Allah Ta'ala berfirman: “Sabar untuk tidak berbuat maksiat yang sedikit lebih mudah bagimu daripada bersabar terhadap siksa Jahannam yang begitu besar. "Sungguh siksa Jahannam sangat membinasakan." (QS Al-Furqan:65). Dan, sabar untuk tetap taat sebentar saja kelak akan membuatmu bersenang-senang selalu dengan disertai nikmat yang kekal.
Wahai anak Adam! Engkau harus yakin dengan apa yang sudah Kujamin untukmu sebelum Kuberikan rezekimu pada yang lain. Bersikap zuhudlah kau di dunia, sebelum Aku berzuhud kepadamu. Lepaskan dirimu dari hal-hal yang syubhat, sebelum kebaikan-kebaikanmu hilang di Hari Penghitungan. Perintahkan kalbumu dengan mengingat akhirat, karena tidak ada tempat lagi bagimu selain kubur.
Wahai anak Adam! Siapa yang rindu kepada surga pasti ia cepat-cepat melakukan berbagai kebaikan. Siapa yang takut kepada neraka pasti ia tak akan berbuat keburukan. Siapa yang menahan hawa nafsunya, pasti ia mendapat kedudukan mulia.
Wahai Musa bin Imran! Jika musibah menimpamu sedang kau tidak dalam keadaan suci, maka kecamlah dirimu sendiri!
Wahai Musa! Miskin kebaikan adalah kematian terbesar.
Wahai Musa! Siapa yang tidak bermusyawarah, pasti ia menyesal. Dan, siapa yang melakukan istikharah, ia tak akan menyesal”. (Al-Mawaizh fi al-Ahadis al-Qudsiyyah, karya Imam Al-Ghazali).
2). ALLAH YANG MENENTUKAN, KAPAN KAU WUSHUL (SAMPAI) KEPADANYA
“Jika engkau yakin bahwa kau hanya akan sampai kepada Allah setelah lenyapnya semua keburukanmu dan sirnanya semua hasratmu, maka engkau selamanya tak akan sampai kepada-Nya. Tetapi, jika Dia menghendakimu sampai kepada-Nya, Dia akan menutupi sifatmu dengan sifat-sifat-Nya dan watakmu dengan watak-Nya, Dia membuatmu sampai kepada-Nya dengan kebaikan yang diberikan-Nya kepadamu, bukan dengan kebaikan yang kaupersembahkan kepada-Nya”. (Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam).
Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa engkau tak akan sampai kepada-Nya sekalipun kau melakukan riyadhah (olah batin) dan mujahadah berusaha menghilangkan aib dan semua keinginan yang tak layak bagimu, seperti keinginan untuk meraih kekuatan, kehormatan, kekayaan,dan kekuasaan. Itu adalah sifat-sifat inti dan watak yang sudah melekat pada seorang hamba dan tak dapat terlepas darinya. Wushul (sampai) kepada Allah adalah anugerah-Nya yang diberikan kepadamu, bukan karena usahamu sendiri.
Hal ini pernah diisyaratkan Allah dalam sebuah hadis Qudsi: “Hamba-hamba-Ku terus mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah sampai Aku mencintainya. Dan, jika Aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang digunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang digunakan untuk memukul, dan menjadi kakinya yang digunakan untuk berjalan.”
Syekh Asy-Syadzili mengatakan: “Seorang wali tidak pernah sampai (wushul) kepada Allah selama dia memiliki syahwat, keinginan, dan pilihan. Walaupun Allah sudah memberi jalan baginya, dia tetap tidak akan sampai kepada-Nya. Namun, jika Allah menginginkan untuk mendekatkan hamba itu kepada-Nya, Dialah yang akan mengaturnya, yaitu dengan menampakkan sifat-sifat-Nya yang tinggi dan suci sehingga akan menghilangkan sifat-sifat hamba-Nya yang buruk. Saat itu, hamba tersebut tidak lagi memiliki keinginan dan pilihan, kecuali yang dipilihkan dan diinginkan Al-Haqq”. (Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi).
