Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa semua derita yang ditanggung jiwa setelah mati sebenarnya disebabkan oleh cinta dunia yang berlebihan. Sebuah hadis mengatakan, setelah mati semua orang kafir akan disiksa 99 ular, yang masing-masing memiliki 9 kepala. Orang yang berpikiran cetek akan memahaminya secara tektual. Mungkin dia akan menggali kuburan orang kafir dan mencari ular yang dimaksud. Pasti dia tak akan menemukan ularnya. Mereka tidak mengerti bahwa sebenarnya ular-ular itu selalu berada dalam jiwa orang kafir. Ular ini hanyalah penyimbolan dari sifat-sifat jahat seperti dengki, benci, marah, sombong, munafik, ghibah dan sebagainya.
Menurut Imam Al-Ghazali, inilah perumpamaan bagi mereka yang lebih mementingkan dunia daripada akhirat. Mereka yang lebih mengutamakan nafsu hingga harus mempertanggungjawabnya di akhirat kelak. Jika ular-ular itu adalah ular biasa, mereka mungkin bisa melarikan diri dari siksanya, meskipun hanya sesaat. Tapi, ular-ular itu merupakan penjelmaan dari sifat-sifat bawaan mereka, sehingga sulit untuk melarikan diri darinya. Kita bisa lihat, apakah kita termasuk dalam kelompok orang yang dimaksud Al-Ghazali.
Tapi, fakta menunjukkan bahwa pecinta dunia memang tidak menyadari hingga dunia yang mereka cintai direnggut dari dirinya. Mereka rela melakukan korupsi hanya untuk memuaskan nafsu keserakahan menumpuk harta. Mereka rela mengambil jalan pintas untuk memuaskan ambisi kebinatangannya, tanpa memikirkan akibat buruk yang akan ditimbulkannya. Mereka begitu mudah melupakan tujuan hidupnya.
Bahkan, berusaha melupakan kematian hanya untuk mempertahankan kepuasan dunianya yang sekarang dinikmatinya. Lalu, menghalalkan segala cara untuk mempertahankannya. Inilah sebenarnya ular-ular berbisa yang akan membunuh dirinya sendiri. Sifat-sifat ini akan bersemayam diri jiwanya. Pintu hatinya tertutup hingga kematian datang menjemput. Kelak, di akhirat, ular-ular inilah yang akan menyiksanya. Ular-ular berbisa yang dilahirkan oleh sifat-sifat buruk yang dimilikinya.
Sementara bagi orang yang beriman dan selalu beramal saleh, kematian akan menjadi proses metamorfosis untuk memasuki kehidupan yang lebih panjang, kekal, mulia, utama dan menjanjikan. Kematian tak akan terlihat menakutkan, tak dianggap menyeramkan. Kematian itu lumrah dan sangat biasa. Setiap manusia pasti akan melaluinya. Keranda kematian bagi orang yang beriman dan selalu beramal saleh seperti kendaraan yang disiapkan untuk memasuki negeri baru, dunia baru dan kehidupan baru yang lebih mulia. Jika tiba waktunya, setiap diri akan mengendarainya.
Kematian justru menjadi nikmat, seperti juga kehidupan dunia yang telah dialaminya. Mereka akan bergembira menyambut kematian, karena sudah mempunyai investasi akhirat yang banyak, bekal amal saleh yang besar, tunjangan dari sedekah yang berlimpah dan amalan ilmu yang bermanfaat. Seperti itulah seharusnya seorang muslim menghadapi kiamat dirinya, menghadapi kematiannya. (Disarikan dari kitab Kimiya As-Sa'adah karya Imam Al-Ghazali).
No comments:
Post a Comment