Syekh Shalahuddin At-Tijjani mengatakan: “Tidur merupakan kondisi yang dapat membawa seorang hamba beralih dari melihat alam inderawi menuju pada penyaksian alam barzakh, alam ini merupakan alam yang paling sempurna. Di alam ini, makna mendapatkan tubuh, yang tidak berbentuk menjadi berbentuk, yang tidak berdiri sendiri menjadi dapat berdiri sendiri, hal yang mustahil menjadi mungkin. Jika dalam tidur semua hal tersebut terjadi dan ia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah, maka apa pendapatmu tentang Tuhan Maha Pencipta nan Maha Suci?
Demikianlah pula sebenarnya Allah menciptakan amal perbuatan hamba, jika amal tersebut merupakan perwujudan atau citra yang tampak, maka ia diletakkan dalam citra kambing gibas yang cantik, Dia menghendaki keadaan yang paling jelas agar semua manusia mengetahuinya. Demikian pula kenikmatan hati terhadap buah-buahan, yang tidak terputus dan tidak terlarang, hal ini seperti firman Allah, “Yang tidak berhenti dan tidak terlarang mengambilnya,” (QS 56: 33). Dalam buah-buahan Allah menciptakan rezeki yang disebut “buah yang tak pernah habis” sebagaimana Allah juga telah menjadikan rezeki di dalam tulang belulang bagi bangsa jin, dan kita pun tidak melihat sesuatu pun yang berkurang dari tulang belulang tersebut.
Tak dapat disangkal bahwa sebenarnya kita makan buah-buahan surga, dengan adanya buah di pohon-pohon surga. Tidak seperti apa yang dikatakan oleh para mufassir tentang ayat tersebut. Hal tersebut karena, surga merupakan rumah keabadian bagi yang tercipta di dalamnya, bukan alam fana dan kehancuran. Begitu pula dengan pasar surga, kita memasukinya dalam citra pasar yang kita inginkan, bersama keadaaan kita dalam bentuk kita yang tidak dapat diingkari oleh keluarga maupun pengetahuan kita (sekarang). Kita tahu bahwa kita telah mengenakan bentuk baru yang formatif bersama keabadian kita dalam bentuk kita. Jadi, dimanakah akal dan pikiran kita disini? Tidur adalah sifat yang Allah mensucikan diri-Nya dari sifat tersebut, “Allah tidak mengantuk dan tidak tidur...” (QS Al-Baqarah: 255). Keadaan tidak tidur adalah keadaan ahli surga di surga, karena sesungguhnya mereka tidak tidur.” (Syekh Shalahuddin At-Tijjani dalam kitab Al-Kanzu fi al-Masa’il ash-shufiyyah).
2). BERDOA SECARA DIAM-DIAM
Imam Al-Harits Al-Muhasibi (165 H) menuturkan bahwa sesungguhnya Allah SWT sangat dekat dengan orang yang berdoa secara diam-diam. Beliau mengatakan: “Sesungguhnya Allah yang sedang engkau ajak berbisik di waktu yang engkau inginkan; yang engkau mohon dalam munajat kepada-Nya kapan saja engkau mau. Engkau bisa beberkan semua rahasimu kepada-Nya, tanpa khawatir diketahui orang lain. Dengan kebijaksanaan dan kelembutan-Nya, Dia (Allah) akan memperkenankan doamu kapan saja yang Dia kehendaki. Dialah yang Maha Bijaksana, Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu; Dialah yang selalu mengutamakanmu dan bersikap pemurah kepadamu tanpa batas waktu, atau perantara ataupun penentuan tempat”. Allah SWT berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya Kukabulkan untukmu.” (QS Al-Baqarah [2]: 60) Pintu Allah selalu terbuka. Tanpa pengawal ataupun penjaga pintu. Dialah yang menjadi harapan dalam semua urusan. Seandainya engkau berharap kepada-Nya dalam kalbu pun, niscaya Dia memperkenankan juga. Tiada Tuhan selain Dia, maka jangan berharap kepada selain-Nya.” (Imam Harits Al-Muhasibi dalam Risalah Al-Mustarsyidin).
No comments:
Post a Comment