(Syaikh Muhammad Adnan Kabbani, Fenton, Miami 29.8.1993). Siapapun yang takut pada Allah, Allah membuatnya tidak takut pada apapun. Semua kitab dan para Utusan-Nya di kirim agar mengajari anak-anak Adam agar takut pada-Nya. Dari pohon takut dan kecintaan pada-Nya, tumbuhlah semua maqam dan semua ilmu pengetahuan. Siapa yang takut pada-Nya akan dianugerahi Pengetahuan tentang Allah (‘ilmun ladunni) yang sebelumnya belum pernah dia dengar, lihat atau pelajari.
Allah mengajari kita di tangan para Nabi dan Awliya agar menjaga adab kita bersama Tuhan. Siapapun yang menjaga adab-nya akan mencapai tingkatan spiritual yang tertinggi. Para Awliya tidak mudah mempercayai seseorang yang datang pada mereka. Allah telah memberi perintah agar mereka tidak mengandalkan pada umat kecuali setelah lolos tahap pengujian. Seperti Nabi diperintahkan juga agar tidak mengandalkan setiap sahabat sampai mereka melalui ujian-ujian. Siapa yang belum memiliki hati yang jernih (qalbun salim) Allah akan menyempurnakan hamba-hamba-Nya melalui khalwat, latihan dan ujian sampai dia menjadi qalbun salim.
Begitu pula dengan Syaikh-Syaikh besar seperti Mawlana, tulusnya keinginan kalian pada beliau harus nampak jelas sebelum pintu dibuka. Dan hal itu tidak mudah. “ Inna jatahna laka fathan mubina “ – kami telah membuka untukmu sebuah pembukaan yang jelas. Keberadaan beliau diantara kita bukan untuk main-main. Kalian berhasil atau tidak, segera setelah kalian memberikan bay’at pada beliau, kalian telah menyerahkan diri kalian pada Mawlana. Kita telah menerima Mawlana, dan kita ingin beliau menerima kita. Penerimaan tidak mungkin hanya sepihak, kalau tidak, maka tidak akan ada komunikasi.
Bagi yang pernah bertemu dengan Mawlana secara fisik dalam kehidupannya, pasti ada penerimaan dari 2 pihak: (+) x (+) = (+). Bagi mereka yang tidak bertemu dengan Mawlana secara kasat mata, Mawlana akan menyempurnakannya secara tidak kasat mata, karena segala hal berkaitan dengan waktu telah dipercayakan pada beliau sebagai Pemilik Waktu saat ini (sahibu-z-zaman). Walaupun mereka tidak pernah berjumpa dengan beliau secara fisik, dalam spiritual ruhaniah, komunikasi itu tetap berlangsung. Bila dalam dunia kasat mata sekarang ini, kalian tidak berjumpa dengan beliau, maka di dunia atas (spiritual) hasilnya menjadi positif: (-) x (-) = (+).
Sekarang, jika kalian bertemu secara fisik, namun hanya ada penerimaan dari salah satu fihak saja (bisa kalian yang tidak menerima Mawlana atau Mawlana yang tidak menerima kalian di dunia ini) maka hal ini tidak ada gunanya bagi kalian: (-) x (+) = (-) atau (+) x (-) = (-). Namun bila kedua pihak saling menerima, maka akan diperhitungkan dalam Mizan di Hadirat Allah swt dan Nabi nanti, bahwa kalian adalah hamba yang telah diterima (abd maqbul). Nama kalian akan ditulis dalam Buku Ketulusan: Ya ayyuha-l-ladhina amanu kunu ma’a-s-sadiqin, “ Wahai kaum beriman, tetaplah bersama hamba-hamba yang tulus.”
Jika kalian tidak mampu menjadi seorang yang tulus, maka datang dan bergabunglah dengan mereka yang tulus, seperti Mawlana, tetaplah bersama beliau. Allah tidak memerintahkan kita agar bersama orang-orang yang munafik, namun dengan mereka yang tulus. Siapakah orang-orang yang tulus itu? Rijalun sadaqu ma ahadu-l-Laha alayhi fa minhum man qada nahwahu wa minhum man yantazir Wa ma baddalu tabdila. Mereka yang telah bersumpah pada Tuhan-nya dan diantara mereka ada yang telah berhasil dan yang sedang menunggu dan mereka tidak pernah berubah sedikitpun.
Siapapun yang berjalan bersama seseorang yang telah sempurna ketulusannya (kamil sadiq), maka Awliya itu akan menjadikan dia mencapai maqam hati yang jernih (maqamu qalbin salim) sebuah maqam akan kehadiran Tuhan sehingga hamba tersebut menjadi seperti Muhammad (Muhammadi) dan di tingkatkan maqamnya seperti Nabi saw. Illa man ata-l-Laha bi qalbin salim, kecuali seseorang yang datang pada Allah dengan hati yang jernih. Kalian harus menjadi seperti tuhan. Kata Allah: Ma zala ‘abdi yataqarrabu ilayya bi-n-nawafili hatta uhibbahu, hamba-Ku tidak akan berhenti mendekati-Ku dengan ibadah suka rela / sunnah sampai Aku mencintainya.
Allah mengatakan suka rela, bukan kewajiban. Meraih kedekatan dengan-Nya tidak dilaksanakan dari kewajiban-kewajiban. Kewajiban adalah kewajiban. Kalian tidak ada pertimbangan apapun, karena itu kehendak Tuhan atas kalian. Pekerjaan suka rela mengantar cinta Tuhan pada kalian. Fa idha ahbabtuhu kuntu sam’ahu-l-ladhi yasma’u bihi wa basarahu-l- ladhi yubsiru bihi, wa lisanahu wa yadahu….Jika Aku mencintai hambaku, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, ucapannya, sentuhannya dan dia menjadi seperti tuhan, dan bila dia berkata “ jadilah” maka terjadilah. Wamin Allah at-tawfiq bi hurmat al Fatiha.
No comments:
Post a Comment