3). UNTUK MEREKA YANG BERUMUR 40 TAHUN
Usia 40 tahun bagi manusia adalah masa puncak kematangan fisik, psikologis dan spiritualitasnya. Rambutnya mulai memutih seiring dengan gairah kematangan batinnya. Dan, ini berarti separuh lebih dari perjalanan hidupnya telah dilewati. Ia menjadi masa yang paling menentukan, apakah di usianya itu mau bersyukur atas karunia Allah atau tidak? Siap berbenah, memperbaiki dan bertobat atas perbuatan masa lalu atau tidak? Atau sebaliknya, tua-tua keladi, makin tua makin menjadi? Semuanya tergantung pada kita, apakah ingin memaknai sisa umur itu untuk persiapan kembali kepada Allah dengan bersungguh-sungguh atau melalaikannya begitu saja. Abdullah bin Abbas r.a. berkata:"Barangsiapa mencapai usia 40 tahun dan amal kebajikannya tidak mantap dan tidak dapat mengalahkan amal keburukannya, maka hendaklah ia bersiap-siap ke neraka."
Imam Syafi’i rahimahullah ketika mencapai usia 40 tahun, beliau berjalan sambil memakai tongkat. Jika ditanya mengapa dirinya memakai tongkat, maka beliau menjawab: "Agar aku ingat bahwa aku adalah musafir. Demi Allah, aku melihat diriku sekarang ini seperti seekor burung yang dipenjara di dalam sangkar. Lalu burung itu lepas di udara, kecuali telapak kakinya saja yang masih tertambat dalam sangkar. Komitmenku sekarang seperti itu juga. Aku tidak memiliki sisa-sisa syahwat untuk menetap tinggal di dunia. Aku tidak berkenan sahabat-sahabatku memberiku sedikit pun sedekah dari dunia. Aku juga tidak berkenan mereka mengingatkanku sedikit pun tentang hiruk-pikuk dunia, kecuali hal yang menurut syara’ lazim bagiku. Di antara aku dan dia ada Allah"
Dalam kitab Ihya Ulumuddin disebutkan bahwa Abdullah bin Dawud berkata: "Kaum salaf, apabila di antara mereka ada yang sudah berumur 40 tahun, ia mulai melipat kasur, yakni tidak akan tidur lagi sepanjang malam, selalu melakukan sholat, bertasbih dan beristighfar. Lalu mengejar segala ketertinggalan pada usia sebelumnya dengan amal-amal di hari sesudahnya."
Imam Malik rahimahullah juga berkata: "Aku dapati para ahli ilmu di negeri kami mencari dunia dan berbaur dengan manusia hingga datang kepada mereka usia 40 tahun. Jika telah datang usia tersebut kepada mereka, mereka pun meninggalkan manusia (yaitu lebih banyak konsentrasinya untuk meningkatkan ibadah dan ilmu)" (Dikutip dari kitab At-Tadzkirah). Muhammad bin Ali bin al-Husain rahimahullah berkata : "Apabila seseorang telah mencapai usia 40 tahun, maka berserulah penyeru dari langit : "Waktu berpulang semakin dekat, maka siapkanlah perbekalan."
Allah SWT berfirman:
حَتَّى إَذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِى أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِى أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِى إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Apabila dia telah dewasa dan usianya sampai empat puluh tahun, ia berdoa : "Ya Tuhanku, tunjukkanlah aku jalan untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang Engkau ridhai dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir terus sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim" (QS. Al-Ahqaf : 15).
4). OBAT HATI DARI SYEKH ABDUL QADIR JAILANI
“Hati itu berkarat kecuali apabila pemiliknya rajin merawatnya seperti yang disebutkan oleh sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya hati itu dapat berkarat dan yang dapat menggosok (karat itu) adalah dengan membaca Al-Qur’an dan mengingat kematian serta menghadiri majelis-majelis zikir”. Hati itu hitam karena cintanya yang begitu besar oada dunia dan rakus terhadapnya, tanpa sifat wara’ sedikitpun. Sebab, barangsiapa yang hatinya telah dikuasai oleh kecintaan pada dunia, maka wara’-nya akan hilang. Ia akan terus kumpulkan dunia itu, baik dari sumber yang halal maupun yang haram. Ia tidak mampu lagi membedakannya, tak lagi punya rasa malu. Dan muraqabah-nya kepada Allah Azza wa Jalla akan hilang. Wahai kaum Muslimin, terimalah apa yang disampaikan oleh Nabi kalian itu, dan bersihkan kembali karat hati kalian dengan resep yang telah diberikan oleh beliau. Seandainya seorang dari kalian mengidap suatu penyakit, lalu seorang dokter memberinya resep sebagai obatnya, tentu ia tidak akan merasa nyaman hidupnya sebelum memakan obat itu bukan?” (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Rabbani).
No comments:
Post a Comment