu beracun.” Maksudnya sesiapa yang suka berbicara tentang aib para ulama, maka dia umpama memakan daging para ulama yang beracun, akan sakit hatinya, bahkan dapat mematikan hatinya.
8). BERSABARLAH DENGAN SIKAP GURU
Setiap orang ada kekurangannya. sebaik apapun agamanya, sebaik apapun amalnya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada kekurangannya. Tetap bersabarlah bersamanya dan jangan berpaling darinya. Allah berfirman :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (kerana) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS. Al Kahfi:28).
Tidak ada yang lebih baik kecuali bersama orang orang yang berilmu dan yang selalu menyeru Allah Azza wa Jalla. Al Imam As-Syafi'e Rahimahullah berkata: “Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru, sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu kerana memusuhinya”
Besar jasa mereka para guru yang telah memberikan ilmunya kepada manusia, yang kerap menahan amarahnya, yang selalu merasakan perihnya menahan kesabaran, sungguh tak pantas seorang murid ini melupakan kebaikan gurunya, dan jangan pernah lupa menyisipkan nama mereka di lantunan doamu. Semoga Allah memberikan rahmat dan kebaikan kepada guru guru kaum Muslimin. Semoga kita dapat melaksanakan adab-adab ini terhadap guru-guru yang mulia. (Akhukum Mohd Hazri al-Bindany).
9). MENGHADIRI MAJLIS ILMU
Sayyiduna Umar bin Khattab RA berkata: “Sungguh ada seseorang yang keluar dari rumahnya dengan memikul dosa sebesar gunung Tihamah, lalu dia menghadiri majlis ilmu dan mendengarkan nasehat dan wasiat si ‘Alim, dan berkat itu dia takut kepada Allah dan bertaubat dari dosa-dosanya. Tatkala dia kembali ke rumahnya, dosa-dosanya telah diampuni. Janganlah kalian meninggalkan majlis ulama. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan sejengkal tanah dibumi yang lebih mulia dari tanah yang dipakai majlis ilmu”. (Ihya’ Ulumiddin).
No comments:
Post a Comment