Salik merasa galau karena tekanan ekonomi yang datang bertubi-tubi. Dia mengadu kepada Matin di Sor-Baujan (di bawah pohon Trembesi) agar mendapatkan jurus menghilangkan kegalauan.
Salik (S): Bro, kenapa akhir-akhir ini saya merasa galau?
Matin (M): Hahaha. Katanya belajar tasawuf?!
S: Memang kalau belajar tasawuf nggak boleh galau?
M: Kenapa kamu galau?
S: Saya sudah berusaha keras cari uang, tapi selalu ada kendala. Saya sudah kerja dan cari proyek ini dan itu, saya sudah menagih utang dari kawan yang satu dan kawan yang lain, tapi belum dapat.
M: Terima saja. Nikmati! Ambil hikmahnya, ambil indahnya!
S: Hmmm.
M: Galau itu manusiawi. Berarti kamu masih menginjak bumi. Tapi, bagi salik, mestinya sudah tidak merasakan galau dari hal-hal duniawi.
S: Memang ada teknik menghilangkan kegalauan dalam tasawuf?
M: Sebenarnya, inti tasawuf itu kan akhlak. Baik akhlak kepada sesama makhluk atau akhlak kepada Allah. Kita diajarkan bagaimana melaksanakan adab yang baik.
S: Dimana letak teknik menghilangkan kegalauannya?
M: Contohnya, pada tahap pertama, bagi seorang salik harus bertobat kepada Allah secara total. Ini merupakan teknik dasar mengilangkan kegalauan. Kita harus mengakui di depan Allah bahwa kita telah menzalimi diri sendiri, kita sering melakukan salah dan dosa, baik sengaja atau tidak sengaja. Tobatmu itu sebenarnya pengalihan atas beban derita pada diri lalu diadukan dan diserahkan kepada Allah secara total.
S: Hmmm...Lalu?
M: Tahap berikutnya kita harus belajar sabar dan syukur. Ini pun tangga tasawuf. Anda harus benar-benar menanamkan kesabaran dalam diri dan membangkitkan rasa syukur. Kegalauan dari duniawi bisa hilang jika benar-benar memahami makna sabar dan syukur.
S: Hmmmm. Lalu?
M: Kita pun diajarkan untuk menumbuhkan rasa takut pada Allah, tapi pada saat yang sama, kita juga harus bersandar pada harapan-harapan Allah yang selalu ada dalam diri. Kalau engkau masih takut kepada kekurangan uang, tapi tidak takut kepada Allah, berarti Anda belum masuk pada maqam ini.
S: Hmmmm. Lalu?
M: Ingat, Allah selalu memberi harapan. Jangan pernah berputus asa. Namun, pada saat yang sama, kamu pun harus ikhlas mengamalkan ibadah dan ridha dengan semua takdir-Nya. Jangan pernah sombong menganggap bahwa dirimu hebat di depan Allah. Jangan ikut campur dengan qadha-Nya.
S: Maksudnya?
M: Kamu pikir apa yang menimpa pada dirimu sekarang berasal dari dirimu? Kawanmu yang tak bayar utang gara-gara dirimu? Pekerjaan dan proyek yang kamu cari milikmu? Keperluan dan kebutuhan hidupmu yang meningkat sekarang gara-gara kamu? Bukankah semuanya bermuara pada Allah.
S: Memang bukan. Tapi apakah berarti saya tidak harus berusaha?
M: Berusaha wajib. Tapi, tawakalmu pun wajib! Semuanya harus dikembalikan kepada Allah. Pahami kehendak-Nya dengan cipta rasa batinmu, jangan hanya dengan akal. Bukankah Allah yang menggerakkan hati kawanmu untuk bayar dan Allah juga yang memberi rezeki kawanmu agar mampu membayar utang? Bukankah Allah yang menggerakkan hati klienmu memberi pekerjaan dan proyek, serta Allah juga yang membuatnya menjadi mungkin. Dialah yang telah menentukan segalanya.
S: Hmmmm. Tapi, aku masih galau. Meskipun sudah paham tentang konsep itu.
M: Syekh Ibnu Atha’illah mengatakan, "Jika kalbu masih merasa galau dan sedih, itu karena masih ada yang menghalangi pandangan batin."(Maa tajiduhul-quluub minal humuumi wal ahzaan faijli maa muni'at min wujuudil 'iyaan)
S: Apa yang harus saya lakukan?
M: Perbaiki ibadahmu. Shalat dan zikirmu harus bisa menembus cahaya-Nya! Buang semua anasir-anasir hati yang kotor. Zikir dan terus berzikir. Tanamkan makna, “Laa ilaaha illa Allah” dalam semua gerak kehidupanmu, Bro! Dan, teruslah berusaha dan berdoa!
S: Doakan saya, Bro! Tapi??
M: Tapi, apa lagi?
S: Misalnya, kalau kegalauan terhadap segala sesuatu selain Allah itu sudah hilang, apa mungkin saya bisa bahagia dunia akhirat?
M: Hahaha. Belum tentu! Setelah kamu bisa menghilangkan kegalauan tentang selain Allah. Nanti, kamu akan galau ingin bertemu dengan Allah!
S: Hmmmm
No comments:
Post a Comment