Ghibah termasuk perbuatan yang paling buruk dan paling tersebar di antara manusia, sehingga mereka tidak selamat darinya melainkan hanya segelintir orang saja, batasan ghibah yaitu engkau memperbincangkan saudaramu dengan sesuatu yang jika hal itu di dengar atau sampai ke telinganya, maka dia merasa tidak senang, baik itu mengenai jasmani maupun rohani, ras, suku, agama, nasab, perilaku, perbuatan, ucapan atau dalam urusan agamanya, bahkan sampai pakaian yang dia kenakan, rumah tinggal, dan kendaraannya serta lain sebagainya.
Sehubungan dengan hal ini riwayat dari Abu Hurairah Ra, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Apakah kalian mengetahui, apakah ghibah itu?" Mereka menjawab,"Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau bersabda,"Kamu menyebutkan tentang saudaramu dengan sesuatu yang tidak disenanginya." Di katakan kepada beliau,"Bagaimana pendapatmu bila pada saudaraku memang benar ada yang aku ucapkan?" Beliau bersabda,"Jika pada dirinya benar ada yang kamu ucapkan, maka kamu telah melakukan ghibah terhadapnya, dan jika pada dirinya tidak terdapat sesuatu yang kamu ucapkan, maka kamu telah melakukan tuduhan dusta terhadapnya." (H.R. Muslim, Abu Daud, At-Tarmidzi dan An-Nasa’i). Dan Rasulullah Saw juga bersabda: "Ketika saya di angkat pada peristiwa isra' mi'raj, maka saya melewati kaum yang memiliki kuku dari tembaga, mereka mencakar wajah dan dada mereka. Lalu saya bertanya,”Siapakah mereka wahai Jibril?” Jibril menjawab,”Mereka adalah kaum yang memakan daging manusia (maksudnya melakukan ghibah), dan merusak kehormatan mereka." (H.R Abu Daud).
Dalam hadits ini di gambarkan dengan jelas bahwa Allah Swt menghukum orang yang melakukan ghibah, mereka di gambarkan sebagai orang yang memakan daging manusia dan hukumannya di akhirat nanti mereka mencakar wajah dan dada mereka. Hukum ghibah adalah haram berdasarkan ijma', dan telah jelas pula melalui dalil-dalil yang sah tentang keharamannya dari Kitab, As-Sunnah, AlHadist dan Ijma', Allah Swt berfirman: "Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain." (Q.S Al-Hujurat: 12). Allah Swt juga berfirman sehubungan juga dengan hal ini, yaitu: "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela." (Q.S Al-Humazah: 1). Al-Humazah bermakna, orang yang mengumpat manusia dan dia menyakiti mereka dengan ketidak hadiran mereka, juga bermakna orang yang mencela manusia dan menyakiti mereka dengan kehadiran mereka, orang yang menyakiti manusia dengan segala bentuk perkataannya yang tidak baik, dan orang yang menyakiti mereka dengan perbuatan dan tindak-tanduknya, dan dalam riwayat lain di katakan maknanya adalah selain hal tersebut yang masih mencakup dengan makna-makna tersebut di atas.
Dia juga berfirman: "Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah." (Q.S Al-Qalam: 11). Kata-kata yang manis memang terbukti bisa menghipnotis manusia, ia bisa menghanyutkan manusia dalam buaiannya, pendapat ini bertitik tolak pada fitrah manusia yang selalu ingin di hargai atau bahkan di puji puja, tutur kata yang manis juga bisa memotivasi orang lain untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan mungkar, sebuah kritikan yang tajam, namun di bungkus dengan tutur kata yang halus lebih bisa di terima oleh orang yang di kritik, dan sebaliknya, penyampaian dakwah kebenaran dengan secara vulgar dan kasar kepada umat manusia terkadang akan berakibat sebaliknya, methode tersebut tidak hanya kurang efektif, bahkan bisa memunculkan sikap antipati dari objek dakwah yang di sampaikan.
Allah Swt memberikan dalam kelembutan sesuatu yang tidak di berikan-Nya dalam kekerasan, inti dakwah Islam adalah saling nasihat menasihati, nasihat bagi Allah Swt, Rasulullah Saw, para pemimpin, dan kaum muslimin. Dalam sebuah hadits di sebutkan pula: "Tolonglah saudaramu yang zhalim dan di zhalimi." (H.R Muslim). Cara menolong saudara yang zhalim adalah dengan menasihatinya agar tidak melakukan kezhaliman dan kemungkaran. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya kelembutan, tidaklah terdapat pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah ia terlepas dari sesuatu melainkan ia akan menodainya." (H.R Muslim). Allah Swt berfirman: "Sesungguhnya Rabbmu benar-benar mengawasi." (Q.S Al-Fajr: 14). Makna ayat di atas adalah bahwa Allah Swt mendengar makhluk-Nya, dan melihat serta mengawasi perbuatan mereka serta memberi masing-masing balasan sesuai dengan usahanya selama ia hidup di dunia. Riwayat dari Abu Musa Al-Asy'ari Ra, ia berkata: "Saya bertanya,”Wahai Rasulullah, Siapakah muslim yang paling utama?' Rasulullah Saw menjawab,”Seorang muslim, yang mana kaum muslimin selamat dari bahaya lisan dan tangannya." (H.R Bukhari dan Muslim).
Mari kita semua berharap mudah-mudahan Allah Swt memberikan kita petunjuk untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan kebaikan sesuai dengan syari’at, mudah-mudahan Allah Swt menjadikan hari-hari kita penuh dengan amal shalih yang akan membawa kita kepada kebahagiaan dan ketenangan, mudah-mudahan Allah Swt senantiasa memberikan hidayah-Nya pada segala urusan kita, khususnya dalam menjaga lisan kita dan memberikan petunjuk kepada kita semua dalam menapaki jalan-Nya yang lurus, jalan orang-orang yang Allah Swt berikan nikmat kepada mereka, jalan para Nabi dan para Rasul-Nya, jalan orang-orang yang jujur, dan jalannya para syuhada, serta jalannya orang-orang yang shalih, bukanlah pada jalan orang-orang yang di murkai dan bukan jalan orang-orang yang tersesat.
No comments:
Post a Comment