Mendirikan shalat dengan khusyuk memang sangat sukar sekali. Meskipun sudah berniat dengan sungguh-sungguh dan tekad yang kuat, tetap saja kadang tak cukup. Sebab, rasa khusyuk itu merupakan anugerah Allah. Maka, kita harus memohon kepada-Nya agar Dia menganugerahkan nikmat tersebut. Untungnya, shalat itu merupakan kewajiban yang telah ditetapkan waktunya dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, serta harus diamalkan berulang-ulang dan berulang-ulang setiap hari, sehingga manusia secara zahir dan batin merekam getar jiwa, gerak ritmis, dan penghayatan makna bacaan, gerak dan doa dalam shalat. Jika tidak dilakukan secara istiqamah nyaris tak mempunyai dampak fisik, psikis, apalagi sosial.
Sepanjang kita telah melaksanakan syarat, rukun dan sunah-sunah dalam shalat, serta telah diamalkan dengan mendarah daging, maka tak perlu lagi mempertanyakan shalat kita khusyuk atau tidak. Sebab, kadang-kadang kita hanya memperdebatkan masalah definisi. Padahal, pada tingkat tertentu, kekhusyukkan dalam shalat adalah masalah "rasaning rasa."
Rasulullah SAW sendiri pernah terganggu shalatnya karena tirai milik Aisyah yang menutup samping rumahnya. Hingga Rasul berkata, "Singkirkanlah tiraimu itu dari rumah kita, karena sungguh gambar-gambarnya mengganggu terus menerus dalam shalatku." (HR Bukhari). Beberapa hadis lain pun merekam peristiwa serupa. Seperti kisah tentang anbijaniyah (kain wol yang dihadiahkan oleh Abu Jahm untuk Nabi). Rusul pernah bersabda tentang hal itu, "(Kain) itu telah melalaikanku dari shalat." ( HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadis tersebut, Rasulullah SAW sebenarnya sedang memberi pelajaran kepada kita bahwa shalat khusyuk itu harus diperjuangkan, disiapkan dan dipelajari. Sebab, shalat adalah saat kita menghadap kepada Allah SWT. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT menghadap ke arah orang yang sedang shalat selama dia tidak berpaling."
Dalam kitab Mukasyafatul Qulub, Imam Al-Ghazali pernah mengisahkan kekhusyukan Sayyidina Abu Bakar r.a. Shalat beliau tak ubahnya seperti patung yang sedang berdiri. Beliau begitu tenang dalam rukuknya, sehingga ketika burung pipit hinggap padanya, maka burung itu akan menduga bahwa itu sebuah batu.
Shalat seperti itu, menurut Imam Al-Ghazali harus bisa diusahakan. Sebab, secara alamiah, bukankah manusia akan berusaha untuk khusuyuk, fokus, khidmat, dan penuh pengabdian ketika sedang menghadap seorang raja? Namun, mengapa kita tidak lakukan dengan sungguh-sungguh ketika kita menghadap Sang Raja segala raja, Pencipta dan Penguasa alam semesta? Menurut Imam Al-Ghazali, dalam kitab Taurat tertulis kalimat: "Wahai anak cucu Adam! Janganlah engkau berdalih tidak mampu untuk berdiri di hadapan-Ku sebagai orang yang sembahyang dengan menangis, karena Aku adalah Allah yang lebih dekat daripada hatimu dan dengan keghaiban engkau melihat cahaya-Ku."
Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali juga pernah mengajarkan kita 6 teknik shalat khusyuk.
Pertama, hudhurul-qalb, yakni menghadirkan kalbu kita saat melakukan shalat, merasakan kehadiran Allah dalam shalat kita.
Kedua, at-tafahum, yakni memahami makna bacaan dan makna gerakan dalam shalat.
Ketiga, At-Ta'zhim, yakni merasakan dan mengagungkan kebesaran Allah SWT.
Keempat, Al-Haibah, yakni merasa takut dengan penuh penghormatan kepada Allah.
Kelima, Ar-Raja', yakni menaruh harapan besar terhadap Allah atas rahmat dan ampunan-Nya.
Keenam, Al-Haya', yakni merasa malu di hadapan Allah karena khilaf dan dosa yang pernah kita perbuat.
Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang taat menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Semoga Allah selalu membimbing jiwa kita kepada jalan-Nya. Dan,.semoga Allah menganugerahkan kita kenikmatan untuk selalu dekat dengan-Nya serta khusyuk menjalankan shalat untuk menghadap-Nya. Semoga kita tidak termasuk orang-orang celaka karena lalai dalam shalatnya, seperti yang pernah diingatkan Allah dalam QS Al-Ma'un.
Mari berusaha untuk selalu istiqamah, sebab istiqamah melakukan shalat memerlukan perjuangan dan keteguhan niat. Dari mulai niat wudhu, membasuh telapak tangan, dan menyempurnakan seluruh syarat, rukun dan sunah wudhu, sebenarnya kita telah diajak untuk bersiap-siap jiwa dan raga untuk menghadap Allah. Mari bersama-sama memahami makna ihsan, bahwa "Menyembah (beribadah) kepada Allah itu seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tak melihat-Nya, maka yakinlah bahwa sesunggunya Dia melihatmu." (HR Muslim).
No comments:
Post a Comment